Kapan Kamu Menikah?

11 9 0
                                    

Selepas sholat maghrib berjamaah selesai, seketika seisi masjid terlihat dipenuhi oleh para santri yang sedang ngaos sorogan. Suara-suara bacaan kitab salaf terdengar mendengung di setiap sudutnya. Terpantul-pantul dari dinding ke dinding, dan dari pintu ke pintu. Tak ada celah kosong bagi kebisingan belaka yang mampu mengembangkan dirinya di tempat tersebut. Terlihat para santri terbagi menjadi beberapa kelompok kecil, yang tersebar di setiap penjuru mata angin. Beberapa di dekat saka guru, beberapa lagi di dekat pintu masuk, beberapa juga terlihat ada di serambi masjid dan sisanya tersebar tak beraturan.

Di serambi masjid, nampaklah Abdur yang baru saja menyelesaikan kegiatan ngaosnya bersama pak Ali. Perlahan ia terlihat meninggalkan tempat tersebut dan kemudian melangkah menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, ia dapati kamar tersebut masihlah sepi.

"Belum pada selesai sepertinya," gumam Abdur dalam hati seraya menyebarkan pandangannya ke sisi ruangan.

Selanjutnya, ia nampak meletakkan kitab yang berada dalam genggamannya di atas sebuah rak. Kemudian, ia terlihat beralih melangkah menuju lemari miliknya. Perlahan ia membuka lemari tersebut, lalu mengeluarkan sebuah buku catatan harian miliknya. Setelahnya, ia nampak menyandarkan punggungnya pada tubuh lemari tersebut yang diam mematung. Sejenak Abdur terlihat mengembangkan dadanya perlahan, kemudian tak berselang lama menyusutkannya kembali secara perlahan pula.

Setelahnya, ia terlihat membuka selembar demi selembar buku catatannya tersebut. Ia baca dengan teliti, tulisan-tulisan yang ia torehkan di atas setiap lembaran. Di lembar-lembar awal ia menemukan beberapa puisi ecek-ecekannya, yang salah satunya berbunyi,

Dan angin, mengajakku
pulang, kembali ke rumah
pada malam minggu, yang
ternyata itu, luka-lukamu.

Sedang di beberapa lembar setelahnya, Abdur menemukan seberkas dhawuh-dhawuh keluarga ndalem yang sering kali ia abadikan di buku tersebut setiap pulang ngaos. Dan salah satu dari dhawuh-dhawuh tersebut ialah dhawuh pak Ali yang berbunyi,

Effort is a prayer partner to make destiny the most beautiful
hasil tidak mengingkari usaha dan doa
jika hasilnya belum sesuai dengan doa berarti Alloh sedang menguji hati bagaimana bisa merasa cukup dan berterima kasih...

Dan di satu lembar yang terakhir, lebih tepatnya di sebuah sudut dalam lembar tersebut. Ia tanpa sengaja menemukan sebuah pertanyaan yang tertulis begitu tebal,

Ibu pernah sekali, bertanya padaku,
"Kapan kau menikah, Nang?"

Melihat tulisan tersebut, seketika pandangan Abdur terlihat layu. Ia kemudian perlahan nampak menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sesekali ia juga terlihat memejamkan sepasang matanya dan lalu menelusuri setiap lorong dalam otaknya, mencari-mencari dari mana tulisan itu berawal. Sedikit lama ia mencari-cari. Hingga kemudian pencarian tersebut pun terhenti, di sebuah titik yang lalu segera ia pahami bahwa itu adalah rumahnya. Abdur ingat betul saat-saat itu.

*****

Malam itu langit nampak sedikit cerah dengan goresan awan-awan tipis dimana-mana. Bintang-bintang berkedip manja, tersembunyi di balik kesunyian désa. Angin semilir berdesir pelan-pelan. Daun-daun pohon mangga di depan rumah satu per satu terlihat mulai tanggal perlahan. Jalanan telah sepi, seperti takkan ada lagi yang berkenan melewati. Kecuali bapak-bapak, yang sesekali berkeliling ronda malam. Dan dari teras sebuah rumah, sayup-sayup terdengar perbincangan yang memecah kesunyian.

"Kapan kamu menikah, nang?" tanya ibu tiba-tiba pada Abdur yang duduk di sebelah beliau.

Mendengar ucapan tersebut, sontak Abdur terperanjat kaget. Sepasang matanya seketika terbelalak dengan raut wajahnya yang perlahan berubah pucat kebingungan. Ia yang sedari tadi sedang fokus membaca sebuah buku, tiba-tiba hancur lebur seluruh kefokusannya itu. Pikirannya lantas berhamburan kemana-mana tak tentu arah. Sejenak ia hanya diam tak menjawab, pura-pura tak dengar. Yang keluar dari dirinya hanya sebatas tarikan serta hembusan nafas, sedang sisanya adalah kebingungan-kebingungan.

Shubuh Itu Terbit dari Sepasang MatamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang