WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
Keesokan paginya, Hilal dan juga Taufan mendapatkan surat dispensasi. Itu artinya, mereka harus pergi berlatih untuk memenangkan pertandingan masing-masing. Sebelum Hilal pergi, ia berpesan pada Taufan."Jaga diri lo baik-baik selagi gue pergi, Fan."
Taufan mengulum senyuman khasnya. "Iya, tenang aja, Kak! Upan bakal baik-baik aja, kok."
Anak itu. Entah mengapa Hilal tidak mau meninggalkannya. Tapi ia sudah terlanjur janji pada guru untuk memenangkan lomba, sekaligus meraih juara dan uang agar hidup mereka terpenuhi.
"Kalau ada apa-apa, bilang ke gue," ucapnya.
"Iya, Kak. Tenang aja, gue pasti kabari, kok. Gak mungkin gue kabari lo, Kak. Yang ada lo gak fokus pertandingan."
Senyuman tetap ia pamerkan pada Hilal, berupaya menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja. Namun mau bagaimanpun juga, Hilal tidak bisa dibohongi. Tatapan penuh rasa kekecewaan dan kesedihan, sangat tampak dengan jelas.
Tangan kasar milik Hilal mendarat pada kepala Taufan, mengambil topinya dan mengusap lembut surai rambutnya.
"Gue bakal cepat pulang, kok," ucap Hilal, berusaha membuat adiknya tak murung lagi.
Taufan hanya membiarkan tangan besar Halilintar memenuhi kepalanya, sesekali menutup matanya untuk merasakan kenyamanan dan kehangatan usapan itu.
Taufan tersenyum lebar. "Ish, gue bisa jaga diri, kok!" membalikkan posisi tubuh Hilal, Taufan mendorong Hilal ke arah pintu.
"Udah-udah, sana pergi! Gue juga harus siap-siap buat ke sekolah!" usir Taufan.
Wajah Hilal kian mendatar, tak yakin jika anak yang suka membuat kekacauan ini bisa menjaga rumah. Yang ada rumah mereka mungkin akan hangus terbakar ketika Hilal pulang.
"Kalau bahan makanan habis, beli makanan instan di ojek online," pesan Hilal.
"Iya, gue_"
"Kalau gak mau, lo bisa beli bahan masakan lagi, nanti gue transfer uangnya."
"Ka_"
"Kalau lo keluar rumah, pastiin kompor mati, pintu rumah terkunci, jemura_"
"Iya-iya-iya! Gue tahu! Gue tahu! Tumben lo cerewet, udah sana pergi!" usir Taufan lagi mendorong punggung Hilal.
Setelah Hilal menjauh dari pandangannya, tawa dan senyumnya hilang seketika. Digantikan dengan air mata dan senyum sendu.
"Gue harap kakak menonton pertandingan skateboard..."
Tak lama, ia menutup kembali pintu rumah. Baru beberapa menit Hilal pergi meninggalkan rumah, ia sudah merindukannya. Rumah sepi tanpa kakaknya.
Taufan menghela napas panjang, sebelum ia memikirkan sesuatu.
"Kayaknya gue kelupaan sesuatu deh," gumamnya memegang kepala, berusaha mengingat hal yang ia lupakan.
Tring!
Suara ponsel membuat Taufan membuka pesan. Setelah tahu pesan itu dari siapa, Taufan mendadak pucat pasi.
"GUE LUPA HARUS LATIHAN JUGA!"
***
Hilal memasang headset nya begitu masuk ke mobil, duduk di sudut belakang dekat jendela, berada di antara guru-guru yang ikut dengannya untuk mengawasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day
Novela JuvenilKehidupan dan kematian silih bergantian setiap harinya. Ketika lahir, kau menangis. Namun orang-orang tersenyum bahagia. Dan ketika meninggal, orang-orang menangis, namun kau tersenyum bahagia. Kematian memang akan menjemput setiap umat manusia. Nam...