WABAH

1K 60 1
                                    

WABAH

Raden Amuk Marugul terus mengamuk dikamarnya sejak bangun tidur karena dilarang oleh para dayang untuk keluar menemui ibundanya. Ia memanggil manggil ibundanya tanpa henti sambil menangis sesegukan. Suaranya mulai serak parau.

Dayang dan pengawal pribadi terus mencoba membujuknya dan menenangkannya tetapi raden terus berkeras kepala. Ia melempar lempari barang barang yang ada di dekatnya.

"Ibunda..." raden terus meronta mencoba kabur dari kamarnya tetapi ia ditahan oleh para pengawal dan dayang.

"Lepaskan aku! Lepaskan aku! Aku mau mencari Ibunda ratu!" teriak raden sambil terus meronta ronta.

"hentikan!" prabu segera datang dan dengan tegas menegur raden. Para pengawal dan dayang melepas pegangan mereka dan membiarkan raden menghampiri ayahnya.

Raden langsung berlutut dihadapan ayahandanya dan mencengkram kuat kain bawah ayahnya sambil menangis nangis memohon.

"ayahanda... Ayahanda... Izinkan aku bertemu ibunda... Aku mohon ayahanda..." pinta raden dengan frustasi.

"raden bangunlah!" ucap prabu datar.

"ayahanda..." raden menatap ragu wajah ayahnya yang datar dan dingin. Tak seperti biasanya. Ayahnya sangat kaku dan dingin pada dirinya.

"Ibundamu... Ibundamu sudah tidak ada nak.... Ibunda... Sakit keras dan tabib tidak bisa mengobatinya... Kau harus berbesar hati, nak!" ucap prabu tergagap menahan air matanya.

Tubuh mungil itu limbung. Air matanya kembali membuncah. Ia terus menggeleng tak bisa terima kenyataan yang ia dengar. Sejenak ia kembali teringat kata terakhir ibundanya sebelum ia jatuh pingsan dan tertidur. Ia ingat kejadian saat ibundanya harus berlutut menangis dikaki ayahnya.

"Bohong! Kau berbohong ayahanda!" raden kembali teriak histeris.

"Ibunda tidak sakit keras! Ibunda telah diracuni olehmu ayahanda! Kau telah membunuh Ibunda ratu!" raden semakin histeris. Ia meracau sambil memukuli perut ayahnya berkali kali.

"Kau membunuh ibunda! Ayahanda jahat! Aku benci ayahanda! Aku benci!..."

Prabu terpaksa menotok kembali titik meredian putranya agar anak itu bisa beristirahat dengan tenang. Ia meminta dayang dan pengawal menjaga kembali putranya.

Mengingat ucapan putranya barusan membuat sakit hatinya. Ia juga sangat mencintai istrinya tetapi wanita itu juga telah mengecewakan dirinya.

Prabu Susuk Tunggal menutupi kebenaran kematian ratu dengan mengatakan bahwa ratu sakit keras. Kentring Manik yang masih sangat belia menerima alasan itu bulat bulat. Berbeda dengan kakaknya yang tahu kebenarannya dan memendam benci dan marah atas perlakuan ayahandanya pada ibundanya.

Belakangan ia baru tahu yang menjebak ibundanya adalah selir ayahnya. Yang tidak lain adalah ibu kandung Raden Surakerta. Raden muda itu langsung membenci Surakerta dan ibundanya. Ia bertekad akan membayar rasa sakit hati ibu kandungnya.

Ibu kandungnya dituduh berzinah dengan pengawal pribadinya oleh karenanya Prabu Susuk Tunggal menjatuhi hukuman mati meminum racun.

Yang sebelumnya ia sangat dekat dengan Surakerta, perlahan ia jadi menjauhi anak itu dan sangat membenci Surakerta. Ia ingat pesan ibundanya sebelum ibundanya meninggal dan menganggap Surakerta dan ibunya lah yang ingin merebut tahtanya.

Ia terus melindungi adik kandungnya dan meminta Kentring Manik turut membenci adik mereka. Akan tetapi Kentring Manik yang tidak tahu apapun tidak bisa serta merta membenci adiknya. Ia malah cendrung kasihan pada Surakerta yang jadi sering dimusuhi oleh kakaknya. Bahkan gadis itu lebih sering membela Surakerta dan ibunya dari kemarahan kakaknya. Ia merasa kakaknya sudah sangat berubah segala sesuatunya kecuali rasa sayangnya pada gadis itu.

PRABU SILIWANGI RAJA PADJAJARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang