DUK!
Kepala Vanya terbentur kaca jendela mobil. Vanya membuka kedua matanya, mengusap kepala kanannya cepat-cepat. Sakitnya tidak seberapa tapi malunya itu..
"Nona!" tangannya meraih kepala Vanya yang terbentur. Vanya menepis tangan Arka, mendengus.
"Maaf, ya.." Arka menarik tangannya merasa tidak enak hati.
Supir hotel perlahan mengurangi kecepatan laju memasuki parkiran hotel.
Sesampai di hotel, awak pesawat di suguhkan minuman dingin dan handuk hangat. Setelah mendapatkan nomor kamar dan kartu kunci, semua masuk ke kamar masing-masing dan menarik kopernya ke dalam kamar.
"Mba Vanya, sekamar ya kita" Vivi menutur langkah Vanya kedalam lift.
"Iya, Vi. Yuk." pintu lift terbuka, keduanya masuk kedalam.
Vanya menerawang pandang, tarikan nafasnya menjadi lebih lambat dari biasanya, dalam hatinya Ia memutuskan untuk keluar kamar, dan mencari angin sebentar ke pantai.
Pintu lift terbuka. Sudah sampai di lantai enam.
Vanya membuka pintu kamar dengan kartu yang dipegangnya, lampu dalam kamar otomatis menyala. Ia membawa kopernya masuk dan menyimpannya di sudut sisi kamar dekat dengan pintu kamar mandi. "Vi, aku di kasur yang ini ya?", "Oke, mba Vanya" sahut Vivi yang juga menyimpan kopernya dekat sofa di sebelah kasur, kemudian melepaskan heelsnya.
Vanya membuka pintu kamar mandi, mengecek kondisi sekitar, kemudian di bukanya lemari pakaian, dan menundukan kepala meraih pandang melihat kolong kasur.
"Aman!" seru Vanya kepada Vivi.
"Makasih, Mba. Aku jadi inget kejadian staf hotel nguntit, tau-tau ada di lemari."
"Yaa.. begitulah, kita emang gak pernah tau, ya, motif kejahatan kayak gitu. Harus berhati-hati" jawab Vanya sambil mengambil plastik laundry di dalam lemari pakaian.
"Mba, sini, aku aja yang tulisin." Vivi mendekat ke arah Vanya, menawarkan bantuan.
"Makasih, ya, Vi. Aku empat pieces standard"
"Oke" Vivi mencatat.
Seselesainya urusan laundry, Vanya bersiap berganti pakaian.
"Vi, aku ke depan ya. Kamu istirahat aja, kalau ada yang mau di titip, whatsapp aku ya"
"Iya, mba, aku istirahat ya, makasih loh, mba, hati-hati"
"Ini nomer whatsapp aku" Vanya memberikan secarik kertas yang sudah ditulisnya sebelas digit angka.
"Makasih, mba Vanya"
***
Rambutnya yang berwarna kecoklatan terurai, tersapu angin laut. Ia terlihat sederhana namun memesona dengan kaos polos biru muda dan dibalut jumpsuit abu muda.
Biru langit sudah perlahan memudar, senja mulai menggantikan.
Para wisatawan asing terlihat masih ada yang berselancar, ada juga yang bersantai sisa siang tadi berjemur masih dengan buku yang dibacanya, ada juga yang berjalan ringan menyusuri pinggir pantai.
Warna pasir pantai kuta yang putih ditambah dengan kerlipan warna air laut yang terpantul oleh cahaya matahari membuat suasana senja terlihat cantik. Vanya merapikan rambutnya dari sibakan angin pantai dengan menguncirnya.
Di pinggir pantai, kakinya berjalan menyusuri. Suara ombak sayup-sayup indah memasuki telinga, tak buai kenangannya yang lalu terputar kembali. Hatinya seperti hilang arah. Ia tidak bisa menampik betapa ridunya ia kepada Arka, laki-laki yang dulunya mengajari ia bagaimana rasanya mencintai dan dicintai, hari-harinya yang penuh warna, canda tawa, cita-cita yang diciptakan bersama. Dan, entah kenapa Arka tiba-tiba menghilang, pergi tanpa ada kabar berita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramugari Undercover.
General FictionVanya merupakan Tokoh Utama di cerita ini. Wanita yang masih terjebak dengan perasaan di masa lalunya, dan lahir dari keluarga yang sederhana,di penuhi dengan cinta kasih. Saat Vanya dewasa bekerja menjadi Pramugari, sedangkan Ibunya mengalami sakit...