Bab 28 : Penyesalan

160 16 8
                                    

WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
Lagi dan lagi Taufan berada di ruangan ini. Apakah sudah menjadi takdirnya untuk terus berada di rumah sakit ini, begitu?

Setelah menyelesaikan ujian online, Hilal kembali menghela napas. Merasa sudah tidak ada jalan keluar lagi. Sekarang ini, Hilal hanya mengharapkan keajaiban Tuhan.

"Hal? Lo balik lagi?" tanya Amir menghampiri Hilal dengan menggendong tas berat.

"Hn."

Amir dan Fathimah duduk berdampingan. Melihat Hilal yang kembali ke rumah sakit, sudah dipastikan bahwa Taufan kembali drop.

"Bagaimana keadaan Taufan? Kenapa dia bisa kembali ke sini lagi?" tanya Fathimah membuka pembicaraan.

Menghela napas panjang, Hilal mulai menjelaskan apa yang telah terjadi hingga membuat Taufan drop.

"Setelah mencukur rambut, gue tinggal dia pergi karena gue mau beli makanan. Setelah gue pulang, Taufan menjauh dan bilang kalau orang-orang di sekitarnya menggunjing dan dicap anak penyakitan," jawab Hilal mengusap kasar wajahnya.

Mendengar jawaban Hilal, tentu saja Amir dan Fathimah merasa marah. Terkadang manusia sering menganggap remeh dan menjadikan fisik, penyakit, dan semacamnya sebagai sebuah candaan.

"Itu sih keterlaluan. Terus lo mau lakukan apa terhadap mereka?" tanya Amir.

"Ya begitu. Diam."

Terjadi keheningan diantara mereka bertiga. Tak tahu ingin membicarakan apa jika situasinya sedang seperti ini.

Tak lama, dokter keluar dan membuka maskernya.

"Bagaimana kondisi adik saya?!" tanya Hilal langsung berdiri dari tempat.

"Kondisi adikmu semakin memburuk. Saat siuman nanti, segera lakukan operasi. Uangmu masih belum cukup untuk melakukan operasi, jadi segeralah lunasi."

Untuk kali ini saja, Hilal tidak mau marah. Demi kesembuhan Taufan, ia harus segera melunasi utang biaya operasi yang masih banyak.

Dengan kepalan tangan yang kuat, Hilal mulai bertanya. "B-berapa lagi yang harus saya bayar?"

"Sepuluh juta."

Antara terkejut dan heran, Hilal refleks menatap dokter tersebut. Paham maksud dari tatapan yang Hilal berikan, dokter itu menjawab.

"Ada yang membayar dan hampir melunasi semua biaya rumah sakit ini. Dan mereka meminta kami merahasiakannya. Jadi, berterima kasihlah karena bantuan mereka, kami mau melakukan tindakan operasi."

Setelah itu, dokter tersebut melenggang pergi. Ada rasa bimbang di hati Hilal. Apakah ia harus menjenguknya terlebih dahulu, atau langsung pergi kerja untuk mendapatkan uang tambahan?

"Hal, kenapa gak masuk?"

Tepukan di bahunya, membuat kesadaran Hilal kembali. Ia menoleh ke samping, ternyata sudah ada Amir dan Fathimah di sana.

"Gue tahu kalian mau pulang. Tapi gue minta, tolong jaga adik gue selagi gue kerja."

Terkejut dengan ucapan Hilal, Amir mengeluarkan suaranya.

"Ini masih shift pagi, Hal. Lagi pula, kalau lo ke sana jam segini, lo udah kesiangan."

"Gue kerja sampai malam. Tolong ... Gue harus melunasinya, atau tidak adik gue gak akan selamat," lirih Hilal.

Last DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang