Zoya || Tiga Puluh Satu

4.8K 375 89
                                    

Happy reading...
.
.
.

Riki seketika terbangun keringat dan air mata bercucuran di wajahnya. Sampai-sampai bajunya basah karena keringat tersebut. Riki segera beranjak dari tempat tidurnya dan langsung membuka pintu dengan kasar lalu berlari menuruni tangga dengan tergopoh-gopoh. Mencari di setiap sudut rumah, perasannya sekarang campur aduk. Ia terhenti dan melihat Zoya sedang menonton televisi sambil memakan camilannya ditemani Axel yang sedang mengerjakan tugasnya dan Raka yang sedang ikut menonton, sesekali mencomot camilan adiknya itu.

Tanpa berpikir lama, Riki langsung melangkahkan kakinya cepat dan memeluk Zoya. Sang empu terkejut dan karena saking kagetnya ia tersedak.

"Uhuk ... Uhuk!" Raka segera melepas pelukan kembarannya itu, bisa mati adiknya jika seperti ini.

"Gila lo! Kasihan Ila, be*o! Lo mau bunuh ila?!" Laki-laki itu memukul kepala kembarannya karena kesal.

"Maaf dek... maafin abang, Abang tadi peluknya kekencangan, ya?" Zoya menggeleng, Riki bernapas lega.

"Lo ngapain meluk-meluk Ila kayak gitu? Lo masih sehat, kan? Atau otak lo ke bentur sesuatu?" Didalam pikirannya Raka, ada tanda tanya besar di sana. Adik kembarnya ini tidak mungkin berubah dalam satu hari bukan? Ia yakin sang kembar pasti terbentur sesuatu, pasti!

Riki tak memperdulikan omongan Raka, ia kembali memeluk Zoya, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang adik. Zoya sempat bertanya dalam hati, ada apa dengan abangnya yang satu ini, bukannya ia begitu benci dengan dirinya. Kenapa, tiba-tiba jadi seperti ini.

Tidak sampai di situ saja, ia lebih terkejut kala merasakan bajunya basah. Abangnya ini, menangis?

Menatap Raka dengan tatapan bingung, Raka yang melihat tatapan adiknya membuat dia semakin penasaran dan bertanya.

"Kenapa?"tanya Raka.

"Bang Iki, nangis,"ucapnya. Mendengar nama panggilan itu seketika tangisan Riki pecah membuat Axel yang sedang mengerjakan tugas terganggu dan beralih menatap ketiga adiknya itu.

"Heh, lo kenapa, sih? Aneh banget. Lo nggak habis kesambet hantu penghuni pohon besar di belakang sekolah, kan?" Raka bergidik ngeri.

"Riki, are you okay?" Axel kini bertanya. Ia benar-benar di buat bingung oleh adiknya yang satu ini.

Sedangkan yang di tanya hanya diam sesekali sesegukan, membuat ketiga orang itu semakin bingung. Tak lama kemudian, Riki melepaskan pelukannya menatap wajah adiknya. Mengusap pipi tembem sang adik.

Seraya berkata," Ila... adiknya abang... abang sayaaaang banget sama Ila... Maafin abang, ya? Selalu jahatin kamu, abang bukan abang yang baik buat kamu... jangan pernah benci sama abang, ya?" Laki-laki itu menjeda setiap kalimat yang ia ucapkan.

"Fix, lo kesambet?" Bukan tanpa alasan Raka mengatakan hal itu, karena dia begitu tahu betul tentang kembarannya itu, dia orangnya begitu gengsian kepada semua orang.

Riki tak menggubris perkataan Raka ia sibuk memandang wajah adiknya yang terlihat jelas begitu bingung dengan perubahan sikapnya. Ia menghela napas, ia sudah tahu akan jadi seperti ini.

"Abang... benar-benar nggak sakit, kan?" Zoya agak sedikit takut dengan Riki apalagi dengan jawaban gelengan dan senyum itu.

"Coba panggil abang, bang Iki."

"Bang Iki..."

"Lagi,"jawabnya.

"Bang Iki...."

Riki tersenyum."Lagi, lagi!"

"Bang Iki...." Sepertinya Zoya sedikit tertekan.

"Lag-- aduh." Satu bantal sofa mengenai kepalanya.

"Sakit, ba**sat!"umpat Riki kepada kembarannya itu.

Zoya [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang