Bab 30 : Operasi

225 15 3
                                    

WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
"Di mana ini?"

Zhao menatap bajunya yang serba hitam. Memangnya Zhao berziarah ke kuburan siapa, sampai-sampai bajunya bisa serba hitam? Zhao tidak ingat sama sekali.

Namun, ia menyadari sesuatu. Ini bukan di rumahnya, bukan pula di sekolah. Dengan panik, ia menatap lurus ke depan, berusaha menepis rasa takutnya.

"Eh? Ini kayak tempat ibadah umat Muslim."

Pandangan Zhao kini mengarah pada seseorang yang memegang mic. Mungkin untuk mengumandangkan adzan. Lantas mengapa dirinya mendadak ada di Masjid?

"Innalilahi wainnailaihi Raji'un. Telah berpulang ke Rahmatullah Keanu Taufan bin Agam."

DEG! 

Tubuhnya membeku. Ia tidak salah dengar, kan? Keanu Taufan adalah nama sobatnya yang sedang berada di rumah sakit. Mimpi macam apa ini?

Tiba-tiba saja ia berada di dalam masjid dan mengenakan pakaian hitam, dan sekarang mendengar berita bahwa Taufan telah berpulang ke pelukan Tuhan?

"G-gak mungkin itu lo, Fan."

Latar pun berpindah ke kediaman Taufan. Semakin sesak napasnya begitu melihat tepat ke bawah lantai yang dilapisi karpet. Jasad Taufan terpampang jelas di sana.

Dengan tubuh Taufan yang sudah dibalut kain kafan, dan dibalik bibirnya yang pucat, Taufan mengulum senyuman tanpa beban. Apa yang ia lihat sebenarnya? Taufan meninggal dunia dengan seulas senyum?

Tidak, tidak.

Lutut Zhao melemas. Ia meraba tembok, dan berusaha menenangkan dirinya. Rasanya ia lupa bagaimana cara bernapas. Terlalu nyata untuk disebut mimpi.

"F-fan? Gak mungkin meninggal, kan? S-siapapun tolong bangunkan gue dari mimpi buruk ini!" Zhao menampar pipinya berkali-kali, berharap ia segera bangun. Namun usahanya tidak membuahkan hasil.

Tiba-tiba saja Zhao merasakan desiran angin yang begitu sejuk. Desiran angin itu mengalihkan perhatiannya. Ia melihat ke arah pintu, dan terdapat Taufan yang sedang tersenyum.

"Fan!" Zhao menghampiri Taufan yang melambaikan tangan padanya. Senyumnya semakin lebar, begitu ia melihat kaki Taufan yang menapak di tanah.

"Gue tahu lo belum mati. Lo tadi prank satu kampung, kan? Sampai-sampai diumumkan ke masjid. Gurauan lo gak lucu," ujar Zhao sedikit kesal.

Senyuman lebar yang Taufan berikan, sedikit menurun. Kini hanya senyuman sendu yang terpampang di bibirnya. Tatapannya yang sudah tak lagi seperti biasanya, membuat perasaan Zhao semakin tidak enak.

"Lo gak mati, kan? Iya, kan?" tanya Zhao semakin merasakan sesak di dadanya.

Taufan menggelengkan kepala. Melihat itu, Zhao merasa kecewa. Tidak mungkin Taufan melakukan gurauan berlebihan seperti ini. Ia yakin itu.

"Sorry."

Taufan membalikkan tubuhnya, berjalan menjauh dari Zhao. Ingin sekali Zhao berlari dan menahan Taufan berjalan mendekati cahaya yang begitu silau, namun kakinya seperti di rantai.

Suaranya tidak bisa keluar. Hanya bisa mengulurkan tangan, meminta Taufan membalikkan badan dan berhenti berjalan ke arah cahaya.

"Jangan pergi!"

Sesaat setelah itu, Zhao terbangun. Mimpi buruknya membuat kepalanya pusing, napas pun sesak. Namun ia merasakan ada tangan yang menggenggamnya dengan gemetar.

Last DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang