"Kau yakin Ben?"
"Kenapa? Kau takut?"
Lucy menggeleng ketika aku menanyainya saat ia sendiri terlihat celingukan melihat suasana hutan belantara yang semakin gelap akibat matahari yang mulai kembali ke singgasana nya dan bulan menggantikan perannya.
Aku, dengan lentera minyak di tangan kiriku, dan genggaman tangan dengan Lucy di tangan kananku, tetap mengarahkan arah jalan bebatuan ini menuju tempat yang sebenarnya hampir tidak diketahui oleh warga desa sekalipun. Alasan mengapa aku memilih malam hari saat mengunjunginya, tempat ini lebih bersinar karena lentera yang kupasang disana beberapa hari yang lalu pasti akan lebih cantik jika tampak di malam hari.
"Tidak, aku tak takut apapun. Tapi ini sudah menjelang malam" cicitnya menyangkal.
"Kau ingat tidak? Di puncak bukit apel yang kita pasangi dua batu duduk. Aku mengajakmu pulang waktu itu tapi kau memilih melihat matahari terbenam dan berakhir kita pulang saat malam hari tiba"
"Jadi kau ingin balas dendam?" Balasnya cepat tak terima.
Aku tergelak, mendengarnya begitu kesal memberikan kepuasan tersendiri bagiku. Bahkan ketika perempuan itu ikut memelankan jalan yang kami ambil, membuat aku juga ikut melakukan hal yang sama.
"Bukan lu, kata balas dendam terlalu jahat, mungkin.. bisa disebut balas Budi?"
"Balas Budi apanya?!" Entah sejak kapan terakhir kali, tapi kali ini aku mendapatkan pukulan di bahuku akibat perkataan ku sendiri pula.
Aku mengaduh, "Oke oke, entahlah apa sebutannya tapi kita imbang. Dan kamu pasti akan takjub jika Sampai disana"
Jalanan menanjak beberapa derajat, aku memegangi erat telapak tangan Lucy namun juga tak lengah dengan langkah kaki yang kupijak selanjutnya. Disamping jalan yang kami lalui adalah aliran sungai yang lumayan kecil, sedangkan sisi lainya merupakan tanah berbatuan yang bisa dijadikan pegangan.
"Sedikit lagi, setelah tanjakan ini" ucapku lagi memperingati nya.
Suara gemericik air menjadi hal pertama yang kami dengar ketika sampai di tempat yang aku maksud kan. "Tunggu disini" pintaku untuk menyalakan lentera yang kupasang di sekeliling pohon.
"Tempat apa ini Ben?" Tanyanya lagi masih tak mengerti.
Hingga lentera terakhir menyala aku mendekatinya lagi, dan mengarahkan langkahnya untuk duduk di suatu batu yang menjadi tepian danau.
"Danau"
"Danau? Apakah itu tadi jalan pintas?"
Aku ingat ketika ia juga pernah datang ke danau yang kami semua tahu dan danau itu pula yang biasanya dijadikan tempat melakukan festival danau setiap tahunya. Tapi bukan itu tempat yang sedang kita kunjungi, hampir sama namun disini adalah tempat pertama air mata keluar dari buminya, disini hulunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Began;Intro ✔️
Historical Fiction1800s ft. Lee Chaeryeong - itzy "aku?" "Ayo tinggal disini denganku" tawarnya santai. "Untuk?" "Untuk.." Netranya kelimpungan mungkin keduanya sama sama ingin mengatakan hal yang sama namun begitu sulit saat degupan jantung tak beraturan membuat sek...