Zoya || Dua Puluh Tiga

8.3K 636 150
                                    

Happy reading
.
.
.

"Tetaplah bersamaku."

- Nevano Langit Davidson -

Sekarang mereka telah berkumpul di sebuah ruangan yang bisa di sebut ruang  untuk bersantai, ada sofa-nya, televisi yang lumayan besar, karpet berbulu dan ada meja kecil. Seperti benar-benar rumah pada umumnya. Ia berpikir kalau yang mereka sebut 'markas' itu adalah bangunan yang sudah tak terpakai terus dalamnya berantakan tapi yang ia lihat tidak ada dalam ekspetasinya.

Zoya duduk di sofa dengan ia bersandar di dada bidang cowok itu sembari membalas pesan dengan teman-temannya yang lain. Sedangkan Nevano ia sedang bermain game dengan tangan sebelahnya berada di pinggangnya. Gadis itu tidak mempermasalahkannya lagi pula ia tak terganggu sama sekali. Dan yang berada di karpet sembari lesehan Devon dan Regan, kedua orang itu sedang menonton acara kartun di temani dengan camilan yang di beli oleh Zoya dan Nevano.

"Aahh, kenyang!"ucap Mickho muncul dari arah dapur sembari mengusap perutnya karena kekenyangan. Ia duduk di salah satu sofa.

"Enak banget tuh rendang, beli di mana?" Mickho bertanya kepada Zoya. Ketika gadis itu ingin menjawab Regan duluan yang menyahuti.

"Di rumah makan lah!"

"Gue tau di rumah makan Bambang! Gue tanya di mananya biar nanti kalo lewat sana bisa singgah, gitu!" Mickho melempar bantal sofa yang berada di sampingnya ke arah Regan dan langsung di tangkap.

"Ooh...." Rasanya Mickho ingin sekali memukul wajah yang songongnya minta ampun itu.

"Lupa, nanti kalo udah inget gue kasih tau deh." Mickho mengangguk mengiyakan perkataan sang ibu ketua.

Nevano melirik ke arah gadisnya yang cekikikan saat menatap layar ponselnya.

"Kenapa?" Gadis itu mendongak untuk melihat wajah Nevano.

"Ini... lucu, kan?" Ia menunjukkan sebuah video lucu kepada Nevano.

"Lucuan kamu." Ketiga orang yang berada di sana kaget saat mendengar penuturan dari sang ketua dan saling memandang satu sama lain.

Sejak kapan ketua mereka ini pintar menggombal. Sepertinya ada yang tidak beres dengan otak cowok itu.

"Van, lo nggak kesambet kan?" Regan kini bertanya agak ragu. Nevano menaikkan sebelah alisnya.

"Aneh banget." Cowok itu mengangkat kedua bahunya tak acuh.

"Kayaknya bakal muncul bibit bucin,"sahut Mickho menyindir. Nevano dengan segera menatap tajam ke arahnya dan dia hanya menyengir.

"Udah ah,"lerai Zoya ia sebenarnya malu apalagi cowok tepat dibelakangnya ini membuat dia hampir salting kalau saja ia tak mengontrol ekspresi wajahnya.

"Yang lain, kemana? Kok gue nggak lihat." Gadis itu bertanya untuk mengalihkan pembicaraan dan juga karena sehabis rapat tadi ia tak melihat satupun orang yang berlalu lalang.

"Lagi istirahat, kali." Gadis mungil itu mengangguk saja. Ia berpikir mereka semua kelelahan, mungkin.

Kini ia beralih menatap Nevano dan cowok itu menatapnya kembali. "Pulang?" Ia mengangguk lucu.

Nevano yang tak tahan karena gemas langsung menarik hidung gadis itu pelan. Ia mencebik bibirnya lucu.

"Sakit, ihh!" Memegang hidungnya dan mengelusnya, sebenarnya tidak sakit hanya saja ia sedikit mendramatisir.

Nevano yang melihat semakin gemas lalu mendekatkan wajah keduanya dan menggesekkan hidung mereka. Gadis itu merasa geli dan menyuruhnya berhenti.

"Udhah... ihh ghelii! Yoo plang!" Dengan sekuat tenaga ia berucap meski harus tertahan karena cowok ini semakin gencar terhadapnya.

Zoya [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang