.III.

69 22 0
                                    

ㅡ Ben Edmond ㅡ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ㅡ Ben Edmond ㅡ

Deritan antar peron serta tabung dengan asap hitam legam yang membubung dari jarak puluhan kilometer sebelum berakhir berhenti tepat di stasiun desa, decitan peron itu nyatanya malah membuat pria yang berdiri diantara kerumunan itu semakin menarik sudut bibirnya lebih lebar lagi.

Bunga Lily putih dan kuning yang  ia dapatkan di toko bunga pagi ini masih rapi digenggam erat dibelakang punggungnya, dengan alasan bahwa ia pernah mendengar jika gadisnya menyukai bunga Lily saat mereka pernah menemukan satu Lily di bukit apel dahulu, ‘persahabatan’ katanya waktu itu saat memandang Lamat Lamat bunga berwarna putih yang ditemukan nya.

Rangkaian kuda besi yang berdatangan secara teratur bergandengan selayaknya permainan ular, berjajar dalam satu garis lurus berteduh di bawah kanopi stasiun beserta para pengunjungnya yang lama kelamaan memenuhi pinggiran peron untuk menjemput para sanak saudara dan siapapun yang mereka tunggu- atau malah sebaliknya mereka berbaris di pintu gerbong kereta untuk bergantian masuk mengisi kursi yang ditinggal turun penumpangnya untuk berangkat ke tujuan mereka masing masing.

Perlahan pintu besi dari jejeran gerbong terbuka satu persatu, dan benar saja orang orang yang keluar dari dalamnya beberapa menyuguhkan senyum gemilang seraya berteriak memeluk si sanak saudara yang menunggu dan malah melepas kerinduan ditengah keramaian, atau disisi lain orang orang dengan wajah murung menembus arus pintu kereta untuk masuk kedalamnya dan lenyap dari pandangan.

“Hei”

Seruan dari belakang tubuhnya itu membuat Ben meremang, pernafasannya tercekat selama beberapa detik sebelum ia menyadari dan membalikan badan - ia langsung menemukan seorang gadis yang tengah tersenyum lebar ke arahnya.

Percuma bunga yang sedari tadi kutaruh dibelakang punggungku, dia malah datang dari arah belakangku.

“Oh Hai, astaga aku mencarinya di pintu gerbong yang disana” pria itu tersenyum kikuk sembari menunjuk gerbong lebih panjang disana dengan dagunya.

“Apa kabar Lucy?” Tanyanya konyol pada akhirnya.

“Tentu saja kabar baik. Dan -oh, apakah bunga itu untukku?” Seraya matanya berbinar mencelinguk mengintip sesuatu dipunggung sang pria, nyatanya aku seperti bedebah bodoh saja saat dihadapanmu gerutunya didalam hati.

“Tentu saja, ini milikmu” aku mengeluarkan bunga Lily kuning putih dari balik punggungku. Dan seperti yang diharapkan, bunga Lily itu disambung dengan senyum antusias.

Tangannya meraih dengan cepat, lalu tersenyum lebar sembari menghirup aroma bunganya dalam dalam. “Aku sangat suka bunga Lily Ben, tak kusangka kau malah membawakan hadiah tepat sesuai kesukaanku” selanjutnya ia menubruk tubuh sang pria untuk kemudian didekapnya erat, seolah semuanya belum siap ia cerna satu persatu dengan cepat, disaat ben ingin membalas peluknya ia sudah melepaskan dekapannya dan beralih menggaet lengannya untuk diseretnya pergi dari tempat semula mereka berdiri dan berjalan menuju arah keluar dari area stasiun.

Began;Intro ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang