86. Gwen

52 10 4
                                    

Copyright © 2021 by Cindy Handoko

Aku tidak pernah bisa memutuskan apakah presensiku yang lemah dan kemampuanku untuk bergerak dan menyelinap tanpa disadari orang lain adalah sebuah berkat atau kutukan. Di satu sisi, aku sering terjebak karenanya. Suatu waktu, aku pernah terkunci di ruang lab kimia sepanjang malam, karena petugas kebersihan tidak menyadari bahwa aku masih berada di dalam ruangan. Namun, aku juga menemukan banyak hal menarik, yang tidak akan disadari orang biasa, berkat kemampuan itu. Misalnya, aku jadi tahu bahwa kaca jendela ketiga di lab kimia ternyata mudah dilepas dan dipasang kembali, yang menjadikannya sebuah akses kabur rahasia yang ideal.

Saat ini, aku memutuskan bahwa kemampuan itu adalah sebuah berkat.

Aku ada di sana saat Catherine mengaktifkan radio untuk menghubungi Panji. Aku ada di sana saat Panji mengomel tentang jaringan telepon yang dikacaukan. Aku ada di sana saat Panji memerintahkan pencarian dan eksekusi terhadap Andrew, dan tentu saja, aku ada di sana saat ia menyuruh Catherine untuk memastikan aku ditahan, dengan penekanan khusus pada namaku, dan bukannya anak-anak lainnya. Padahal, aku sedang meringkuk di belakang sofa, menahan napas hingga wajahku nyaris membiru.

Aku tidak merencanakan semua ini. Aku berpencar dengan Alice dan berjalan menyusuri lorong panjang yang membawaku pada kamar-kamar para bawahan Panji. Aku sedang mencatat semua identitas yang berhasil kutemukan di dalam kamar-kamar itu dan mengambil beberapa suplai yang mungkin berguna saat bunyi derap langkah di lorong terdengar. Aku bahkan tidak perlu menajamkan pendengaran, karena derap itu begitu keras, begitu penuh amarah, dan begitu tergesa-gesa.

Itu adalah derap langkah milik Catherine.

Aku mengikutinya ke sebuah ruangan yang jelas-jelas merupakan ruang utama Panji, dengan pemindai sidik jari terpasang di pintunya yang rapat tertutup. Saat itulah aku tahu, ini satu-satunya kesempatanku. Catherine memastikan lorong di belakangnya kosong, tetapi aku sebenarnya ada di sana, meringkuk di balik tempat payung yang tingginya setengah tinggi badanku. Melewatkanku yang membaur dalam kegelapan, Catherine masuk dan membiarkan pintu menutup dengan sendirinya. Tentu saja, sepersekian detik itu kumanfaatkan untuk mendorong tas ransel untuk mengganjal pintu sebelum menutup, dan akhirnya, berkat kemampuan tak kasatmata dan gerakan tanpa suara, aku berhasil menyelinap masuk ke dalam dan bersembunyi.

Sekarang, aku terjebak di sini, seorang diri. Catherine sudah keluar. Panji akan segera kemari. Namun, aku masih memiliki waktu untuk mengeksplor ruangan ini.

Tentu saja, ruangan ini adalah benteng pertahanan terakhir Panji. Semua bukti yang kami cari ada di sini. Semua rencana yang disusun Panji, disusun dari tempat ini. Aku hanya perlu memutuskan, apa yang harus kulakukan terlebih dahulu, yang akan menghancurkan rencana mereka lebih parah.

'Kalau ada situasi genting yang mendesak, langsung keluar terlebih dulu melalui jalur evakuasi rahasia kita.' Benakku melayang kembali pada percakapan Panji dan Catherine yang kudengar beberapa saat yang lalu. Itu dia. Itu adalah Plan Z mereka, dan tentu saja, jalur evakuasi itu pasti berada di ruangan ini.

Langkahku yang ringan mulai mengitari seisi ruangan, yang terbagi menjadi dua ruangan yang lebih kecil. Ruangan pertama adalah tempat penyimpanan berkas, yang menguarkan bau kertas lapuk, tetapi cukup nyaman sehingga Panji memutuskan untuk menyisakan satu sudut untuk area duduk. Di sinilah aku bersembunyi. Dan rupanya, di sini jugalah terowongan yang disebut sebagai jalur evakuasi itu berada.

Aku langsung menemukannya. Terowongan itu berada di balik salah satu rak berkas yang tinggi menjulang. Aku menyusurinya, ponsel di tangan kananku sebagai sumber penerangan. Terowongan itu berkelok dan sedikit turun, kira-kira dua puluh meter panjangnya hingga aku mencapai sebuah pintu besi, yang mengingatkanku akan pintu ruang penyimpanan di bank. Aku mengamati pintu itu—tuas-tuasnya, gerigi-geriginya, dan beberapa kabel aneh yang melintang rapi di permukaannya. Mataku menyusuri kabel itu, dan mendapati bahwa ujungnya terikat pada sebuah tuas, yang sepertinya terhubung pada...

Mystery of the Orphanage: Fall of the Last FortressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang