WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
Tap! Tap! Tap!Derap langkah kaki memenuhi seisi lorong rumah sakit yang sudah mulai sepi aktivitas. Hanya ada beberapa pasien dan perawat yang sedang bertugas malam.
Senyuman tak pernah pudar dari bibirnya. Tangannya membawa makanan untuk sang adik yang sedang di rawat di rumah sakit itu.
"Fatimah tunggu Kakak pulang! Fatimah gak mau tidur dulu kalau belum ketemu Kakak!" rengek nya cemberut.
"Kakak bakal pulang secepatnya kok."
"Fatimah! Eh, sudah tidur?" gumam Amir.
Ia tersenyum lembut dan mengelus rambut adiknya yang tertutup hijab.
Padahal mereka saudara kandung, tapi Fatimah beralasan takut perawat laki-laki datang memeriksanya saat dirinya sedang tidak mengenakan hijab.
"Uh? Kakak?"
Gadis itu terbangun, mengucek matanya dan mulai membaikkan pandangannya di sana. Menatap sang kakak yang berada di depannya.
"Kapan datangnya?" tanya Fatimah, melihat kakaknya meletakkan sesuatu di atas meja.
Sementara sang lawan bicara tersenyum sembari membuka bungkusan makanan tersebut. "Baru sampai." Ia menoleh. "Mau lanjut istirahat lagi atau makan dulu?" tawar Amir.
Fatimah tersenyum dengan mata berbinar, tahu jika makanan kali ini adalah menu favoritnya. "Makan dulu, Kak! Bareng, ya?" ajak Fatimah.
Amir tersenyum dan mengelus puncak kepala adiknya, kemudian menghidangkan nasi goreng yang masih hangat itu ke atas dua piring bersih.
Kemudian memakan makanan sederhana itu bersama dengan adiknya.
Di sela sela santapannya, Amir diam-diam tersenyum ketika memperhatikan adiknya yang terlihat gembira memakan nasi dan sayuran yang ia bawa.
Berucap puji syukur karena adiknya masih bisa makan dengan lahap.
"Kak," panggil Fatimah, memecah keheningan.
Amir menanggapi. "Ya?"
"Kamar inap sebelah sudah ada yang isi, loh!" ucap Fatimah. "Besok antar Fatimah ke sebelah ya, Kak? Mau nyapa penghuni baru."
Amir mengerutkan keningnya. "Siapa? Memangnya pasien yang sebelumnya ke mana?"
"Meninggal."
Ah, oke. Amir mulai merasa takut dan menyesal telah bertanya akan hal itu. Terlebih, ini malam Jumat. Bodoh sekali ia. Lihat saja, bahkan seluruh tubuhnya mendadak merinding.
"Hehe. Kakak takut, ya? Mengesampingkan soal itu, boleh gak besok kita jenguk pasien baru di kamar sebelah?" tanya Fatimah.
"Bukankah kau harus istirahat total? Jangan banyak bergerak, apalagi terlalu lincah," jawab Amir menolak.
Bukan apa, tetapi penderita tifus harus istirahat total. Ia tidak mau kehilangan adiknya.
Namun, melihat Fatimah yang mengelus perutnya dengan tatapan sendu, membuat Amir merasa iba. Mungkin tidak ada salahnya ia mengizinkan.
"Oke, besok kita jenguk pasien di kamar sebelah. Tapi sebelum itu, kau harus tidur. Banyak istirahat, bisa cepat pulang," bujuk Amir berusaha membuat Fatimah kembali ceria.
"Beneran?" tanya Fatimah berbinar.
Amir tersenyum lembut dan mengelus kepala adiknya itu. "Iya, benar. Kebetulan besok restoran tutup, jadi kita punya waktu untuk bersama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day
Teen FictionKehidupan dan kematian silih bergantian setiap harinya. Ketika lahir, kau menangis. Namun orang-orang tersenyum bahagia. Dan ketika meninggal, orang-orang menangis, namun kau tersenyum bahagia. Kematian memang akan menjemput setiap umat manusia. Nam...