SANG RATU

1.4K 50 0
                                    

Prabu menggelar perayaan kecil kecilan di halaman istananya. Ia hanya mengundang rakyat sekitar istana dan beberapa dewan penasihat istana. Saat Kian Santang lahir ia belum sempat membuat perayaan untuk putera kecilnya. Baru saat itulah ia bisa melakukannya setelah permasalahannya tertangani secara perlahan.

Prabu naik ke atas singgasana dan memperkenalkan bayi Kian Santang pada hadirin yang sudah berkumpul. Mereka sangat takjub dan seketika jatuh cinta pada pangeran kecil yang tampan.

"Dialah putra pertamaku setelah aku dinobatkan menjadi raja. Kuberi nama dia Kian Santang!"

"Hidup Gusti Prabu! Hidup pangeran Kian Santang!"

"Hidup Gusti Prabu!"

"Panjang umur pangeran Kian Santang!" Begitulah rakyat mengelu elukan nama anggota istana mereka.

Prabu mengembalikan bayi kecil itu pada ibunya dan menatap rakyatnya dengan seksama. Ia ingin merekam tawa mereka sebagai bekal kerinduan di istana baru. Tatapan Prabu yang penuh dengan isyarat membuat rakyatnya yang sebelumnya hiruk pikuk mengelukan putranya dan dirinya menjadi tenang dan fokus padanya.

"Rakyatku... Ini adalah pertemuan terakhir kita. Aku tak tau kapan akan berjumpa lagi dengan kalian..." Prabu menghela nafas panjang seakan tak sanggup melanjutkan.

Rakyat mulai banyak yang berbisik mencerna ucapan Prabu mereka barusan. Begitupun dengan kedua ratu yang saling beradu pandangan. Saling bertanya hanya dengan tatapan.

"Kanda, apa maksudnya ini adalah pertemuan terakhir?" Tanya Nyimas penuh keheranan.

"Dinda, kini aku bukanlah Raden Pamanah Rasa atau Jayadewata. Aku adalah seorang raja yang memimpin dua kerajaan besar yang bersatu dalam Padjajaran. Rakyat Galuh lebih membutuhkan Prabu Siliwangi berada dekat mereka agar mereka benar benar yakin bahwa mereka tidak salah memilih Prabu mereka. Aku..."

Belum selesai Prabu mengucapkan beberapa kata kata, ia terkejut dengan sikap rakyat dan bawahannya yang berlutut memohon dihadapan mereka. Mata mereka sudah terbasahi oleh air mata. Kedua tangan mereka satukan didepan dada tanda memohon.

"Gusti Prabu, jangan tinggalkan kami!" Pinta seorang bocah kecil menangis terisak isak di hadapan Prabu.

"Kami tahu selama ini kami sudah sangat banyak menyusahkan Gusti Prabu dan keluarga kerajaan. Tetapi kami mohon Gusti Prabu mohon maafkan kami yang selalu merepotkan Anda Gusti Prabu." Ucap seorang pemuda yang berlutut dibarisan kedua.

"Mohon maafkan kami, Gusti Prabu!?" Ucap yang lain serentak. Mereka menundukkan kepala mereka untuk meminta maaf, hampir seperti sedang bersujud.

Nyimas tak kuasa menahan air matanya begitu pun Prabu. Diam diam ia menangis. Walangsungsang sudah mengira cepat atau lambat, setelah ayahnya memutuskan untuk menikah dengan kerajaan Galuh, ia dan keluarganya mau tidak mau harus pindah ke ibu kota kerajaan Sunda. Yang mana dahulu kala sebelum kedua kerajaan terpecah menjadi dua, kerajaan Sunda sudah menjadi pusat kerajaan Sunda kuno.

"Mohon maafkan aku. Berat bagiku juga untuk meninggalkan kalian dan istana ini. Kalian adalah sanak saudara yang kumiliki selama ini. Bagaimana mungkin mudah bagiku meninggalkan kalian dengan hati bahagia? Tetapi aku yakin. Kalian adalah masyarakat yang kuat, bijaksana dan mandiri. Kalian pasti bisa menjalani hidup yang lebih baik di sini walau tanpa kami di sisi kalian."

"Kanda, apakah ini semua demi Rayi Kentring Manik?" Tanya nyimas Aci Putih yang sudah dilanda kecemburuan.

Prabu hanya bungkam dengan pertanyaan istrinya yang tengah mengandung itu. Ia kembali menyampaikan pesan pesan perpisahannya. Tapi rakyat tak lagi fokus pada pidatonya. Beberapa rakyat yang berlutut di belakang saling berbisik mengatakan semuanya adalah kesalahan Putri Kentring Manik yang terlalu manja. Jika Prabu tidak menikahi putri manja itu pasti kini mereka akan hidup tenang seperti biasanya. Memiliki seorang Prabu yang arif, dua orang ratu yang tidak hanya cantik tapi juga berbudi luhur dan para Puteri dan pangeran yang terdidik dan berbelas kasih.

PRABU SILIWANGI RAJA PADJAJARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang