10| Vanya, I love you

2.2K 73 9
                                    

Vanya dan Ana sudah tiba di hotel, keduanya langsung masuk ke kamar, merebahkan tubuhnya yang letih. Jadwal penerbangan Jeddah adalah empat hari dan masih ada satu hari tersisa.

"Vanya, matiin aja ya lampunya?" tanya Ana dengan mata yang berat.

"Aku aja yang matiin lampunya, An." Jawab Vanya dan bangun dari kasur.

"Makasih, Vanya." Vanya mematikan semua lampu, kecuali kamar mandi, ia melihat ke arah Ana, ternyata Ana sudah pulas tertidur.

Vanya beringsut ke kasur, menyingkirkan bantal-bantal. Vanya lebih suka tidur tanpa bantal kalau sudah kelelahan, karena baginya tidur dengan kepala beralas bantal akan membuat sakit leher begitu bangun. Ia pun menarik selimut sampai menutupi kepalanya. Matanya yang terasa berat masih sedikit terbuka, nafasnya menghangat. Ia buka lagi selimut dari kepalanya, tangannya meraih ponsel untuk melepon Ibu.

Tut..tuut..

Suara nada sambung terdengar, Vanya segera bangkit dari kasur dan menuju kamar mandi karena ia enggan mengganggu Ana yang sedang tidur.

"Halo—" telepon terangkat

"Assalamualaikum! Salsa. Halo, Salsa!" Vanya memotong suara dari telepon yang putus-putus.

"Salsa. Halo, halo? kamu lagi dimana?" Vanya berusaha memposisikan arah ponselnya agar dapat sinyal.

"wa-a-, a-ku- di-" sambungan terputus. Vanya melihat ke layar ponselnya. Sinyal roaming dan wifi sedang tidak bagus. Di cobanya lagi berulang menghubungi Salsa tapi sambungan terputus. Mata Vanya menjadi seketika tidak mengantuk, di bukanya pintu kamar mandi pelan agar tidak menimbulkan suara-suara yang dapat membangunkan Ana.

Vanya beringsut ke kasur, menyimpan ponselnya di atas meja yang letaknya berada di sebelah kanan kasur Vanya.

Vanya membiarkan tubuhnya merebah di sandaran tempat tidur, matanya tampak lelah tapi was-was. Di isi kepalanya hanya bisa mengira-ngira keadaan ibu, karena ia tidak tahu bagaimana keadaan Ibu sekarang.

Pikirannya kabur 'kenapa bisa seresah ini?' batinnya bertanya sendiri. Vanya mengambil ponselnya lagi, memutar musik mendengarkan menggunakan earphone, dan mengetik nama seseorang: Sandy Putra.

Ibu jarinya mengarahkan layar untuk mengetik sesuatu. Belum ia mengetik, pesan singkat masuk.

"Sayang.. apakabarnya? umroh kamu gimana lancar?"

Vanya memulai percakapan, mengetik, dan menceritakan bagaimana perjalanan umrohnya. Sandy juga memberikan kabar tentang Ibu, bahwa Ibu di rumah baik-baik saja, dan sudah melakukan medical check up rutin untuk mengetahui kerja jantung dan kandungan darahnya bagus, karena selain alzheimer Ibu punya sakit jantung.

Vanya agak sedikit tenang, ia berusaha menata pikirannya untuk membuang jauh-jauh pikiran negatif.

Vanya senyam-senyum ketika ibu jarinya mengetuk foto tampilan Sandy.

'syukurlah ada Sandy yang bisa di andalkan'

***

Sarinah, Jakarta 02 April 2017.

Sore itu rintik hujan membasahi jalanan Ibu kota. Bau tanahnya mengepul kepermukaan–terendus oleh hidung-hidung manusia yang menyaksikan curahnya mengetuk-ngetuk riuh.

Ada sekumpulan kawanan ojek online sedang berteduh, ada pejalan kaki yang menutupi kepalanya dengan tas–bergegas lari menyelamatkan tubuhnya agar tidak lebih basah dari itu, ada bapak yang membonceng satu anak berseragam putih merah bermanuver ke sisi jalan untuk mengambil jaket hujannya–ia pakai begitupun dengan anak sekolah dasar itu. Ada kakek tua, bapak dengan umur paruh baya, juga ibu-ibu dengan bawaan jualannya menjajaki jalanan ketika lampu lalu lintas berubah merah; air putih botol kemasan, jus aneka warna dalam gelas plastik, hingga tahu goreng dan bacang.

Pramugari Undercover.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang