Ruangan yang dingin itu tampak sangat suram. Dua orang pria yang kini berpakaian formal tengah duduk saling berhadapan dengan saling memancarkan tatapan tajam kepada satu sama lain.
Pria yang berjas biru tua itu tampaknya sudah memasuki usia hampir 50 an tapi masih terlihat cukup muda, dia adalah Tuan Jakapan Puttha salah satu pengusaha hebat Thailand yang kekayaannya tercatat sebagai orang kaya nomor dua di Thailand. Sedangkan pria didepannya tampaknya jauh lebih muda sekitar 20 tahun lebih muda darinya, ia adalah Vegas Wichapas Sumettikul, pengusaha muda yang berhasil menjadi orang terkaya di Thailand dan juga merupakan mafia kelas atas yang cukup ditakuti oleh banyak kalangan.
"Saya tidak menyangka bahwa seorang Vegas sangat tertarik kepada perkebunan itu." Ucap Tuan Jakapan dengan nada lembut sambil menatap Vegas dengan tajam.
"Aku tidak tertarik, aku hanya tertarik pada tanahnya yang akan kujadikan resort dan kasino. Keuntungannya mungkin bisa 5 kali lebih banyak dari perkebunan tidak berguna itu." Balas Vegas dengan nada sarkas dan senyum sinisnya.
"Bagaimana ini, saya sama sekali tidak memiliki hak untuk perkebunan itu dan saya rasa anda mendatangi orang yang salah." Balas Tuan Jakapan santai.
"Jangan berbohong Tuan Jakapan, aku sudah mengeceknya ribuan kali sebelum aku menginjakkan kaki di kantormu." Ucap Vegas yang kini mulai jengah.
"Benarkah?" Tanya Tuan Jakapan dengan nada tidak yakin.
Vegas memberikan instruksi kepada asistennya yang sejak tadi berdiri disampingnya untuk meletakkan sebuah map berwarna coklat di meja didepan mereka.
"Pete Jakapan Puttha. Nama anakmu terukir jelas di akta tanah dan perkebunan itu." Ucap Vegas dingin.
"Kalau begitu kau seharusnya menemui putra saya, bukan saya." Balas Tuan Jakapan dengan senyuman singkatnya.
"Aku berusaha mencari anakmu selama seminggu ini, tapi aku bahkan tidak bisa melihat batang hidungnya." Ucap Vegas tajam.
"Anak itu benar-benar tidak bisa diprediksi, jika kau mengikuti jadwalnya maka kau tidak akan pernah melihatnya. Dia tidak suka mengikuti jadwalnya sendiri." Balas Tuan Jakapan masih dengan santai.
"Dengar Tuan Jakapan, aku tidak ingin basa-basi ini berlanjut lebih lama. Bagaimana jika kau saja yang mengurus bisnis ini daripada anakmu yang tidak aku yakini bisa professional dalam berbisnis." Ucap Vegas berusaha menahan amarahnya.
"Aku tidak punya hak itu, tanah dan perkebunan itu Pete beli dengan uangnya sendiri. Dia bahkan membangun rumah kecil di dekat perkebunan, dan saya tidak yakin bahwa anak itu akan menyukai bisnis ini." Balas Tuan Jakapan masih santai tidak tersulut emosi sedikitpun dengan Vegas yang tidak bersikap baik dengannya.
"Aku tidak peduli, yang aku inginkan sekarang adalah tanah itu." Ucap Vegas dengan tajam dan emosi yang sudah membuncah.
Tuan Jakapan tidak membalas ucapan Vegas yang sudah terkuasai emosi. Alih-alih membalas ia hanya tersenyum lembut dan meminum teh yang sejak awal sudah terletak di atas meja didepannya.
"Aku..."
"PAPAAAAA"
BRAKK..
"Tuan Peteee, bapak sedang meeting."
"Meeting apaan ah."
Seorang pria muda dengan penampilan yang hangat yaitu dengan sweater coklat muda kebesaran dan celana warna senada selutut memasuki ruangan dengan sedikit kegaduhan.
Wajah tampan sekaligus cantik dengan hiasan senyuman manis itu berjalan menghampiri Tuan Jakapan dengan berlari kecil. Ia merentangkan tangannya dan langsung mameluk erat Tuan Jakapan yang tentu dibalas oleh Tuan Jakapan dengan lembut.
"Papa kangenn.." Ucap Pete manja dan menambah erattan pelukkannya pada sang papa.
"Kali ini apa?" Tanya Tuan Jakapan lembut karena tau bahwa sang anak tidak hanya merindukannya melainkan ada sesuatu yang ia inginkan.
"Hehehe, hanya ingin meminjam ATM card." Jawab Pete dengan langsung melepaskan pelukannya dan berdiri dengan tegap di samping sang papa yang duduk di sofa.
"Lalu card Pete kemana?" Tanya Tuan Jakapan dengan lembut kepada Pete.
Pete mengalihkan pandangannya ke Vegas yang atensinya baru ia sadari, lalu kembali melihat sang papa dengan tangan yang ia lingkarkan di mulutnya.
"Gak sengaja Pete buang ke tempat sampah waktu tadi makan kentang goreng, Pete kira itu struck belanjaan Pete." Ucap Pete berbisiku yang sebenarnya bisa terdengar jelas oleh Vegas.
"Mama akan marah jika tau Pete membuat card Pete untuk kelima kalinya." Balas Tuan Jakapan seperti berbisik juga yang sebenarnya masih bisa didengar jelas oleh Vegas.
Tuan Jakapan memberikan cardnya kepada Pete dan tersenyum lembuat saat sang anak terlihat senang hingga matanya menghilang membentuk bulan sabit.
"Oh Pete ini Vegas." Ucap Tuan Jakapan mengenalkan Pete kepada Vegas.
"Oh hai Vegas." Sapa Pete lantang membuat Vegas tertegun karena Pete memanggilnya seperti memanggil orang seusianya padahal jika dilihat Vegas yakin bahwa Pete ini memiliki jarak usia cukup jauh dengannya.
"Pete aku ingin membeli tanah dan perkebunan yang kau miliki." Ucap Vegas tanpa membalas sapaan Pete dan langsung mengatakan keinginannya mengingat bahwa nama pemilik tanah yang ia inginkan adalah Pete.
Pete tidak menjawab perkataan Vegas, ia aalah menatap pria itu dengan datar cukup lama. Pete seolah mencari kebohongan dimata Vegas yang tajam.
Pete berjalan kearah Vegas dan menangkup wajah tampan Vegas yang tegas dengan tangan mungilnya.
"Kau tidak berbohong ya?" Tanya Pete lembut yang tidak mendapat balasan Vegas karena keterkejutannya.
"Pete." Panggil Tuan Jakapan yang terlihat sangat khwatir.
Cup..
Suara kecupan itu nyaring terdengar oleh semua orang. Semuanya tampak terkejut kecuali Pete yang malah tersenyum lebar setelah memberikan kecupan singkat kepada Vegas.
"PETE?" Panggil Tuan Jakapan panik melihat kerandoman anaknya.
"Aku tidak akan menjualnya karena aku masih menyukainya." Ucap Pete mengacuhkan ganggilan sang ayah.
Entah ia dengan tau tidak tapi yang pasti kini Vegas tengah membeku. Pete menoel pelan hidung mancung Vegas dan berlalu meninggalkan pria itu dan juga papanya.
"Oh ya Vegas, lain kali jika kita bertemu cium aku lagi ya, bibirmu sangat lembut, beda dengan papa. Sekarang ciuman pagi dan malam bisa digantikan Vegas. PAPA DAN MAMA TIDAK USAH MENCIUMKU LAGI VEGAS BISA MENGGANTIKANNYA!." Ucap Pete dengan berteriak sekelum akhirnyat menghilang dari balik pintu.
"Anak itu...anak itu...ah.." Ucap Tuan Jakapan sambil memijat pelipisnya, seketika pusing dengan tingkah sang anak yang berhasil membuatnya pusing.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect You [END]
RomanceIa dibesarkan oleh luka.. Ia tidak pernah merasakan rumah yang hangat.. Jangankan rumah, sekedar semangkuk nasi hangat pun ia tidak pernah merasakannya... Ia dikenal sebagai si MAFIA KELAS ATAS BERDARAH DINGIN yang tidak mengenal ampunan.. Lalu pria...