RACUN

672 34 1
                                    

RACUN

"tabib, tolong jelaskan padaku penyebab kakak ipar meninggal seperti itu." pinta Nyimas Rara Santang berbisik. Ia tak ingin raka dan ibundanya mendengar pembicaraan mereka maka sebelum itu ia meminta tabib mengikutinya ke ruangan lain.

"ampun Nyimas. Nyimas Gendhis meninggal karena keracunan. Kami sudah memeriksa darahnya dengan jarum perak ini dan cairan pendeteksi racun. Dan ini hasilnya Nyimas." jelas tabib itu menunjukkan jarum perak yang ujungnya kehitaman dan selembar kain berdarah yang sebagian darahnya berubah warna kehitaman.

Nyimas Rara sangat terkejut dengan apa yang diperlihatkan tabib padanya. Ia pun teringat akan kue mawar yang masih ada di tangannya dan segera ia memberikan kue itu pada tabib.

"sebelumnya kakak ipar memakan kue ini tabib. Tolong kau periksa apakah kue ini penyebab keracunannya." jelas Nyimas.

Tabib mengambil kue itu menggunakan selembar kain di tangannya dan sebuah jarum perak baru ditusukkan. Hasilnya benar seperti dugaan, jarumnya berubah kehitaman pada bagian yang ditusuk. Permukaan kue yang merah merona itu tiba tiba menjadi hitam pada sekitaran area yang ditusuk tadi.

Nyimas dan tabib sama sama ternganga. Nyimas segera meminta tabib untuk merahasiakan hal ini dulu dari siapapun dan ia juga diam diam meminta tabib untuk mencocokan kue itu dengan racun yang ada pada darah kakak iparnya. Jika benar kakak iparnya meninggal karena racun yang sama, maka bukti Nyimas cukup kuat untuk menangkap pelakunya.

Kejahatan ini bukan kejahatan biasa. Ini pembunuhan berencana pada keluarga istana. Jika bukan karena reaksi cepat kakak iparnya, mungkin ia dan keluarganya yang lain juga sudah keracunan.

Tiba tiba Nyimas teringat pada pengawal yang tadi mengantarkan kue. Ia pun segera meminta pengawal pribadinya mencari pengawal itu dan menahannya di penjara.

****

"malang sekali nasib putri mahkota ya. Meninggal saat sedang mengandung anaknya." bisik seorang petani yang sedang berjalan sambil memikul beberapa tanaman di bahunya.

"benar. Malang sekali nasibnya. Itulah karma karena suaminya telah zolim merebut tahta dari Raden Sura Wisesa." timpal yang lain.

"bener kang. Tapi saya kasihan juga dengan Nyimas ratu Subang Larang dan keluarganya. Mereka itu kan sangat baik, tapi sekarang banyak di benci. Kasihan" ucap yang satu sedikit merasa iba.

"alah... Buat apa kasihan. Itu namanya karma. Dia itu baik karena ada maunya. Menarik simpati rakyat biar anaknya bisa terpilih jadi pewaris. Nah sekarang kena kan batunya. Mantu dan cucunya meninggal... Beuhh... Makanya jangan jadi wanita ular..." cibir pria kedua tanpa ada belas kasih atau sopan santun.

"huss... Jangan gitu kang. Gimana pun Nyimas dan anak anaknya memang baik. Lagian kita kan cuma pengen biar rakyat sunda di pimpin keturunan sunda bukan musuhin Nyimas dan anak anaknya." bela pria pertama.

"halah... Bagi saya mah permaisuri Padjajaran hanya Nyimas Kentring Manik seorang. Dan pewarisnya hanya Raden Sura Wisesa seorang. Saya mah ngga suka sama dua wanita ular itu dan anak anaknya." timpal yang kedua dengan sombongnya.

"huss... Udah kang jangan bicara yang sembarangan terus. Mending kita berdoa aja biar di kasih pemimpin yang baik sama sang hiyang widi." sahut si pertama sudah jenuh dengan cibiran lawannya pada Nyimas.

"ya... Amin amin..."

Tak jauh dari tempat kedua petani tadi berbincang, Gusti Prabu dan rombongan sengaja menghentikan perjalanannya. Yang mana tentu saja percakapan keduanya di dengar oleh seluruh rombongan prabu.

Hal tersebut membuat prabu tersulut emosi. Tentu saja istrinya Nyimas Aci Putih segera melerainya dan menahan prabu berbuat hal yang tidak diduga.

Nyimas tau bagaimana suaminya akan sangat marah jika ada orang yang menghina keluarganya terlebih istrinya Nyimas Subang Larang dan putra mahkotanya.

PRABU SILIWANGI RAJA PADJAJARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang