ARANYA

546 35 2
                                    

ARANYA

Nyimas Subang Larang terkejut sekali melihat para dayang sudah memegangi Nyimas Aci Putih saat ia baru sampai di ruang rapat dewan istana.

Aci Putih berkali kali mencoba meronta dan membantah dengan kata yang sama "bukan aku pelakunya".

"Apa yang terjadi?" Tanya Nyimas menatap bingung pada kepala penasihat yang sedari tadi menatap rendah pada Aci Putih.

"Yunda... Yunda... Tolong aku Yunda... Aku telah di fitnah Yunda..." pinta Aci Putih memohon mohon.

"Ibunda..." tiba tiba suara seorang gadis setengah menangis terdengar diruangan itu. Dari pintu, masuk dua orang penjaga yang menyeret Nyimas Rara Kadita dengan kasar hingga gadis itu menangis.

Pengawal itu dengan kasarnya menghempaskan Nyimas Rara Kadita kearah ibunya hingga ia tersungkur berlutut dihadapan ibunya yang di pegangi oleh empat orang dayang.

Nyimas Aci Putih memberontak sekuat tenaga untuk memeluk putrinya. Ia pun bisa melakukannya dan segera mendekap erat putrinya yang menangis tersendu sendu.

Nyimas Subang Larang menutup mulutnya dengan telapak tangannya sangking terkejutnya. Ia langsung berlutut dan mengelus punggung Kadita yang sudah gemetar sejak tadi. Matanya menangis melihat putrinya diperlakukan kasar, namun ia belum bisa marah jika belum tahu alasannya.

"Ibunda..." tangis putrinya.

"Tenanglah putriku! Ibunda ada disini, nak." sahut Nyimas Aci Putih yang juga menangis didalam peluk putrinya.

Belum ada yang menjawab pertanyaan Nyimas Subang Larang. Wanita itu pun mulai bangkit dan berdiri terpaku dengan pikiran penuh pertanyaan dan memendam kesal pada para pelayan yang berlaku kasar pada madu dan putrinya. Matanya menatap tajam pada pelayan dan pengawal kasar tadi.

"Jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi!" tuntut Nyimas mulai kesal.

"Ampuni hamba Nyimas, kedua wanita ini adalah tersangka dan dalang dibalik keracunan Gusti Prabu. Mereka akan dimasukan kepenjara dan dimintai keterangan." jelas Kepala Penasihat dengan datar.

"Bohong! Itu kebohongan Yunda! Aku telah difitnah!" tangkis Aci Putih langsung.

Nyimas Subang Larang memutar pandangannya pada sekitarnya. Ia mencari madunya yang lain yang ternyata belum ada disana.

"Apa tuduhanmu punya bukti, Kepala Penasihat?" tanya Nyimas Subang Larang balik.

"Ampun Nyimas, izinkan hamba membawa pelayan yang menjadi saksi atas kasus ini."

Pria itu pun menepuk tangannya sebagai petanda bagi anak buahnya yang berada diluar. Tak lama pintu ruangan terbuka dengan dua orang pelayan masuk, namun keduanya diseret oleh dua punggawa pada sisi kanan dan kirinya.

Pengawal itu dengan kasar lagi lagi menghempas kedua wanita itu hingga keduanya berlutut.

"Hamba menemukan botol racun ini di kamar Nyimas Aci Putih." jelas seorang pengawal yang ikut masuk setelahnya dan memberikan sebuah botol kecil pada kepala penasihat.

Nyimas Subang Larang semakin bingung harus berkata apa. Mulutnya yang menganga ia tutupi dengan telapak tangannya. Nafasnya mulai sesak tak beraturan.

"Itu fitnah! Aku telah difitnah!" bantah Nyimas Aci Putih lagi.

"Kita akan tahu kebenarannya dari dayang istanamu." ucap Kepala Penasihat dengan sombong.

"Ampuni hamba Gusti. Sa... Saya melihat Nyimas Aci Putih membeli dan menyimpan botol racun itu dikamarnya. Ia pun meminta Nyimas Rara Kadita untuk membuat teh dengan menambah racun itu kedalamnya dan diberikan pada gusti Prabu. Ha...hamba... Hamba sangat takut saat itu.. Hamba takut terjadi sesuatu pada Gusti Prabu... Hamba mencoba mencegahnya namun... Namun Nyimas Aci Putih mengancam kami semua pelayannya." ucap pelayan itu menangis nangis.

PRABU SILIWANGI RAJA PADJAJARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang