TUTU

306 26 4
                                    

TUTU

Suara lesung saling beradu mendominasi keheningan dari kesendirian gadis itu sejak tadi.

Tak ada seorang pun selain ia dan seorang pemuda yang sedang melukis dari kejauhan. Mata pemuda itu sesekali melirik kearahnya sambil tersenyum. Tentu saja gadis itu tak tahu kalau ada pemuda yang tak terlalu jauh dari tempatnya berada.

Sesekali gadis itu menyapukan lengannya pada keningnya yang berkeringat dan menghela nafas lelahnya.

"Semangat!" gumamnya menyemangati dirinya sendiri.

Pemuda itu tersenyum kecil mendengar gumaman sang gadis. Tangan pemuda itu terus menari narikan kuasnya di atas kanvas kulitnya. Sesekali ia masih mencuri pandang pada gadis itu sebelum kembali melanjutkan kegiatan melukisnya.

"Alhamdulillah selesai juga." gumam gadis itu dengan sangat ceria setelah berjam jam tangannya hanya berkutat menumbuk dari satu herbal ke herbal lain.

Pemuda itu tersenyum puas memandangi hasil lukisannya. Ia mencelupkan kuasnya ke dalam gelas yang ada di samping papan lukisnya. Wajahnya kini berpaling pada gadis yang sedang merapihkan nampannya.

Gadis itu membawa nampan yang berisi berbagai herbal kering tumbuk yang sudah dipisah pisah permangkuk. Entahlah, hanya melihat gadis itu tersenyum setelah menghela nafas telah membuat pemuda itu senang hingga senyum senyum sendiri.

Sambil bersenandung kecil, tangannya dengan gemulai menata setiap bubuk herbal kedalam botol kecil yang biasa di bawa olehnya dan tabib lainnya, tak lupa keterangan kecil ia berikan pada masing masing botol dengan memberikan bekas bakaran pada tutup botolnya sesuai dengan kode yang berlaku untuk masing masing obat.

Pemuda itu masih pada tempatnya, masih sering tersenyum kecil saat sesekali ia mencuri pandang pada sang gadis.

Ia mengambil lembar kulitnya yang sudah terisi oleh hasil tangannya dan mengganti dengan lembar kulit kosong di papan. Diambilnya persediaan pewarna dari tasnya untuk mengisi ulang catnya yang habis.

Setelah dicuci, kuas itu lagi lagi menari gemulai di permukaan kanvas. Pemuda itu masih semangat menggarap karya barunya. Tentu saja matanya sesekali mencuri pandang pada gadis herbal tadi.

"Oh iya, aku belum memberi makan Tutu.." gumam gadis itu sedikit panik.

Buru buru ia menggosokkan kedua tangannya pada celemek yang tergantung tak jauh dari sana dan berlari kedalam kamarnya untuk mengambil semangkuk kecil jagung kering.

"Maafkan aku Tutu, aku terlambat memberikanmu makanan..." ucapnya dengan nada menyesal dihadapan seekor burung merpati cantik yang terkurung.

Tentu saja burung itu tak perduli dengan apa yang gadis itu ucapkan. Hanya bunyi kruk kruk has suara merpati.

Gubrak.... Petok... Petok...

Gadis itu buru buru menoleh saat mendengar suara botol berjatuhan dan beberapa pecah. Rupanya beberapa ekor ayam bertebangan tak beraturan di atas dipan tempatnya membungkus obat tadi.

"Hus! Hus!" makinya kesal pada ayam ayam itu.

"Ayam ayam nakal!" ucapnya bete.

Ia memungut kembali botol dan mangkuk herbal yang masih layak dan meletakkannya pada tempatnya semula.

Tentu saja ia menyapu semua herbal yang tumpah berserakan karena ulah ayam tadi. Setelah selesai membersihkan kekacauan tadi, ia kembali teringat kalau burung merpatinya belum sempat ia pakani. Buru buru ia menyambar mangkuk jagung dekatnya dan menghampiri kandang merpatinya.

Ia terkejut melihat kandang merpatinya sudah terbuka lebar dan tidak ada seekor hewan pun didalamnya. Hanya tersisa kotoran dan beberapa helai bulu rontok saja.

PRABU SILIWANGI RAJA PADJAJARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang