WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
Hari ini. Hari yang Hilal tunggu-tunggu. Hari di mana ia bisa menumbangkan lawan dan meraih juara, serta uang untuk mencukupi kehidupan mereka.Kini, pemuda itu sedang menatap dirinya di cermin hotel. Ingin sekali rasanya ia cepat-cepat pulang. Hilal merindukan pelukan Taufan dan suara khasnya.
Namun mengapa? Lagi-lagi perasaannya tidak enak. Kemarin malam, ia memimpikan Taufan yang dilarikan ke rumah sakit. Hilal masih ingat seperti apa wajah adiknya itu di dalam mimpi.
Penuh busa yang dokter seka menggunakan kain, dan wajah serta bibirnya yang tidak menunjukkan rona merahnya lagi. Pucat pasi seperti ... Ah, apa yang Hilal pikirkan? Tidak mungkin adiknya sakit keras.
Menggeleng cepat mengusir segala pikiran buruknya, Hilal menampar kedua pipinya. Meski agak sakit, namun tatapan Hilal di cermin seolah menunjukkan bahwa ia serius.
"Tunggu gue pulang, Fan."
Setelah itu, Hilal melangkahkan kakinya menuju area pertandingan. Walau jauh dari dalam lubuk hatinya, terselip rasa khawatir dan takut akan kehilangan.
"Fan ..."
Menghela napas dalam-dalam, Hilal mulai memasuki area pertandingan. Ia menyimpan barang-barangnya dan sarapan sebelum dirinya dipanggil.
Tak lupa Hilal juga memberi pesan pada Taufan, dengan mengirimkan fotonya yang sudah siap dengan pakaian bela diri, dengan sabuk hitam yang terpasang di pinggangnya.
Tunggu gue pulang, Fan.
Setelah ia mengirim pesan, ia harap Taufan bisa segera membalasnya. Saat ada pesan darinya, biasanya Taufan akan segera membalasnya dan menghebohkan pesan.
Namun ternyata ekspetasinya kali ini terlalu tinggi. Bahkan setelah ditunggu 15 menit pun, Taufan tidak membalasnya. Apakah Taufan mematikan ponselnya, sehingga pesannya masih centang satu?
Padahal masih ada waktu beberapa menit sebelum ia bertanding. Rasa khawatir kembali menyelimuti dirinya. Pikiran buruk soal Taufan pun bermunculan.
"Nak Hilal, bersiap-siaplah. Di pertandingan selanjutnya, kau akan bertanding. Perlihatkan apa yang telah kau pelajari selama ini. Jangan mempermalukan nama sekolah!" tegur Pak Hamza.
Halilintar menoleh sesaat dan mematikan ponselnya. Ia hanya mengangguk, kemudian meneguk air hingga tersisa setengah botol. Tetap saja, perasaannya masih cemas.
"Peserta selanjutnya, Hilal dari SMA Galaxy, dan Amir dari SMA Harapan Bangsa."
Mendengar namanya disebut, Hilal memasukkan ponselnya ke dalam tas dan berhadapan dengan lawannya. Tapi sebelum itu, mereka diberitahu wasit, bagian mana saja yang tidak boleh dipukul. Tak lupa juga mereka memakai alat pelindung.
Setelah diizinkan untuk memulai, Hilal dan Amir saling berjabat tangan. Barulah mereka bertanding satu sama lain.
"Demi Taufan..."
Hilal menangkis pukulan lawan dengan mudah, meski pikirannya selalu tertuju pada Taufan. Adiknya sedang apa? Bagaimana kondisinya? Mengapa Taufan tidak membalas pesannya? Dan lain sebagainya.
"Gue harus menang..."
Sempat terjungkal ke belakang, tetapi Hilal masih mampu berdiri. Hilal kembali melambungkan pukulannya pada Amir. Mungkin karena pikirannya kalut, Amir jadi sulit ditaklukkan. Hilal harus memikirkan rencana lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day
Подростковая литератураKehidupan dan kematian silih bergantian setiap harinya. Ketika lahir, kau menangis. Namun orang-orang tersenyum bahagia. Dan ketika meninggal, orang-orang menangis, namun kau tersenyum bahagia. Kematian memang akan menjemput setiap umat manusia. Nam...