KINAWATI (Tambahan 2)

151 13 2
                                    


KINAWATI (tambahan 2)

"Raden, menarilah denganku!" gadis itu langsung menarik tangan Raden Sura Wisesa menuju pelataran istananya. Sembari menggenggam jemari Raden, gadis itu menari nari dengan riang.

Ada gejolak aneh dalam hati Raden. Ia merasa miris melihat istrinya yang sangat putus asa itu.

Raden Sura Wisesa merasa muak mendengar petisi para mentrinya yang mendesaknya untuk segera menikah dan memiliki penerus untuk tahtanya.

***

Raden Sura Wisesa merasa muak mendengar petisi para mentrinya yang mendesaknya untuk segera memiliki penerus dan mencari seorang selir jika istri pertamanya tidak bisa memberinya anak.

Sejak kakak tertuanya memutuskan untuk turun dari kursi penerus tahta, hidupnya berubah penuh. Ia dipaksa harus mengikuti pelatihan wajib menjadi seorang calon Raja. Sepanjang hari hanya ia habiskan untuk belajar dan belajar bersama para cendikiawan. Jika bukan dengan kitab maka dengan pedang.

Memiliki Ayah seorang Prabu Siliwangi membuat beban harapan pada dirinya semakin besar. Ia dituntut harus bisa melampaui atau minimal setara dengan kehebatan ayahnya. Terlebih putra mahkota sebelum dirinya terkenal karena kebijaksanaannya.

Bayang bayang kehebatan ayah dan saudara saudaranya membuatnya semakin tertekan. Harapan yang dititipkan padanya terlampau tinggi hingga membuatnya semakin takut jika ia tak dapat mewujudkan harapan itu.

"Maaf Raden, sudah waktunya Raden untuk berlatih pedang bersama Raden Kian Santang." pengawal itu mengingatkan majikannya yang masih berjalan santai.

"Kamandaka..."

"Hamba Raden."

"Katakan pada Raka Kian Santang bahwa aku akan latihan terlambat. Aku ingin berjalan jalan sebenar." mintanya. Pengawal itu langsung bergegas pergi.

Raden berjalan jalan seorang diri. Tanpa ia sadar, ia berjalan menuju istana putri mahkota yang juga istrinya.

Matanya terbelaklak melihat seorang dayang muda tangannya terikat pada gantungan diatasnya. Dan putri mahkota dengan penuh kemarahan mencambukinya hingga gadis itu merintih kesakitan dan memohon ampun.

"Argghh... Ampuni hamba Nyimas. Hamba mohon ampun..." Gadis itu mengemis.

Nyimas tak menggubris, ia mengangkat cambuk rotan ditangannya dan kembali mencambuki gadis itu.

"Hentikan!" bentak Raden.

Raden Sura Wisesa tentu saja marah melihat kelakuan istrinya. Ia segera mendatangi putri mahkota, merebut paksa cambuk itu dari tangannya dan membuangnya dengan kasar.

"Apa yang kau lakukan Nyimas?" bentak Raden dengan marah. Ia mencengkram kuat pergelangan tangan kanan Nyimas hingga Nyimas terasa kesakitan.

"Aku sedang mendisiplinkan bawahanku, Raden." ucap gadis itu tanpa ragu dan tenang. Terdapat wibawa dalam nada yang ia ucapkan.

"Kau sangat kejam! Tidak seharusnya kau memperlakukannya seperti ini!" Bantah Raden semakin naik pitam.

"Mohon anda tenangkan diri Anda Yang Mulia. Hamba hanya sedang mendidik bawahan hamba." balasnya dengan tenang.

"Kau bukan pemimpin istana dalam! Jika kau ingin mendisiplinkan pelayanmu, kau harus meminta izin pada Ibunda Ratu lebih dahulu!" dengan kasar Raden menghempas tangan Nyimas.

"Anda benar Yang Mulia. Namun sebagai seorang putri mahkota dan pemilik istana ini, hamba berhak mendisiplinkan para bawahan yang membangkang."

Tanpa mendengar alasan istrinya, Ia segera bepaling untuk melepas ikatan gadis itu. Gadis itu lemas, ia pun jatuh pingsan dalam dekapan Raden Sura Wisesa. Raden tanpa sungkan, langsung menggendongnya untuk dibawa ke istananya.

PRABU SILIWANGI RAJA PADJAJARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang