Bab 23 : Permohonan

99 14 6
                                    

WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
Sore ini, Fatimah kembali menjenguk Taufan dengan membawa buah tangan. Di dalam, sudah ada Taufan dan juga Hilal. Ah, lagi-lagi tatapan kakaknya seakan tak menyukai kehadirannya.

"Assalamualaikum. Gue bawa buah tangan lagi buat kalian," sapa Fatimah meletakkan buah tangannya di atas meja.

Taufan yang sedang berbaring pun berusaha untuk duduk, dibantu dengan Hilal. Ia tersenyum hangat pada Fatimah.

"Wa'alaikumussalam, Fathi." Taufan melihat isi buah tangan yang diberikan oleh Fathimah. "Wah, biskuit! Lo tahu aja kesukaan gue! Makasih, ya. Gue bagi-bagi sama Kak Hilal."

Senyumnya semakin lebar dan menampakkan deretan giginya yang rapi. Padahal suhu sedang dingin, namun mengapa Fathimah merasakan panas di pipinya?

"Fathi?! Lo demam? G-gimana kalau lo kembali ke kamar lo aja?" saran Taufan merasa cemas.

Fathimah menggelengkan kepalanya dan menunduk dalam, tidak bisa menatap Taufan dengan lama.

"Uh, K-kak! Panggil kakaknya, dong! Kasihan Fathi," pinta Taufan pada Hilal.

Manakala Hilal menghela napas panjang dan memijit pelipisnya. "Dia gak sakit, lo yang gak peka, Fan."

Semakin memerah pipi Fathimah mendengar penuturan Hilal. Padahal dirinya hanya menganggap Taufan sebagai teman, mengapa Hilal bisa berbicara seperti itu dengan lantang di hadapannya?

"G-gue permisi, ya. Gak bisa lama-lama di sini, sebentar lagi Kakak pulang."

Bicara soal Amir, sudah berapa hari Hilal tidak bekerja? Apakah gajinya akan dipotong? Ataukah dikeluarkan dari restoran?

Tring!

Nak Hilal, besok harus bekerja. Pelanggan semakin banyak, dan kami kekurangan pekerja. Dimohon untuk kedatangannya, terima kasih.

Sudah Hilal duga akan seperti ini. Tapi setidaknya Hilal bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk bekerja, dan tidak di keluarkan dari restoran.

"Kak, dari siapa?" tanya Taufan begitu menyadari Hilal berkutat dengan ponselnya.

"Dari orang asing," jawab Hilal kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celananya.

"Cih, yang banyak penggemar." Taufan mencibir Hilal, membuatnya menghela napas panjang.

"Fathi, titipkan salam gue buat kakak lo. Cepat sembuh juga," ucap Hilal.

Fathimah mengangguk cepat dan berpamitan dengan kedua kakak-adik tersebut.

"Iya. Pamit dulu, ya. Assalamualaikum."

Fathimah menutup pintu secara perlahan, menyisakan dua orang yang sedang dilanda kecanggungan.

"Kak_"

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu, membuat keduanya menoleh. Hilal berjalan dan membukakan pintu, dan terkejut dengan kehadiran Zhao. Anehnya lagi, tidak ada Theo yang menemani.

"Boleh masuk?"

"Silakan."

Hilal kembali menutup pintu dan memainkan ponselnya lagi, manakala Taufan tersenyum hangat begitu melihat Zhao yang menjenguknya.

"Yo, gimana sekolahnya? Baik-baik aja, kan?" tanya Taufan basa-basi.

Zhao diam tak menjawab, hanya memberikan tatapan kosong menghadap lurus. Hal itu membuat Taufan khawatir dan sedikit takut jika Zhao dirasuki arwah.

Last DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang