BERITA

207 17 1
                                    

BERITA

Waktu terus berputar mengikuti garis lintasnya. Menit demi menit terlewati membentuk jam yang juga telewati membentuk hari. Hari demi hari terlewati menjadi bulan.

Raden Walangsungsang berhasil meyakinkan masyarakat Galuh untuk mencabut pemboikotan mereka pada ibu kota. Prabu senang membaca berita yang dikirimkan oleh putranya. Ia meminta para pelayan membawa upeti yang dikirim putranya ke gudang persediaan.

Putrinya Rara Santang pun perlahan mulai membaik kondisinya. Prabu menangis haru membaca surat dari putrinya. Ia memeluk surat itu penuh kerinduan pada kedua keturunannya.

Segalanya berjalan lancar dan semakin membaik. Perekonomian mulai pulih. Kepercayaan masyarakat kembali pada istana. Dan juga kesediaan masyarakat Galuh memerima keputusan putra sulungnya dan menerima putra bungsunya sebagai penggantinya.

Hanya satu yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Prabu. Kesedihan istrinya Nyimas Aci Putih yang masih berlangsung.

Hingga hari ini, istrinya masih berkabung setelah kepergian putri mereka Rara Kadita. Para istri dan putranya yang lain sudah berusaha membujuknya untuk mengikhlaskan kepergian Rara Kadita. Namun, luka itu nampaknya lebih besar dari luka saat Nyimas kehilangan orang tua satu satunya.

Nyimas hanya terus mengurung dirinya dikamar dan menangis sepanjang hari hingga matanya mulai memutih.

Tubuhnya semakin kurus, karena pola makannya yang tidak teratur dan lebih sering Nyimas melupakan untuk makan.

"Ampun Gusti Prabu. Nyimas Aci Putih, muntah darah dan jatuh pingsan." ujar pelayan itu buru buru.

Prabu meletakkan surat anak anaknya dan bergegas lari menuju kamar istrinya.

"Tabib, bagaimana keadaan Dinda Aci Putih?" desak Prabu tak sabar.

"Mohon tenangkan diri Anda gusti Prabu. Nyimas sudah kami beri madu untuk penguat daya tahan tubuhnya. Kondisi Nyimas benar benar sangat buruk. Tubuhnya jadi semakin kurus, hamba takut Nyimas tidak akan sanggup bertahan."

Prabu lemas. Ia langsung berlutut disisi ranjang istrinya sambil menangis.

"Tabib, apakah tidak ada cara untuk menyembuhkan istriku?" tanya Prabu putus asa.

Tabib menghela nafas beratnya.

"Ampuni hamba Gusti Prabu. Sakit yang dialami oleh Nyimas bukanlah penyakit fisik biasa, namun penyakit yang diakibatkan oleh kesedihan yang amat dalam. Hamba rasa jika Nyimas bisa sedikit terhibur, maka lukanya akan sedikit hilang dan kondisi tubuhnya semakin membaik. Namun... Matanya, tidak akan lagi berfungsi dengan baik." jelas tabib hati hati.

"Apa maksudmu istriku buta?" tanya Prabu tak percaya.

Tabib hanya terdiam. Tangis Prabu semakin mengalir, ia menggenggam erat jemari istrinya dan beberapa kali menyiumi punggung jemarinya.

"Gusti, hamba pamit undur diri lebih dulu."

"Baiklah. Yang lainnya juga boleh pergi. Tinggalkan aku sendiri saja bersama istriku."

"Sendiko Gusti."

Prabu mengelus kepala istrinya yang tak sadarkan diri. Lagi lagi air matanya mengalir melihat wajah istrinya yang pucat. Sedikit demi sedikit cahaya kecantikannya memudar.

"Dinda, maafkan aku. Aku sangat bersalah padamu. Kau harus menderita karena ketidak becusanku sebagai Prabu dan suami yang harusnya melindungimu dan putri kita." gumam Prabu lalu mengecup kening istrinya.

"Aku berjanji padamu, aku yang akan menjadi mata bagimu Dinda. Kau tidak perlu cemaskan keadaanmu seperti apa, aku akan tetap menyayangimu apa adanya, istriku."

PRABU SILIWANGI RAJA PADJAJARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang