WARNING!!!
1. 100% MURNI IDE SENDIRI! MOHON MAAF BILA ADA KESAMAAN NAMA TOKOH, LATAR, DAN ALUR. ITU SEMUA DILUAR KEHENDAK AUTHOR!
2. NO TUDUH PLAGIAT!
3. BERANI TUDUH? BERANI MENGHADAP TUHAN DI AKHIRAT KELAK!
4. SEKIAN TERIMA KASIH!
======
Seorang pemuda menatap langit-langit kamarnya dengan tidur terlentang.Siapa lagi jika bukan Taufan? Anak yang suka membantah setiap larangan kakaknya.
Ucapan dan makian dari para guru kepadanya masih terdengar dengan jelas. Memorinya takkan pernah hilang meski kanker menggerogoti setiap jaringan di otaknya.
"Bodoh!"
"Anak penyakitan!"
"Cacat!"
"Tidak bisa apa-apa!"
"Beban negara!"
Semua suara itu menggema di kepala Taufan, membuatnya menutup telinga kuat-kuat agar suara-suara itu tidak kembali terdengar.
Ia menatap kosong langit-langit kamarnya. Padahal seharusnya ia di rawat di rumah sakit. Namun, karena ia tidak ingin ditinggal Hilal sendirian, ia memaksa Hilal membawanya pulang dan berjanji akan baik-baik saja.
Bodoh sekali, kan? Baik-baik saja katanya? Sementara kankernya sudah stadium tiga. Bahkan rambutnya sudah tidak ada.
Tes... Tes...
Air mata itu mengalir dari kelopak matanya yang sempat terpejam damai. Tak memiliki niat untuk membersihkannya, Taufan lebih memilih untuk menikmati setiap tetesan air matanya. Berharap rasa sakit di hatinya pun turut sirna bersamaan dengan air matanya yang tengah berjatuhan.
"Gue bakal dapat nilai 100 dan membungkam mulut guru itu! Gue janji!"
Beranjak dari kasur dan mengenakan kupluk birunya untuk belajar, kepalanya kembali merasakan sakit yang amat dalam. Hal itu membuat Taufan tersungkur ke lantai, bersamaan dengan teriakan yang sempat tercekat.
"Hiks... Kumohon..."
"Kakak ... Gue mau jadi kayak Kak Hilal..."
Tok! Tok! Tok!
"Fan?! Lo kenapa?!"
Bahkan ia tak peduli dengan Hilal yang berteriak memanggil namanya.
"Demi kakak ... Harus b-bela..jar."
BRAK!
GREB!
Dekapan hangat dapat Taufan rasakan mengalir bersama darahnya. Ia ingin memberontak, tetapi hangatnya pelukan Hilal sangat menenangkan jiwa.
"Sstt, jangan memaksakan diri, ya? Jangan pikirkan mereka. Istirahat dulu. Malam ini gue tidur di kamar lo," desis Hilal sembari mengelus kepala adiknya yang terbebas dari rambut.
"KAKAK!!! KENAPA GUE BODOH?! KENAPA GUE HARUS PENYAKITAN?!"
Taufan meraung-raung dan memberontak dari pelukan kakaknya.
"DIKIRA GUE MAU PUNYA PENYAKIT?! ENGGAK! KENAPA ORANG-ORANG ITU JAHAT?! ARGH!
Air matanya semakin mengalir dengan deras. Tangannya yang memberontak kian melemas, bersamaan dengan kepalanya yang semakin sakit.
"PENYAKIT SIALAN! GUE BENCI LO! PERGI DARI TUBUH GUE!!"
Tangannya berusaha memukul-mukul kepalanya. Namun, Hilal mencegat dan mengeratkan dekapannya.
"Fan! Jangan gini! Ingat kata-kata Mama! Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Ingat kata-kata itu!"
Mendengar nama Mara disebut, Taufan menjadi sedikit tenang. Ia dapat melihat ketulusan dan kekhawatiran dari tatapan tajam Hilal. Tidak, bukan tajam. Melainkan tatapan penuh rasa lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day
Teen FictionKehidupan dan kematian silih bergantian setiap harinya. Ketika lahir, kau menangis. Namun orang-orang tersenyum bahagia. Dan ketika meninggal, orang-orang menangis, namun kau tersenyum bahagia. Kematian memang akan menjemput setiap umat manusia. Nam...