WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
BRAK!BUGH!
"SUDAH BERANI BOLOS YA KAU?! MAU MU APA SIH?!" Loud membentak sekaligus memukul pipi kanan Zhao hingga pemuda berambut acak-acakan tersebut tersungkur dan memegang pipinya.
"BERSYUKUR KAU SEKOLAH! LIHAT ANAK-ANAK LAIN! DI MANA RASA SYUKUR MU, HAH?!"
Zhao mengepalkan kedua tangannya, menatap Loud dengan penuh kebencian.
"Loud! Sudahlah. Jangan keterlaluan seperti itu. Dengarkan dulu alasannya," lerai Nadhira.
"Ibu benar. Aku yang menjadi sa_"
"DIAM KALIAN BERDUA! PERGI KE KAMARMU! JANGAN HARAP ADA MAKAN SIANG!"
"...."
BLAM!
***
"Sudah waktunya untuk kerja, ya?" gumam Hilal menatap jendela yang membiaskan cahaya berwarna jingga.
"Kakak!" Hilal menolehkan kepalanya ke arah belakang, melihat sosok Taufan yang datang ke kamarnya dengan wajah berseri-seri.
Entah sejak kapan senyum tipis terulas dalam wajah tampan Hilal.
"Gue baru coba resep kue baru!" Ia menggapai tangan Hilal, menariknya keluar kamar. "Sini, Kak! Cobain, deh!" pinta Taufan saat mereka menuruni anak tangga.
Entah kenapa ada sedikit rasa syukur dalam hati Hilal. Senang melihat adiknya masih bisa bergerak aktif setelah sempat drop tadi.
Ingin rasanya ia kembali melihat Taufan yang kembali lebih lincah daripada ini.
"Kak! Woi!" Satu bentakkan suara dengan lambaian tangannya di udara itu mampu membuat Hilal kembali sadar seutuhnya.
Taufan terlihat berdecak kecil. "Ish, malah melamun. Ini cobain!" pinta Taufan yang entah sejak kapan mengangkat biskuit yang ia buat.
Hilal sejenak menghela napas. "Iya-iya, maaf," balasnya kemudian mengambil biskuit tersebut. Kemudian mulai melahapnya hanya dengan sekali gigit.
Sebuah senyum tulus kemudian kembali mengembang, diikuti dengan gerakan tangan Hilal yang refleks kembali mengambil sepotong biskuit yang masih berada di atas loyang.
"Bagaimana?!" pekik Taufan menunggu pujian kakaknya. "Enak, Kak?!"
Hilal mengangguk, menelan biskuit pertama. "Iya, enak, Fan."
Satu kalimat, tiga kata, nada datar. Mampu membuat Taufan meloncat kegirangan di dalam dapur.
"Yes! Berhasil!"
Hilal tersenyum simpul. Tangan besarnya meraih pucuk kepala Taufan dan mengelusnya perlahan.
"Tuh kan, adik gue anak spesial yang dititipkan Tuhan ke rahim Mama," ujar Hilal.
Entah mengapa terdapat sedikit rasa sakit di hatinya saat mengucapkan hal itu.
"Uhm!! Angin bersyukur bisa lahir dari rahim Mama bareng Kakak!" Taufan menyahut dengan sedikit air mata dan pipi yang merona.
Sesaat setelah itu, Taufan menguap dan menutup mulutnya. Berkali-kali ia mengedipkan matanya agar tidak tertidur dan mengantuk, namun hal itu membuat kantuknya semakin parah
"Tidur sana. Kayaknya lo kecapekan banget. Gue tinggal dulu sebentar, ya. Lo jaga rumah," ucap Hilal membaringkan Taufan ke sofa dan menyelimutinya.
"Eh? Kakak mau ke mana?" tanya Taufan mengucek matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day
Teen FictionKehidupan dan kematian silih bergantian setiap harinya. Ketika lahir, kau menangis. Namun orang-orang tersenyum bahagia. Dan ketika meninggal, orang-orang menangis, namun kau tersenyum bahagia. Kematian memang akan menjemput setiap umat manusia. Nam...