Bab 21 : Menjenguk

106 16 4
                                    

WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
Mata yang tertutup rapat, mulai terbuka dengan perlahan. Memulihkan pandangannya, ia mengubah posisinya menjadi duduk.

Tangannya meraba-raba sekitar, mencari keberadaan adiknya. Merasa Taufan tidak ada di sampingnya, refleks Hilal turun dari ranjang dan berniat mencari Taufan.

"Eh? Kak Hilal udah bangun?" Taufan menoleh ke arah Hilal dan menghampirinya. "Demamnya gimana?"

Hilal menepis pelan tangan Taufan. Dan ia baru menyadari adanya pasien perempuan yang tengah duduk di sofa.

"Gue gak kenapa-kenapa, Fan. Lo yang harus diperhatikan," ucap Hilal.

"Tapi Kakak tetap sakit. Angin udah gak apa-apa, kok. Gak usah khawatirkan Angin," tegas Taufan.

Namun Hilal tidak sebodoh itu untuk mempercayai ucapan Taufan. Bagaimana caranya untuk memberitahukan pada Taufan bahwa penyakitnya sudah menginjak stadium tiga?

"Oh iya, Kak. Dia Fatimah, temanku di kamar sebelah. Fatimah, kenalkan. Dia kakakku."

Taufan mengalihkan topik dengan memperkenalkan kakaknya kepada Fatimah.

"Assalamualaikum, Kak. Saya Fatimah. Senang bisa bertemu dengan Kakak," sapa Fatimah menyatukan kedua tangannya.

Hilal mengangguk dan ikut menyatukan kedua tangannya. "Gue Hilal."

Fatimah hanya menjawab dengan sebuah anggukan kepala dan senyuman manis.

"Hn, cewek yang berbeda dari yang di sekolah," batin Hilal.

Merasa canggung, Fatimah berusaha mencari topik. Mengapa mencari topik itu susah sekali? Terlebih pada orang yang baru ia kenali.

"Uh, kalian baru di sini?" tanya Fatimah. "Ah, apa yang ku tanyakan? Memalukan."

Melihat tingkah Fatimah, mengundang tawa pemuda penyuka warna biru itu. "Pfft. Lo lucu juga, ya. Iya, gue baru di sini."

Berusaha menahan malunya, Fatimah menundukkan kepala dan mengangguk samar. Ingin rasanya ia menghilang dari rumah sakit ini.

"Lo pasien lama, ya?" Merasa penasaran dengan gadis itu, Hilal pun bersuara.

"Gak terlalu lama juga, Kak. Saya di sini baru satu Minggu," jawab Fatimah berusaha ramah.

Mengangguk paham, Hilal kembali berkutat pada ponselnya. Hal itu membuat Fatimah semakin merasa canggung. Harus apa lagi agar ia bisa berteman dengan penghuni baru?

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu, membuat mereka menoleh bersamaan. Apa mungkin perawat atau dokter yang ingin memeriksa keadaan Taufan?

"Sebentar!"

Beranjak dari tempat duduk dan menyimpan ponselnya, Hilal membuka kenop pintu. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui siapa yang mengetuk pintu.

"Amir?"

"Lah? Hilal?"

Melirik ke penjuru kamar inap, Amir menemukan adiknya yang tengah berbincang dengan Taufan. Ternyata Fatimah benar-benar menyapa pasien baru.

"Izin masuk, Hal."

Hilal mempersilakan Amir untuk masuk ke kamar inap Taufan dan kembali membuka ponselnya.

"Fatimah."

Suara berat khas Amir, membuat Fatimah membeku di tempat. Apakah kakaknya marah? Ah, salahnya juga karena tidak berpamitan pada kakaknya.

Last DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang