London, bagi Vanya kota ini begitu magis, bangunan kuno kokoh bersejarah dan beraneka ragam kultur ada di sini. Westminster adalah destinasi utama wisatawan bertandang kesini; London eye, London tower yang seperti jam gadang, telepon umum dengan cat berwarna merah bertuliskan telephone menjadi salah satu lambang ikonik kota London. Bis-bis merah bertingkat yang mengangkut banyak wisatawan juga penduduk lokal menjadi daya tarik kota ini. Kereta bawah tanah dengan tulisan Underground menjadi sudut foto yang menarik bagi wisatawan.
Vanya tidak pernah bosan berkali-kali datang kesini.
Anak kecil berambut pirang di kuncir kuda di tengah keramaian berjalan kepayahan mengikuti langkah ayahnya, tanganya menggenggam erat tangan ayahnya.
"dad.... daddy" suara kecilnya tertimpa suara keramaian orang-orang lalu lalang dan kendaraan. Pedagang es krim kaki lima menyekup es krim sambil tertawa kepada anak kecil yang tidak sabaran memesan es krim corn dengan warna warni cantik bertumpuk diatasnya.
"Daddy please stop" gadis kecil berambut pirang kemerahan menangis. Langkah Sang ayahpun terhenti. Menyeka air mata anaknya, dan menggendongnya.
"Daddy, can i get the ice cream" suara kecilnya sesegukan.
"Sure, do you want some ice cream my sweety pie?" tanya sang ayah kembali, anak itu mengangguk. Di belikannya satu sekup es krim vanila untuk gadis kecilnya.Gadis kecil itu bersorak bahagia melihat si penjual eskrim menyekupkan es krimnya dan memberikan es krim vanilla tersebut padanya.
Sang Ayah tersenyum bahagia ketika melihat reaksi anak gadisnya yang menggemaskan melahap bagian atas es krim vanilla yang baru saja di beli. Sang ayah pun mengambil sebuah ponsel, mengarahkan kamera ponsel pintarnya ke arah anaknya dan membidik momentum untuk di abadikan.
Vanya tersenyum melihat kejadian di depannya, ia jadi ingat almarhum sang ayah. Ayah Vanya meninggal ketika Vanya berumur 15tahun, meninggalnya tanpa ada sakit, tetiba sudah tidak sadarkan diri dari tidurnya selepas solat jumat.
"Vanya, ayah tidur sebentar ya. Sampaikan ke ibu–ayah sudah belikan pesanannya, nanti ibu tinggal masak makanan kesukaanmu" ayah tersenyum dan menyentuh hidung vanya.
"Iya ayah, nanti Vanya sampaikan ke ibu. Ayah, boleh tidak Vanya duduk sebentar dekat ayah?"
"tentu boleh nak.. sini dekat ayah"
"Ayah, Vanya tiba-tiba rindu ayah ya? padahal ayah disini?"
"haha.." ayah tertawa mengecup kening Vanya.
"ih ayah.. Vanya gak bercanda" muka Vanya memerah.
"sini nak dekat ayah.." Ayah memeluk Vanya.
"bagaimana sudah terobati rindunya?"
"belum.." Vanya menangis–ayah menjawil hidung bangir Vanya.
"Nak.. ada yang mau ayah sampaikan"
"iya ayah..."
"Ibumu itu kalau lagi capek, ngomel-ngomelnya bikin sakit telinga" ayah tertawa.
"Tapi ngomelnya itu yang bikin ayah rindu, sama seperti kamu yang manjanya kadang bikin ayah gak sanggup ngobatinnya, tapi itulah yang bikin ayah terus dan selalu sayang Vanya. Nak tumbuhlah jadi anak yang berbakti untuk ayah dan ibu, ibadahnya di jaga, karena tabungan terbaik untuk orang tua di akhirat adalah anak yang soleh." Vanya menyeka air matanya.
"Iya ayah, Vanya tuh sayaaang banget sama ayah."
"Yasudah.. ayah tidur dulu ya, mau bilang sama Allah kalau ayah punya anak kesayangan yang nurut sama orang tua, tapi jarang mandi kalau libur sekolah. hmm.. gimana ya? hahaha."
"iih ayah sebel ah!!" Vanya menggelayuti sang ayah.
"Gak doong, vanya itu anak rajin, selalu bantu-bantu ibu dirumah kalau libur sekolah." Sang ayah berbangga hati.
"Ayah kok tau?" Vanya kaget.
"Iya dong, walaupun ayah ada di luar kota, ibu kan selalu kasih kabar–anak cantiik" Sang ayah tersenyum, mengacak-ngacak rambut Vanya–Vanya nyengir.
"yaudah ayah tidur, Vanya mau siap-siap berangkat les dulu ya.." Sang ayah mengangguk, Vanya melangkah kaki keluar kamar.
Kejadian itu sudah lama terbenam di memori Vanya, di bawah langit London yang sendu, mata Vanya berkaca-kaca, menahan airmata yang akan tumpah, tenggorokannya terasa berat.
"Nak, tolong bangunkan ayah! makan siang sudah siap" Teriak ibu dari dapur. Vanya bergegas memasukan buku-buku ke dalam ransel merahnya, melesat keluar kamar dengan menggendong ransel di punggungnya, menuju kamar ayah.
"Yah, bangun! Ibu sudah selesai masaknya tuh." Vanya menggoyang-goyangkan tubuh ayannya.
"Ayah.. bangun dong" mengecup kening ayahnya.
"ah ayah suka bercanda nih" pikir Vanya, karena memang selalu seperti itu, ayah pura-pura tidak mendengar suara Vanya, sampai ketika Vanya menyerah dan membalikan badannya, sang ayah menyergapnya dari belakang dan mencubit kecil pipi anaknya. Tapi kali ini tidak, sampai langkah Vanya keluar kamar, tidak ada tanda-tanda ayah bangun.
"bu, ayah susah di banguninnya tuh! Vanya sampe kering tenggorokannya" Vanya menuang air ke dalam gelas plastik merah kepunyaannya di atas meja makan, pantatnya menempati duduk di kursi meja makan.
"Yasudah, kalau begitu ibu bangunin ayah ya? kamu makan duluan, sudah hampir telat berangkat lesnya nanti."
"iya bu." Vanya menyendok nasi kedalam piring, mengambil lauk pauk dan sayuran.
Satu-dua suap Vanya menikmati makanannya. Masakan ibu memang paling enak sedunia!
"Innalillahi wa innailaihi rojiuuun. Vanyaaaaa! naaaak!" Ibu berteriak dari dalam kamar. Vanya tersedak, bergegas turun dari kursi meja makan, tak sempat menjawab teriakan ibunya.Jumat siang itu menjadi hari terakhir Vanya mendengar nasihat ayah, jail dan sayangnya ayah. Semua sudah berakhir.
Hari itu menjadi siang yang menyedihkan, Vanya menangis tak berkesudahan, menggoyang-goyangkan tubuh ayahnya dengan harapan ayah akan bangun.
"Ayah bangun! Ayaaaaah! Vanya gak suka ayah becanda kayak gini" Tangis Vanya memecah.
"Thank you, daddy" gadis kecil rambut pirang kemerahan itu menyungging senyum ceria. Vanya menyeka air matanya, berjalan menghabiskan waktu senja di westminster.
Mengobati hati yang tertinggal 13 tahun lalu di Jumat siang sebelum ia berangkat les.
Senja ini melukis jingga, siapa saja pasti akan jatuh cinta padanya. Hati yang sedang luka–akan pupus bersama warna cantik yang di suguhkan tuhan lewat alam semesta pun bagi ia yang sedang jatuh cinta akan semakin terasa hangat–lupa akan musim dingin di senja ini.
Vanya menaiki kereta putar, namanya london eye, malam hari London terlihat menawan dari atas ketinggian komuter ini. Nafas Vanya mengepul asap, malam hari London semakin dingin, -2 derjat selsius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramugari Undercover.
General FictionVanya merupakan Tokoh Utama di cerita ini. Wanita yang masih terjebak dengan perasaan di masa lalunya, dan lahir dari keluarga yang sederhana,di penuhi dengan cinta kasih. Saat Vanya dewasa bekerja menjadi Pramugari, sedangkan Ibunya mengalami sakit...