...

50 12 4
                                    

Tak Nami sangka bahwa pakaian yang ia kenakan terlihat begitu menakjubkan. Ia menjadi curiga Viktor mencari tahu hal yang aneh tentang dirinya.

"Apakah ini cocok tuan malaikat?"

"Akan lebih cocok jika rambut mu tidak di kuncir seperti itu. Nami kamu akan pergi ke acara kelulusan bukan untuk jalan-jalan"

Nami menatap rambutnya yang sudah diikat rapih, menimbang berat.
"Terus aku harus apain rambut ku?"

"Entahlah, mengurainya mungkin atau memberikan jepit rambut."

Nami tidak berpikir itu ide yang bagus, apakah ia terlihat begitu buruk jika mengikat rapih rambutnya.

Nami menggeleng tidak setuju lalu mengambil tas nya, wajah nya begitu polos tanpa riasan yang berlebihan. Andaikan bibirnya dibumbui sedikit warna lipstik yang pekat, mungkin dia tidak akan terlihat seperti anak SMA.

Nami mengeluarkan sepatu heels nya yang sudah lama tidak ia pakai. Yah setidaknya ia bisa tampil formal, pikirnya.

Mereka kemudian berjalan keluar, Nami sedikit ragu pada penampilannya. Mungkin semua orang akan berpikir dia aneh.

Nami hampir sampai di halte bus berhenti saat melihat sebuah toko bunga, apakah bunga cukup untuk Viktor? Ia tidak mungkin membawa hadiah mahal.
Tapi Nami pikir itu adalah pemberian yang sudah baik.

Akhirnya Nami berangkat menuju tempat acara sambil memangku bunga tersebut.
Ia melihat lalu lalang yang begitu dinamis. Satu perhatian tertuju pada kaca bus yang sedikit memantulkan wajahnya.

Memang benar rambutnya begitu mengerikan dan terlihat lebih tidak cocok jika di ikat terlalu rapih seperti itu.
Nami lantas menarik ikatan rambutnya dan membiarkannya terurai.

Tuan malaikat melirik sejenak, tidak ada ekpresi meyakinkan dari sana. Tetapi tuan malaikat tahu Nami mengambil keputusan yang tepat.

Saat ia sampai, Nami sedikit merasa grogi. Melihat banyak orang yang tidak ia kenal, terlihat ceria dan bahagia berbanding terbalik dengan energi negatif yang ia punya.

"Ada apa? Apakah kamu ragu Nami?"

Nami tidak mengangguk dan hanya berusaha melangkah lebih jauh. Sekolah Viktor benar-benar luar biasa, sangat besar dengan fasilitas yang tidak bisa diragukan juga.

Nami diarahkan untuk masuk ke dalam aula acara yang sudah di siapkan.
Di sana ia bisa melihat banyak murid mengenakan baju kelulusan sedang berdiri mempersiapkan diri.
Nami sudah memperhatikan hal itu, tetapi belum menemukan Viktor dikerumunan tersebut.

Tak lama acara pun di mulai, Nami terus membenahi rambutnya yang terasa sedikit tidak nyaman. Melihat di sampingnya orang-orang dengan tatanan rambut dan pakaian rapih, dia sangat terbantu dengan pakaian yang Viktor berikan.

Dan selama acara berlangsung Nami akhirnya bisa melihat Viktor saat naik ke atas panggung.
Dari gerak gerik Viktor terlihat ia seperti mencari cari seseorang. Nami hanya bisa sedikit mengangkat tangannya sejajar dengan wajah sambil tersenyum, ia berharap Viktor bisa melihatnya di antara banyaknya wali murid.

Viktor menemukan Nami dan tersenyum begitu lebar, dia terlihat begitu senang.
Hingga acara akhirnya berakhir cepat.

"Selamat atas kelulusan mu Viktor"
Nami memberikan buket itu saat Viktor berlari mendekat.

"Waahh, kakak benar-benar cantik. Dan rambut yang terurai itu, keren"
Nami terkekeh Karena pujian Viktor, meskipun ia malu sekali.

Tuan malaikat yang menjaga Viktor ternyata ada di sana juga sedikit terlibat pembicaraan yang tak Nami dan Viktor mengerti.

"Ayo kita mengambil gambar, ini hal yang perlu di abadikan"
Ajak Viktor.

Mereka mengambil beberapa foto untuk kenangan yang indah. Apapun itu, Viktor senang ia tak perlu sedih tak memiliki keluarga. Karena ia pikir Viktor punya satu sekarang.

Viktor memiliki beberapa urusan dan Nami memilih pulang sendirian. Kebetulan ia juga harus mampir ke toko kue ibu Maria untuk menyiram bunga. Sungguh sayang jika bunga indah di sana ikut mati.

Masih di perjalanan, Nami perlu mampir di supermarket membeli sikat gigi.
Mereka melewati rak bahan makanan pokok. Nami terheran melihat hal ini lalu bertanya pada tuan malaikat.

"Tumben sekali tuan malaikat tidak memaksa ku membeli makanan sehat"

"Kamu akan makan itu tanpa paksaan ku, ingat Nami kamu harus perduli pada dirimu sendiri karena aku akan segera pergi"

Nami terlihat sedih saat ini. Berati dia benar benar akan kesepian tak lama lagi.
Hal yang ia tak harap untuk datang kembali, tapi beruntung sekali karena ia masih memiliki ibunya.

"Yaah, aku tau. Terimakasih selama ini sudah mengingatkan aku tuan malaikat"
Ucapan itu terdengar saat mereka sudah keluar dari toko.

Tapi kali ini langkanya langsung terhenti karena sebuah alasan yang selalu sama.

Finn dan kekasihnya.

Mereka benar-benar berpapasan. Saling berhadapan, membuat Nami menatap terkejut.

"Nami"
Itu kata yang terucap oleh Finn.

Nami hanya berdehem kecil dan berjalan pergi tanpa memperdulikan Finn.
Dadanya terasa begitu sesak, saat ia harus selalu menghindar seperti ini.

"Nami tunggu"
Finn mengejar Nami meskipun wanita yang bersamanya mencegah.

"Nami, bicaralah pada Finn. Ini bisa jadi kesempatan terakhir mu"

"Gak tuan malaikat, aku bakal bikin pacarnya kesal"
Nami makin mempercepat langkahnya, ia tahu Finn mengejar.

Dan di saat itu telpon berdering. Nami mengangkat panggilan dari seseorang yang tidak ia kenal masih sambil berjalan terburu-buru.

"Nami"
Panggilan Finn masih bisa ia dengar.

"Nami, berhati-hatilah"
Kata tuan malaikat dengan nada rendah.
Nami tidak mendengar satu katapun karena ia sedang tidak mengerti apapun saat ini.

Bahkan ia tidak memperhatikan rambu lalu lintas yang sudah berubah di penyeberangan jalan.

Sebuah mobil sedan saat itu sedang melaju cepat.

"Kita akan bertemu setelah ini Nami"
Tuan malaikat berhenti di trotoar bersamaan semua orang.

Dan saat itu tabrakan maut datang menghantam Nami.
Ia terpental jauh dan jatuh berguling.

"NAMI!!!"
Teriakan Finn sangat keras, ia langsung berlari kencang. Semua orang di sana terlihat histeris, mereka kaget dengan wajah panik.

Mobil sedan akhirnya berhenti saat menabrak pembatas jalan, dan mobil pun mengeluarkan asap yang mengepul.

Finn memangku Nami tak memperdulikan darah yang mengalir begitu deras.

"Namii!!! Sadarlah!"
Mata Nami sudah tertutup rapat dan tidak akan terbuka hanya karena panggilan dari Finn.

Tak banyak orang yang membuka ponsel mereka dan merekam hal ini. Tanpa perduli privasi mereka hanya bertindak seenaknya, di sana dan di sini suara ketakutan dan ada suara tangis.

Kecelakaan hebat ini, seakan sudah mengakhiri segalanya. Di saat akhir Nami tahu mengapa tuan malaikat ada di sampingnya. Dia terlambat untuk mengatakannya dengan lantang.

Finn, dia kehilangan Nami lagi.

.

.

.

Girl With Guard-  [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang