Tiga tahun telah berlalu. Kini, Hilal mulai bisa hidup sendiri tanpa Taufan, adiknya. Hari ini, hari yang paling Hilal tunggu.
Hari pernikahannya.
Beralih pada seorang wanita yang sedang melihat pantulan dirinya di cermin. Wanita tersebut tersenyum dengan paras nya yang cantik.
Dengan make-up yang tidak terlalu tebal, dan juga gaun putih panjang serta hijab yang membalut kepalanya, membuat wanita tersebut terlihat bak bidadari.
"Hai. Boleh tanya gak? Apa kalian melihat dua pemuda yang satu berambut acak-acakan, dan yang satunya lagi mirip dengan temanku?" tanya Theo pada salah satu siswi dengan seulas senyuman.
"A-ada. S-saya melihat mereka. Tadinya mereka ada di kamar mandi, terus seperti ada obat-obatan yang tergeletak di lantai yang kotor. Sekarang mereka ada di UKS."
"Terima kasih!" ucapnya menepuk bahu Raula dan mengambil arah berputar.
"Wey, ngapain lo senyam-senyum sendiri?" tanya Hikari, teman karibnya.
"E-eh?! Siapa yang senyum sendiri?!" sewot Raula dengan raut wajah yang memerah.
Hikari menatapnya datar. "Selera lo es batu. Rendahan banget. Gak ada yang lain?"
"Sedang membicarakan diri sendiri. Wlee!!"
Merasa memakan omongannya sendiri, Hikari terdiam dan ngedumel sembari menendang batu di depannya.
"Bismillah calon imam," gumam Raula menyusul Hikari.
~Last Day~
Dan lihatlah sekarang. Ucapannya terkabul, dan Tuhan mempersatukan mereka di hari yang berbahagia ini. Raula masih tidak menyangka bahwa Hilal akan datang ke rumahnya dan langsung bicara dengan kedua orang tuanya untuk melamar.
"Woi, ngelamun bae! Awas kesambet, gak jadi nikah," tegur Hikari, perias wajah Raula.
"Elah, kek situ gak pernah ngelamun aja."
"Gue sumpelin kari ayam ke mulut lo, tahu rasa!" ancamnya.
"Kalo gitu, yang kanibal siapa, dong? Lo? Lo kan KARI AYAM. Ahahaha!"
Hikari tersenyum penuh tekanan. Sungguh, temannya ini sangat menyebalkan.
"Aciee yang mau nyumpelin dirinya sendiri," celetuk Fathimah.
"Diem kalian!" bantah Hikari dengan wajah yang memerah.
"Hayo, yang mukanya merah," goda mereka berdua.
"La, gue sumpahin lo dapet bayi kembar, ya."
"Heh! Amit-amit! Gak! Gak mau! Huweee!"
Hikari tak peduli, dan menoleh ke arah Fathimah. "Kapan lo nyusul Raula?"
Raut wajah Fathimah berubah menjadi sendu.
"Sama siapa, Kar? Gue bakal nunggu ajal gue menjemput, baru gue bisa bersama dengan adiknya Hilal... Dan gue akan tetap sabar menunggu kematian gue tiba," jawab Fathimah memaksakan dirinya untuk tersenyum.
Terdapat rasa bersalah yang menyelubungi hatinya. Hikari lupa, bahwa teman karibnya yang satu ini pernah menyukai adik dari Hilal yang telah tiada.
"Oke, abaikan. Dah, sekarang tinggal antar calon pengantin kita ke suaminya," ucap Hikari.
"Ashiap!"
Mereka mengantarkan Raula menuju Hilal. Entah mengapa, ketiga sahabat itu merasakan deg-degan yang belum pernah mereka rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day
Подростковая литератураKehidupan dan kematian silih bergantian setiap harinya. Ketika lahir, kau menangis. Namun orang-orang tersenyum bahagia. Dan ketika meninggal, orang-orang menangis, namun kau tersenyum bahagia. Kematian memang akan menjemput setiap umat manusia. Nam...