Flashback

3 5 1
                                    

Rasanya sudah sangat lama menurut Era sejak pertama ia menginjakkan kakinya di rumah penginapan Bay Leaf ini.

Terjebak, mendapat mimpi buruk, kemudian bertahan. Selanjutnya apa? Menyerah? Era hanya melihat saudarinya menggeleng tak menyetujui itu.

"Aku tidak mau menyerah, aku tidak mau mati di sini, Eer" ucap Ela. Eer, maksudnya Era. Itu adalah panggilan Ela untuk saudaranya.

Ela, dia mengepalkan tangannya dengan penuh emosi yang terpendam. Mereka bukan yang pertama terjebak di sini, namun yang paling baru jika dibandingkan dengan yang lainnya.

"Maaf Ela, aku tidak bermaksud mencegah kamu keluar," jawab Era.

"Jangan mudah termakan hasutan mereka yang lebih dahulu terjebak di sini, apalagi di saat seperti ini tidak ada yang bisa dipercayai selain diri sendiri."

Era mengangguk setuju dengan ucapan Ela. Di keadaan antara hidup dan mati ini, apapun dapat terjadi, seseorang bahkan dapat berubah dengan mudah. Seperti yang terjadi pada sepasang saudara itu dan yang lainnya yang jauh lebih lama berada di Bay Leaf itu.

Era bersikap acuh tak acuh saja walaupun sadar beberapa orang yang lebih dulu terjebak di sana memperhatikannya terang-terangan. Sesuai permintaan Ela, mereka akan berusaha berdua dan jangan mencampuri mereka yang tak menyukai ide mereka.

Karena Ela tahu pasti orang-orang itu tidak dapat dipercaya. Ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Apalagi, ikatan saudara kembar itu sangat kuat bukan?

"Era," panggil mereka.

Tapi, kalau mereka lebih dulu memanggil nama Era, apa mungkin Era tidak akan menyahut?

"Apa?"

Era hanya berbalik, atensinya tertuju pada tiga orang yang memanggil tersebut.

"Masih berniat mencari jalan keluar dari tempat ini?" tanya salah satunya.

Baru saja Era ingin menyahuti, dia yang tadi bertanya memberi kode menahan dengan tangan. "Tidak perlu dijawab, aku sudah tahu kau mau menjawab apa. Jadi silahkan lanjutkan urusanmu, maaf menahan mu."

Selanjutnya, Era beranjak tanpa membalas.

Aneh. Itu menurut Era, bukan misterius penuh dengan rahasia yang Era lihat di tempat ini tapi aneh. Orang-orangnya aneh dan semuanya aneh.

"Eer, aku menemukan sesuatu yang menarik, ayo ikut aku!" Seru dan tarikan Ela hanya bisa Era ikuti dimana Ela membawanya masuk ke dalam ruangan bawah, mereka menuruni tangga dan menyalakan lampunya.

Tak ada hal menarik awalnya, hanya ruangan gelap penuh debu dan bau khas ruangan yang telah lama tak dihuni begitu terasa.

Era jadi kesal, ia tidak menyukai tempat itu. "Apa kamu yakin ada sesuatu yang penting di sini?" tanyanya. Jika tidak ada, Era ingin keluar dari sana sekarang juga. Namun Ela menahannya, mengajak Era untuk menjelajahi ruangan dengan tumpukan barang tua bersama.

"Aku yakin akan ada sesuatu," ucap Ela.

Ela jalan memimpin, memperhatikan barang-barang yang ada di sana dan sesekali mengambilnya untuk menelitinya.

"Ini semua barang-barang lama, siapa tahu ada petunjuk untuk keluar," gumam Era.

Ela yang mendengarnya mengangguk dengan setuju. "Ayo, Eer," ajaknya masuk lebih dalam hingga akhirnya mereka mendapatkannya, dua buah buku.

Satu buku tanpa judul, atau judulnya sengaja dihilangkan dan buku ini tidak bisa mereka bawa keluar entah se berusaha apapun mereka membawanya, karena yang ada jumlah tanda nyawa mereka berkurang. Sedangkan buku satunya memiliki judul dan mereka berdua bisa membacanya, bahkan ketika keluar dari ruang bawah tanah itu.

________

Bulan purnama malam ini terlihat indah, sangat terang tanpa awan sedikitpun.

Di teras rumah Bay Leaf, Era dan Ela

"Soal yang kamu bilang pagi tadi, jika memang mereka berusaha membunuhku. Aku harap kamu percaya padaku Eer, aku bisa menjaga diriku."

Era punya kekhawatiran pada hal ini, Era sudah tahu mereka yang lain tengah merencanakan sesuatu yang buruk pada dia dan Ela. Utamanya Ela, mengingat Ela begitu acuh tak acuh pada yang lain, lebih dari yang Era lakukan.

"Mereka akan membunuhmu, Ela, dengan segala cara. Kamu pikir bagaimana lagi cara mereka masih hidup sampai sekarang," ucap Era. Ada rasa sesak ketika sadar dan tahu pasti saudari sendiri tengah diincar dalam kejahatan.

"Aku tahu, yang penting bukan kamu," balas Ela.

Era mendecak malas, purnama terlihat dingin membuat Era ingin tidur segera. Namun membiarkan Ela sendirian? Era tidak bisa, ia tahu tak akan aman saudarinya itu di sini. Bahkan walau hanya sedetik saja Era tidak memperhatikan dan menjaganya.

"Dasar keras kepala," ucap Era.

Ela mendengus kemudian memukul pelan bahu Era sebagai tanggapan.

Usainya malam, mereka harus terpisah karena tak mungkin bisa mereka terjaga semalaman. Sesuatu dalam rumah itu membuat mereka akan tertidur di jam malam, jadinya se berusaha apapun mereka mempertahankan tetap saja mereka akan kehilangan kesadaran.

Hingga akhirnya yang ditakutkan Era terjadi, Ela tak bernyawa lagi paginya. Senyum getir mengembang, hanya itu yang bisa Era lakukan.

"Sudah kukatakan padamu Era, percuma mencari jalan keluar! Lihat Ela." Ini adalah ucapan salah satu dari mereka.

Sebelumnya mereka sudah menjelaskan tiap purnama pasti akan ada satu yang di ambil, tapi Era yakin Ela tidak mungkin yang diambil pasti dia dibunuh. Apalagi Era sudah ada sedikit membaca tentang Bay Leaf ini di sebuah buku yang dia temukan bersama Ela, dibuku itu dijelaskan cara lain selain makhluk yang menjebak mereka akan memilih secara acak ada cara lain tumbal akan didapatkan, yaitu membunuh salah satu calon tumbal sendiri. Dengan begitu makhluk itu tidak akan repot-repot memilih lagi.

"Dia sekarang sudah mati." Ini juga ucapan mereka yang lain. Mereka bersikap seolah iba pada Era namun Era tahu itu hanya akal-akalan mereka agar purnama selanjutnya Era lah yang akan mereka tumbal kan.

Dan kalian lah yang membunuhnya. Batin Era. Era jadi bingung, ia harus mengikuti siapa ketika saudarinya meninggalkannya lebih dulu.

Yah, Era yang dulu bukanlah Era yang bisa berdiri sendiri seperti yang Sia lihat. Namun Era yang dulu tak akan segan untuk membalas dendam. Ia juga tidak ingin mati di tempat itu, karena ia akan malu jika bertemu Ela di alam lain selama belum keluar dari tempat itu.

Oleh karena itu, Era mulai memikirkan strategi untuk keluar, mendapat nyawa tambahan---setelah ia tahu membunuh mereka yang di sana dapat menambah nyawanya---dan memikirkan cara bertahan serta tak dicurigai.

Entah berapa banyak purnama yang di lalui, entah berapa banyak nyawa yang telah Era korbankan. Semuanya demi bisa keluar dari sana, untuk lepas dari kutukan tumbal itu. Perasaannya semakin gelap, ia semakin tidak bisa membedakan manusia mana yang bisa dipercayai.

Hingga akhirnya Sia datang. Sosok cewek itu terasa familiar bagi Era. Sia terlihat mirip Ela, saudaranya.

Di saat bersamaan juga Era hampir menyelesaikan bacaannya pada buku misterius itu.

Kadang Era terpikirkan, apa ini memang takdir? Ia jadi bisa lepas dari kutukan tumbal dengan sosok Ela lain yang ada dalam diri Sia.

Bay LeafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang