FESTIVAL

156 14 1
                                    

FESTIVAL

Istana kembali membuka lebar gerbangnya menyambut para tamu undangan dalam festival tahunan panen. Setelah beberapa minggu ini badai masalah menerpa keluarga istana, pada akhirnya istana kembali menyambut tamunya.

Festival rutin yang biasanya hanya dilangsungkan sekali dalam setahun sebagai bentuk syukur pada Yang Maha Kuasa atas berkah panen yang melimpah.

Ada yang berbeda dengan festival tahun ini. Rakyat dan tamu yang hadir tak mendapati kehadiran Nyimas Ratu Subang Larang dan putra putrinya. Walau perbedaan keyakinan antara Nyimas dengan suaminya bukanlah rahasia umum, namun Nyimas tetaplah seorang istri dan ratu yang penuh toleransi pada perbedaan.

"Salam untuk Anda Yang Mulia. Semoga anda senantiasa sehat dan di berkahi oleh para dewata." sapa seorang tamu utusan dari kerajaan tetangga.

"Salam kembali Raden Wisnu Kerta Aji. Semoga dewa memberkahimu." balas Prabu lembut. Raden Wisnu tersenyum lembut sambil mendekapkan tangan kanannya kedada kirinya dan membungkukkan setengah tubuhnya.

"Salam Nyimas Ratu Kentring Manik. Semoga dewata memberkati anda."

"Salam juga Raden Wisnu. Semoga dewata memberkatimu." ucap Nyimas seraya menggangkat salah satu tangannya setinggi bahu bagian bawah dan menempatkan bagian luarnya kearah Raden.

Raden tersenyum dan kembali menerima salam itu dengan rendah hati.

"Silahkan menikmati festival tahunan ini Raden Wisnu."

"Terima kasih Gusti Prabu atas kemurahan hati anda."

"Mohon maaf Gusti jika hamba lancang bertanya. Dimanakah Nyimas Ratu Subang Larang dan Raden Walangsungsang? Hamba sangat ingin menyampaikan salam hamba pada beliau dan berbincang ringan dengan Raden." tanya Raden Wisnu hati hati.

Air wajah Prabu dan istrinya berubah. Yang awalnya ceria dan berseri, mendadak pucat dan kebingungan. Nyimas bahkan menggigit bibir bawahnya untuk menghilangkan gugup di sekujur tubuhnya.

"Ampun Gusti Prabu. Para Rsi agung sudah siap memimpin upacara persembahan hari ini." sela seorang pengawal.

"Baiklah."

"Mari Raden kita ke aula persembahan. Yadnya akan segera dimulai." ajak Prabu mengalihkan pembicaraan.

Prabu jalan memimpin menuju aula yadnya diikuti oleh istrinya, Raden Wisnu dan pengawal tadi.

Para Rsi mulai membacakan mantra mantra pemujaan dengan sangat hikmat. Bunga ditabur ke dalam tungku persembahan yadnya.

Para hadirin mengikuti jalannya yadnya dengan hikmat.

"Aaaa..." teriak hadirin histeris saat sebuah panah tiba tiba melesat dan menancap tepat di dada seorang Rsi yang melakukan yadnya.

Bebera punggawa langsung berbaris membuat tameng melindungi Rsi yang dianggap agung.

Upacara mendadak hancur berantakan dengan teriakan penuh ketakutan dan kengerian. Hujan panah tak henti henti tertembaki kearah aula upacara. Hadirin lari kocar kacir ketakutan dengan serangan mendadak yang terjadi walaupun sudah ditamengi oleh beberapa punggawa.

Para pasukan pengawal elit segera mengawal keluarga istana dan tamu dari negeri tetangga dan para Rsi untuk keluar dari tempat itu.

Suara gemerincing pedang yang saling beradu semakin menggentarkan nyali hadirin yang ketakutan. Ringkikan kuda menambah ketakutan menjadi semakin pekat.

Suasana kacau. Di gerbang utama prajurit susah payah menahan serangan mendadak dari kelompok berkuda tak dikenal dan mendobrak paksa memasuki istana.

"Gusti Prabu, anda harus segera melarikan diri dari tempat ini. Keselamatan anda adalah hal utama untuk kami." ucap para punggawa.

PRABU SILIWANGI RAJA PADJAJARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang