WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
Hilal membuka manik matanya yang indah, membuatnya menatap langit-langit kamar penginapan.Tak seutuhnya manik indahnya itu terlihat, sebab pandangannya yang sedari dulu tajam membuat manik matanya hanya nampak setengahnya saja. Tajam dan dingin.
Melihat ke area sekitar, Hilal lantas membuka tirai kamarnya agar cahaya matahari memenuhi ruangan yang suram itu.
Sunyi.
Hal yang paling Hilal sukai adalah kesunyian.
Namun, mengapa sekarang rasanya ia jadi membenci hal itu?
Ada yang kurang di sini.
"Kak Hilal!"
Mengulum senyum tipis, Hilal kembali ke ranjangnya dan merampas ponsel yang melekat di samping bantalnya.
Lantas jari jemarinya bergerak cepat mencari sebuah kontak seseorang. Adiknya, Taufan.
Sebelum mengirim pesan, ia kembali membaca pesan-pesan yang sudah berlalu. Tidak menarik. Hanya ada Taufan yang mengoceh tidak jelas dan dirinya yang hanya menjawab dengan satu kalimat. Namun sekarang, entah mengapa ia merindukan ocehan adiknya di via WhatsApp.
"Fan..."
TRING!
Dengan cepat Hilal membuka aplikasi chatnya. Namun sayang, senyumnya kembali luntur begitu ia melihat nama kontak dari sang lawan bicara, Hamza.
Pak Hamza : Nak Hilal, tolong bersiap dan ke ruang pertandingan. Kita lanjutkan latihan kemarin.
Berdecih pelan, Hilal hanya membalas singkat chat dari guru itu kemudian beranjak pergi ke arah lemarinya.
Menyiapkan bajunya lantas pergi ke kamar mandi.
Satu menit.
Lima menit.
Sepuluh menit.
TRING!
BRAK!
Secepat kilat, Hilal yang hanya memakai handuk putih sebagai celana dan rambut yang masih penuh dengan busa shampoo segera berlari keluar kamar mandi begitu mendengar notifikasi dari ponselnya.
Mengambil ponselnya dengan cepat dan segera menyalakan benda datar berlayar canggih itu.
Maniknya sempat berbinar sebelum membuka aplikasi chat nya "Gue mohon, Fan ..."
Oh, betapa tinggi harapannya itu.
Theo : Hilal, catatan sekolah kemarin bertambah. Tunggu gue kirim.
Helaan napas kecewa terhembus begitu saja, bersamaan dengan tangan Hilal yang mengangkat tinggi-tinggi ponselnya, merasa kesal di beri harapan palsu.
"Sudahlah, buang waktu saja," ucap Hilal pasrah, meletakkan ponselnya baik-baik di atas meja kemudian kembali ke dalam kamar mandi.
Dan dalam rutinitas Hilal di dalam kamar mandi, ponselnya kembali berbunyi beberapa kali. Namun ia sudah tak peduli, mengingat dirinya sudah dua kali terkena prank oleh bunyi terkutuk itu.
Lama Hilal berada di dalam sana, enggan rasanya keluar dan kembali latihan bersama guru menyebalkan itu. Namun, berdiam di sana saja tak ada gunanya, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day
Teen FictionKehidupan dan kematian silih bergantian setiap harinya. Ketika lahir, kau menangis. Namun orang-orang tersenyum bahagia. Dan ketika meninggal, orang-orang menangis, namun kau tersenyum bahagia. Kematian memang akan menjemput setiap umat manusia. Nam...