15| Kenangan

579 38 3
                                    

Suara angin semilir berembus menerbangkan dedaunan yang jatuh di tanah yang basah. Akhir-akhir ini hujan sering datang bertamu di sore dan malam hari. Jikalau malam nyanyian hujannya membius siapapun yang sedang meringkuk di atas dipan tempatnya merebah.

Subuh ini menggema sahut menyahut suara membangunkan setiap insan kembali membenamkan kening untuk bersujud, setiap hari adalah hadiah yang waktunya di berikan kesempatan untuk kembali pada Tuhan sebagai hamba.

Wanita paruh baya di dalam sebuah rumah sederhana terbangun, matanya sebentar melihat langit-langit loteng kamar, sebentar lagi di gerakannya ke sisi kanan dan kiri. Embus nafasnya pelan, telinganya sengaja menikmati sebentar suara solawatan yang berasal dari masjid di dalam kompleks tempatnya tinggal. Ingatannya merekam jejak bersama dengan pasangan hidupnya, suaminya menggandeng jemari tangannya yang saat itu masih muda, sepasang suami istri yang berbahagia, yang menjemput rindunya bersama pada Sang Terkasih Baginda Rasulullah. Di depan kubah hijau keduanya menitikkan air mata, rindunya masih begitu jelas terasa. Suami yang memegang jemarinya erat mendekatkan tubuhnya dan memeluk istri tercintanya itu, di kecup keningnya, dan menghapus air matanya.

"Sayangku.. rindu ini pasti selalu terpelihara" Mata sang suami teruju pada istrinya yang masih memejamkan mata lirih menitikkan airnya yang membasahi kedua pipinya yang ranum.

"Kita akan kembali kesini sayangku?" Tanya sang istri polos,

"Tentu, Insya Allah kita di pertemukan kembali di tempat istimewa ini bersama." Sang suami mengecup kedua punggung tangan istrinya dengan penuh cinta, dan di sambutnya dengan sebuah pelukan.

Wanita paruh baya itu mendekap kedua tangannya lekat di atas dadanya, nafasnya gemuruh dalam. Ingatan almarhum suaminya begitu lekat. Tanpa sadar, air matanya luruh membasahi kedua permukaan kulit pipinya yang kini tak lagi muda. Ia bangun perlahan, kakinya menginjak ubin kayu kamar. Tubuhnya mulai beranjak dan meraih sebuah bingkai foto kenangan bersama suaminya dulu—di depan ka'bah dan kubah hijau—kedua tempat istimewa yang disana ada doa melangit bersama dengan seseorang yang ia cintai. Ia menimang- nimang foto itu sebagai obat rindu, dari lubuk hatinya yang basah ia kirimkan doa untuk suaminya yang telah kembali pada Sang Pencipta.

"A.. gadis kecil kita kini tumbuh dewasa, dia cantik sekali.. mata dan hidungnya persis seperti dirimu. Bola mata bulat besar bewarna kecoklatan, bulu mata lentik, hidung mancung. Mancungnya aa seperti perosotan anak TK.. ah.. waktu itu memang cepat sekali pergi. Kepergian waktu yang juga mengiring kepergian aa.. saya pengen nyusul aa, rindu sekali a..
Anak kita hari ini ulang tahun." Wanita paruh baya itu mendekap erat foto kenangan bersama suaminya. Lagi.. air mata menerobos jatuh perlahan membasahi pipinya yang tak lagi ranum.

Alzheimer yang kini menjadi bagian dari hidupnya, tak mampu ia kendalikan. Seolah semua kembali dan ada di hadapan, tubuhnya begitu payah mengalami semua ini.

Di saat itu ketika tersadar hanya sesak terasa di dada. Putrinya sering bercerita tentang Alzheimer yang ia derita, dan perlahan ia mencoba menenangkan dirinya agar sedih tak selalu mendominasi emosinya sehingga akal sehatnya masih bisa terkontrol.

Wanita paruh baya itu menyimpan kembali bingkai foto yang di dekapnya.
Langkahnya sekarang menuju kamar mandi untuk berwudhu.
Air wudhu mengucur membasahi tiap bagian tubuh yang menjadi syarat sahnya solat, tiap airnya jatuh ke permukaan, tiap tetesnya mengandung doa.

Sedangkan Vanya masih tertidur pulas memeluk gulingnya, wajahnya teduh dan begitu cantik. Wanita Paruh baya tadi sekarang menuju kamar Vanya. Ia pun datang mengetuk pintu kamar membangunkan anak gadisnya itu untuk solat subuh bersama. Tak ada jawaban, Ibu pun membuka pintu kamar ia dapati anaknya masih tertidur. Di belainya rambut anak gadis di hadapannya yang kini sudah dewasa, di kecupnya kening Vanya.

Pramugari Undercover.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang