WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
"Obatnya di minum 3× sesudah makan. Sering-sering kontrol ke sini. Semoga cepat sembuh."Ya, Taufan memaksa Hilal untuk pulang. Dan kini, keduanya berada di sekolah, mengerjakan ulangan dengan tenang tanpa ada yang bersuara.
Sejak tadi pagi, Taufan sudah sangat bersemangat untuk kembali sekolah. Ia ingin belajar bersama teman-temannya lagi, dan bermain bersama.
Semoga saja penyakitnya tidak kambuh di kelas. Ia tidak mau merepotkan kakaknya lagi.
"Waktunya tinggal 10 menit lagi. Yang sudah selesai mengerjakan harap kumpulkan dan keluar kelas, terima kasih."
Ucapan guru pembimbing, membuat kelas menjadi tegang. Untung saja Taufan sudah selesai, ia pun memutuskan untuk mengumpulkannya. Kebetulan sekali, Hilal sudah selesai.
"Oh, anak yang tahunya hanya tawuran ternyata mengumpulkan yang paling cepat. Pasti asal-asalan," ucap guru tersebut meremehkan hasil kerja Taufan.
"Oh, orang yang bisanya menjelekkan nama baik adik saya ternyata bisa menjadi seorang guru. Pasti lewat jalur orang dalam," balas Hilal menarik lengan Taufan ke luar kelas.
"Huh! Anak tidak tahu diri! Untung dia anak kebanggaan sekolah."
Di luar, Taufan menghentikan langkah Hilal, membuatnya menoleh ke arah Taufan.
"Hn?"
"Udah, Kak. Jangan marah. Dia benar, kok. Angin kan ... Gak belajar dengan sungguh-sungguh," lirih Taufan menurunkan lidah topinya.
"Seenaknya dia bilang kayak gitu. Gak usah didengar. Gue lihat lo belajar mati-matian, kok. Udah, tenang aja. Gue sama Tuhan yang jadi saksi atas usaha dan kerja keras lo, Fan. Gak usah memikirkan perkataan iblis yang menjelma sebagai seorang guru," tegur Hilal.
Sedikit kesal sebenarnya. Tapi, demi Taufan ia harus sabar dan melembutkan nada bicaranya.
Taufan hanya menganggukkan kepalanya dan memaksakan untuk tersenyum, meski hatinya terasa sakit.
"Iya, Kak."
Matanya menangkap seseorang yang sangat mereka kenali. Theo dan Zhao yang berjalan beriringan.
"Zhao! Kak Theo!"
Taufan melambaikan tangan dan menghampiri mereka berdua dengan seulas senyum.
"Hai, Fan."
Theo tersenyum simpul setelah menyapa Taufan. Kemudian, ia menatap Hilal. "Kenapa? Muka lo kusut kayak baju yang gak pernah di setrika."
Hilal memutarkan kedua bola matanya. "Yang penting masih ganteng."
Entah mengapa Theo merasa merinding. Apakah ini adalah Hilal yang ia kenali?
"Kesurupan, lo?!"
"Gak."
Interaksi antara Theo dan kakaknya, mengundang tawa Taufan. Ya, hanya Taufan, tidak untuk Zhao.
"Haha, kalian lucu banget. Mumpung semuanya udah ngumpul di sini, gimana kalau kita ke kantin dulu?" usul Taufan. "Mumpung masih ada waktu tiga puluh menit lagi."
Mengangguk setuju, mereka berjalan beriringan ke kantin. Namun, sedari tadi Zhao menjadi lebih pendiam seperti Theo dan Hilal. Apakah Zhao masih belum berdamai dengan ayahnya?
"Zha, bibir lo kenapa bimoli?"
Menatap tajam, Zhao membalas dengan ketus. "Ck. Bimoli apaan?!"
"Bibir monyong lima senti," jawab Taufan dengan nada mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day
Fiksi RemajaKehidupan dan kematian silih bergantian setiap harinya. Ketika lahir, kau menangis. Namun orang-orang tersenyum bahagia. Dan ketika meninggal, orang-orang menangis, namun kau tersenyum bahagia. Kematian memang akan menjemput setiap umat manusia. Nam...