24| Double seat

116 10 2
                                    




Penerbangan Cengkareng-Denpasar memakan waktu satu jam empat puluh lima menit. Awak kabin dan Pilot menuju area incharge masing-masing. Mata Arka menuju Vanya, sedangkan Vanya berbalik arah menuju kabin belakang, pandangannya lurus, kedua telapak tangannya terasa dingin, tiba-tiba temperatur di dalam pesawat terasa dingin menusuk.

Vanya bertugas untuk memberikan briefing kepada penumpang yang duduk di jendela darurat. Semua penumpang sudah di panggil bersiap boarding, penerbangan hari ini full booked.

Karakter penumpang rute Bali adalah orang-orang yang akan berlibur dan menikmati keindahan alam untuk berwisata, pakaiannya pun necis, tidak hanya penduduk lokal Indonesia yang menjadi penumpangnya, ada juga dari mancanegara, karena rute ini begitu banyak peminatnya.

"Mbak, ini kursi saya" salah seorang penumpang pria berusia 40 tahun menunjuk ke arah kursinya yang sudah di duduki oleh penumpang lain. Vanya melihat nomor kursi "Boleh saya lihat tiket pesawatnya, Pak?" Vanya mengecek nomor kursi dan dua tiket yang dipegangnya,

"Mohon maaf, bapak.. boleh tunggu sebentar ya, karena nomor kursi Pak Tedi dan Pak Saifuloh sama, saya bantu melapor ke bagian petugas darat ya" Vanya melembutkan suara dengan gestur tubuh sedikit merendah. Kedua penumpang tersebut mengiyakan. Sedangkan Proses Boarding terus berlanjut.

Dari tengah kabin, Vanya menuju kabin depan, menemui FA-1 dan petugas darat.

"Mba, ada double seat, ini boarding pass nya" Vanya menyerahkan kedua tiket.

"Nomer 33 A ya?" Dea memastikan yang dibacanya benar.

"betul, mba."

"baik, saya panggil petugas darat untuk urus"

"baik, mba Dea, saya lanjut boarding, ya?"

"iya"

Semua penumpang bisnis sudah duduk di kursinya masing- masing, Vanya bertolak ke arah kabin belakang.

DUP!

Vanya dan Arka bertubruk tidak sengaja. Arka baru keluar dari lavatory yang ada di perbatasan pintu kokpit dan area kabin kelas bisnis, sedangkan Vanya sedang berbalik badan. Vanya menarik nafas dalam-dalam, ia begitu gugup.

"Maaf.. maaf" Vanya bergegas menuju kabin belakang, menunduk.

'Nona.. apakah kamu benar tidak mengenaliku?' Arka membatin dalam hati.

Arka membuka pintu kokpit, dan duduk di kursi kerjanya. Ia pun melakukan komunikasi dua arah dengan kapten.

Diluar pesawat, terlihat dari sisi kiri bawah badan pesawat masih berlangsung masuknya muatan cargo.

"Mas, ini ada double seat. Tolong di bantu ya" Dea, selaku FA-1 memberikan dua lembar tiket pesawat kepada petugas darat yang naik ke kabin"

"oke, Mba Dea, kami urus, saya izin cek ke dalam ya?" dengan logat jawa medoknya 'Samsul' nama yang sengaja ia perlihatkan dengan mengangkat kantong baju yang nampak di pas bandaranya meminta izin.

Terlihat Vanya menghampiri Samsul yang berjalan lurus melihat ke arah penumpang yang berdiri di aisle. "Mas, ini yang double seat" Vanya mengarahkan.

Samsul mengeluarkan dua boarding pass. "Atas nama Pak Tedi dan Pak Saifuloh?" Samsul mengabsen.

"Saya Tedi" Pak Tedi masih berdiri.

"Saya Saifuloh" menjawab panggilan dengan mengarahkan badannya menuju petugas darat.

"Mohon maaf atas kejadian ini, ya, pak. Pak Saifuloh di kursi 33 A, dan pak Tedi di kursi 21 A"

Pak Tedi dan Pak Saifuloh mengambil masing-masing boarding pass. Pak Tedi pun berjalan menuju kursi depan, masih di kelas ekonomi, dan Vanya mengantar Pak Tedi menuju kursinya. Sedangkan petugas darat masih mengecek penumpang yang sudah naik kedalam pesawat.

Boarding menuju sepuluh persen selesai, Vanya pun sudah selesai memberikan briefing kepada penumpang yang duduk di kursi yang memiliki akses langsung ke jendela darurat.

"Mba Vanya, sudah complete, ya" Vivi mengisyaratkan dengan jempol mendekati Vanya.

"Siip" Vanya menuju kabin depan dan melaporkan penumpang ekonomi sudah on board semuanya sesuai jumlah kursi.

"Mba Dea, sudah lengkap semua total 156"

"Oke, terima kasih, Vanya"

Vanya pun kembali ke kabin belakang.

"Selamat siang, mba Dea" sapa seorang petugas darat membawa Load sheets, manifest, dan AOB.

"Selamat siang, Mas. Udah lengkap ya penumpang?" tanya FA-1 sambil mengecek semua dokumen.

"Sudah, mba, izin ke depan ya?" Petugas darat meminta izin ke dalam kokpit untuk memberikan informasi kesiapan sebelum tutup pintu.

"Iya mas, silakan"

Dea, selaku FA-1 di penerbangan menuju Denpasar melakukan welcoming announcement.

Semua persiapan kabin dan kokpit sudah selesai, pintu pesawat pun akan segera di tutup.

Perjalanan udara memang selalu memberi kesan yang istimewa, karena dari ketinggian jelajah pesawat bisa mencapai 30.000 kaki, sehingga mata manusia bisa melihat awan di langit yang lepas, melihat bangunan yang dimensinya semakin mengecil dari atas, dan hamparan laut lepas sejauh mata memandang.

***

Sesampai di Bali, semua awak pesawat turun dan akan menginap di kawasan kuta. Vanya turun dari pintu belakang bersama dengan tiga awak kabin, sedangkan Dea, Amel, Arka dan kapten, turun dari pintu depan.

Perlahan Vanya jalan, ia hanya berusaha agar tidak berdekatan dengan Arka.

"Van, ayo, buru" sahut Faqih yang sudah ada di bawah tangga depan pintu pesawat bersama dengan yang lainnya. Vanya pun mempercepat langkah.

Siang yang terik, Vanya memicingkan sebelah matanya, terlihat ada Arka disana dengan topi pilotnya.

Arka tidak bicara, ia sengaja melihat gerak gerik Vanya yang tidak biasa.

Semua kaki menuju mobil hotel, dan di sambut oleh petugas hotel yang mengangkat koper-koper awak pesawat.

Satu per satu masuk kedalam mobil, Vanya diminta Dea untuk duduk di kursi depan di belakang supir. Vanya mengangguk, ia duduk di samping jendela, kemudian di susul oleh Arka yang duduk di sebelahnya. Mereka berdua diam tanpa kata. Suara mesin mobil menenggelamkan lelah perjalanan awak pesawat yang di angkutnya, satu per satu mata terpejam, kemudian tertidur.

Pramugari Undercover.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang