WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
Sepulang dari rumah sakit, Hilal membuatkan bubur untuk Taufan. Meski sudah di rumah, tetapi Hilal masih berusaha mencari pekerjaan.Apa pun caranya. Demi Taufan, ia akan bekerja. Tidak peduli dengan peringkatnya yang akan turun. Asalkan Taufan selamat, ia bahagia.
Drrtt
Suara telepon membuyarkan lamunan Hilal. Ia merogoh saku celananya, dan tertera nama Theo.
Apa?
Theo : Buka pintu lo! Gue udah setengah jam di sini, sialan!
Theo mematikan ponsel, membuat Hilal merasa bingung untuk beberapa menit. Malas untuk memikirkannya, Hilal menyajikan bubur dan membuka kunci pintu.
"Tega lo! Kepanasan kita tunggu lo!" Theo mengibaskan tangannya begitu Hilal membukakan pintu.
Begitu juga dengan Zhao yang refleks duduk di lantai, mencari kesejukan. Entah apa yang ada di pikiran mereka.
"Btw, Kak. Izinkan kita masuk," ucap Zhao memohon.
Memutarkan kedua bola matanya, Hilal mempersilakan mereka untuk masuk ke dalam rumah.
"Gitu dong! Sama tamu kok jahat!" gerutu Theo.
"Lo nya aja yang_"
"Yang apa?" ketus Theo.
"Ck. Udahlah, kalau mau minum, ambil aja sendiri. Gue ke atas dulu, antar bubur buat Taufan," ucap Hilal menaiki anak tangga.
Begitu ia sampai di depan pintu kamar Taufan, Hilal mengetuknya perlahan.
"Fan? Makan dulu, yuk. Di bawah juga ada Zhao."
Namun Taufan masih tak kunjung membukakan pintu. Hal itu membuat Hilal merasa panik.
"Fan? Makan, yuk? Habis itu minum obat, terus tidur biar cepat sembuh," bujuk Hilal berusaha sabar.
Begitu mendengar Taufan membuka kunci pintu, ia tersenyum simpul dan menghela napas lega.
"Mau makan di bawah atau ku suapi di kamar?" tanya Hilal berjaga-jaga.
"A-angin mau di bawah," jawab Taufan dengan nada yang begitu lemah.
Hilal mengangguk dan memapah Taufan untuk ke bawah. Dengan sangat hati-hati dan penuh ketelitian, Hilal tidak mau membuat Taufan terluka sedikit pun.
"Zhao?"
Begitu menyadari kehadiran Zhao dan kakaknya, Taufan sedikit terkejut. Karena jarang sekali mereka datang ke rumahnya.
"Yo. Ke mana aja lo? Sendirian gue di sekolah," ungkap Zhao.
Menyunggingkan senyuman miring, Taufan pun menggoda Zhao. "Cieee, ada yang kangen nih sama gue karena sehari gak sekolah."
Zhao membulatkan matanya. Yang benar saja? Memalukan!
"G-gue bilang gue sendirian di sekolah, bukan kangen, ya! Jangan salah paham!" elak Zhao meminum air.
Terkekeh pelan, Taufan duduk di sebelah Theo, dan menerima suapan Hilal. Ah, rasanya jadi rindu ibu mereka yang sudah lama tiada.
"Jadi, ada apa kalian datang ke rumah kami?" tanya Hilal membuka suaranya.
"Itu ... Pak Hamzah," jawab Theo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day
Ficção AdolescenteKehidupan dan kematian silih bergantian setiap harinya. Ketika lahir, kau menangis. Namun orang-orang tersenyum bahagia. Dan ketika meninggal, orang-orang menangis, namun kau tersenyum bahagia. Kematian memang akan menjemput setiap umat manusia. Nam...