XI.

33 11 2
                                    

-Ben Edmond-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Ben Edmond-

“Sekarang kamu juga marah sama aku”

“Sudah Edel” kekasihnya itu sedari tadi tak henti hentinya menenangkan sang perempuan yang aku sendiri pula – sebagai orang yang kenal dan cukup dekat- terkejut dengan perlakuannya yang sedikit ganjal sejak hari kemarin.

“Ngga, tapi disini yang salah bukan aku loh. Tapi oke, kita selesai in secara damai” gadis itu menyilang kan kakinya dengan kaki yang diperban berada diatas. Duduk angkuh dengan sorot mata jengkel kesan akan tidak ikhlas.

“Aku dan Romi juga sebenarnya tidak tahu bagaimana itu terjadi. Entah kau yang sedang cemburu, atau memang kejadiannya seperti itu, ta-“

“Padahal baru aja aku bilang damai loh, aku ngga akan cemburu buat cewek yang gapunya etika kek gitu asal kamu tau” jari telunjuknya terangkat ke tepat wajahku.

“Dengarkan dulu Edel” aku menyambungnya tepat ketika ia sendiri memotong kata kataku, disini bukankah dia yang kehilangan etika putrinya?

“Entah apa yang terjadi, terima kasih kau mau mengambil langkah damai Edel. Tapi bisakah kau menceritakanya secara jujur?”

Dia, dengan sikap angkuhnya -saat ini, saling lirik dengan Romi dan keduanya terdiam seperti saling tarik menarik benang untaian kata yang bisa saja mereka coba katakan kepadaku, atau mereka bisa saja merencanakan sesuatu. Aku tak tahu.

“Oke, gini ceritanya”

“Dia tuh pas kalian pergi, tiba tiba tampar aku terus bilang ‘kenapa kamu disini huh? Kerajaan sedang mencari anda dan anda malah berdiam diri di rumah seorang pemuda’ gitu sambil nunjuk aku”

“Aku tau aku memang pergi dari rumah, tapi dia bilangnya sambil nampar aku, ngga tinggal bilang aja kayak gimana Romi bilang ke aku”

“Dan kalo aku boleh jujur ya,-“

“Sudah sampai itu saja Edel” sergah Romi. Lenganya dialihkan kepada pundak berbalut selimut tipis miliknya di pundak sang kekasih.

“Apa yang kalian sembunyikan?” Tanyaku kemudian.

Keduanya menutup mulut rapat. Saling membeku dalam perasaan mereka masing masing yang malah membuat aku yakin sesuatu sedang tidak beres. “Apa yang tidak aku ketahui” tanyaku lagi.

“Ngga semua nya kamu harus tau Ben”

“Gunakan kalimat yang benar Edel” jika saja aku berubah sebagaimana Edel yang sedari tadi meninggikan nada bicaranya, aku bisa saja kelepasan membentaknya jika perempuan ini terus terusan menyulut amarah.

Suasana benar benar kacau. Dua sejoli itu malah banyak melakukan kontak mata dibandingkan mejelaskanya secara lugas untuk kudengarkan. Mereka berdua nampak seperti perencana dibandingkan menyelesaikan masalah dengan segera tanpa rahasia rahasia malah menimbulkan kecurigaan.

Began;Intro ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang