Mimpi Malam Ke-15

29 17 0
                                    

Sesampainya di pondok pesantren, Langit dan Abdur pun berpisah di depan kamar Abdur. Setelah terlebih dahulu berjabat tangan, dan saling mengucapkan terima kasih. Mereka berdua kemudian melanjutkan langkahnya masing-masing. Langit meneruskan langkahnya menuju tangga yang tak jauh dari kamar Abdur, kemudian menaikinya guna menuju lantai 2 tempat dimana kamarnya berada. Sedangkan Abdur, sebelum melangkah masuk ke dalam kamar guna merebahkan badan. Ia terlebih dahulu melangkah menuju jajaran kran air yang terletak di bawah tangga guna mengambil wudhu. Baru setelahnya, ia melangkah masuk ke dalam kamar.

Sesampainya di depan kamar, ia mendorong perlahan pintu kamar yang sedikit terbuka itu agar tidak sampai menimbulkan suara yang dapat mengganggu kenyenyakan tidur kawan-kawannya. Ia kemudian masuk secara perlahan, dan setelahnya segera menutup rapat pintu tersebut guna mengurangi udara dingin yang masuk ke dalam kamar. Sejenak ia nampak mengitarkan pandangan ke arah seluruh kawan-kawannya yang sedang asyik bertamasya dalam taman-taman mimpi mereka masing-masing. Ia lalu terlihat menarik napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya secara perlahan.

"Huuuuuh....", seru deru nafasnya memburu keluar dari dalam mulutnya.

Kiranya, ia ingin mengenyahkan seluruh kesedihan yang sedari tadi menyelimuti hati dan pikirannya. Ia ingin tidur dengan tenang malam ini. Ia kemudian mengitarkan pandangan kembali, mencari-cari celah kosong yang akan dijadikan tempat merebah olehnya. Ia menemukan celah itu di antara Wafa dan Faqih yang terlelap di samping almari. Ia pun segera melangkah menuju celah itu. Begitu sampai, ia lalu merebahkan tubuhnya perlahan sambil mencari posisi tidur yang nyaman. Ia ingat bahwa salah satu sunnah Nabi Saw adalah tidur miring ke arah kanan, maka ia melakukan hal tersebut. Kemudian setelahnya, ia mulai merapal doa-doa yang dianjurkan untuk dibaca sebelum tidur oleh Mbah Yai, antara lain membaca surat Al-Ikhlas, surat Al-Falaq, surat An-Nas, ayat kursi, dll. Ia berharap dengan membaca rangkaian doa-doa tersebut akan mendapat perlindungan dari Alloh Swt dalam tidurnya. Ia juga berharap dengan membaca doa-doa tersebut, mimpinya nanti takkan menjadi seduka perbincangannya dengan Langit tadi.

Kala itu, langit masihlah sangat indah dengan purnama seperti tepat di atas kepala manusia. Bintang-bintang berkedip manja. Angin berdesir lirih, dan perjalanan mimpi pun mulai diputar kembali.

*****

Di suatu malam, dua pasang langkah berjalan bergandengan tangan, menuju lembah luas yang dipeluk tangan-tangan kokoh bukit-bukit yang berjajar melingkar. Bukit-bukit yang penuh sesak oleh wujud serta wangi bunga-bunga. Semerbak harum, halus melangkah memasuki setiap ruang kosong, dalam hati. Hanya mereka berdua, yang ada. Dua pasang langkah dalam pertanda. Atau lebih tepatnya tanda tanya. Purnama sungguh mekar sempurna, di balik bukit itu. Bukit di depan mereka berdua. Bukit dimana cinta tak lagi ragu akan wujudnya.

Pada suatu malam, entah kapan
kau menggandeng, kau berjalan di
sampingku, di persimpangan
yang tak jauh, kata-kata tak lagi abadi.

*****

Abdur tiba-tiba nampak sangat terkejut. Sepasang matanya seketika terbelalak seakan memperjelas raut wajahnya yang begitu kebingungan. Perlahan ia nampak mengitarkan pandangan ke area di sekelilingnya. Yang ia lihat hanya hamparan padang rumput luas, di tengah-tengah pelukan bukit-bukit penuh bunga. Yang ia cium hanya harum bunga-bunga yang menyerbak memenuhi ruang indera penciumannya.

Tak lama, ia alihkan pandangannya ke arah langit malam. Dan sungguh teramat indah apa yang ia lihat di situ. Purnama nampak begitu terang memancarkan rona bahagia tanpa gangguan gumpalan-gumpalan awan yang menghalangi wajahnya. Jutaan bintang nampak tersebar bagai intan permata di hamparan luas langit-langit malam dengan segala keindahan dan kemuliaannya.

Shubuh Itu Terbit dari Sepasang MatamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang