SYAIR KERINDUAN (TAMAT)

327 17 5
                                    

SYAIR KERINDUAN

Dinda, aku sangat merindukanmu. Banyak tahun telah kulalui bersamamu. Kau memenuhi setiap relung hati dan kerinduanku dengan senyum dan kebaikan hatimu.

Aku tak tahu akan serapuh ini kehilanganmu. Padahal satu tahun telah berlalu sejak kau pergi. Rasanya baru kemarin aku mendengar lantunan syair mu yang indah. Kau bilang itu bukan syair, tapi kitab suci.

Baru kemarin aku memenangkan sayembara untuk bisa meminangmu. Baru kemarin juga aku untuk pertama kalinya menjadi seorang ayah. Saat kau melahirkan putra pertama kita - Walangsungsang.

Apa kau tahu Dinda? Putra kita kini telah menjadi raja yang mandiri. Aku sangat bangga padanya.

Kutuliskan tiap bait kerinduan ini dengan dada sesak padahal hatiku hampa. Air mata sudah habis mengering bagai sungai di musim kemarau.

Telah banyak waktu berlalu. Aku semakin tua dan kehilangan banyak orang yang kucintai. Putraku Galuh Wisesa, bagaimana bisa ayahanda melupakanmu. Kepergianmu adalah pukulan pertama dalam hidupku sejak aku didapuk menjadi seorang raja.

Putriku tersayang, aku benar benar bersalah padamu. Untuk menenangkan hati ibu mudamu, kau harus terlahir ditengah hutan saat perjalanan ibundamu mengikutiku pindah ke istana kita yang baru.

Aku pun dengan tega mengirim dirimu ke pengasingan, padahal kau anak yang sangat baik hati. Setiap aku menatap wajahmu, lelah dalam hatiku runtuh, nak. Wajahmu sangat mirip dengan nenekmu. Ibunda ratu Umadewi.

Kadita, bagaimana cara ayahanda bisa membayar hutang ini?! Kau pergi tanpa berpamitan padaku. Membuatku kecewa padamu. Kau tega, nak.

Aku masih ingat wajah putriku. Kulukis dengan hati hati wajahnya. Senyumnya yang sangat manis, membuatku ingin menangis.

Dinda, aku tahu kau selalu cemburu bukan? Dalam hatimu kau selalu berfikir aku tak pernah mencintaimu bukan? Kau salah Dinda. Aku juga mencintaimu.

Apa rasa sakitmu kini sudah hilang? Jika kau tanya aku, sakit melihatmu yang terus terpuruk dan menderita itu masih ada sayang. Aku kehilanganmu yang membuatku hampir frustasi. Kuharap kini kau tak menangis lagi Kinasihku.

Kuambil sebuah kitab baru. Ini untuknya. Kutulis istimewa untuknya. Membayangkan wajahnya membuatku tersipu malu.

Kau yang sangat istimewa, sayangku. Istriku, teman hidupku, kekasihku, ibu dari anak anakku. Tak cukup buku didunia ini untuk kuceritakan tentangmu dan segala kerinduanku padamu.

Kau sangat kejam padaku, Dinda. Kau siksa aku dalam kerinduan ini tanpa kau berikan obat penghilang rasa sakitnya. Kepergianmu dalam pangkuanku membuat duniaku hancur luluh lantak tak tersisa.

Aku tau kau tersenyum sebelum pergi. Namun bersama dengan senyummu, kau telah merampas semua gairah hidupku. Kau bawa pergi seluruh jiwa dan semangatku dalam hembusan nafas terakhirmu. Apa kau tak merasa bersalah padaku, cintaku?

Kini aku kesepian, sayangku. Hatiku masih sakit walau satu tahun sudah berlalu sejak engkau pergi.

Air mataku pecah. Tak sanggup aku menahan kerinduan ini. Kenangan tentangmu masih membekas sangat dalam ditempat istimewa dalam hatiku.

Jika orang lain mengatakan aku tak adil itu benar. Dalam hal cinta aku memang tak adil dan kau lah penyebabnya. Kau telah merebut seluruh hatiku, semangatku, jiwaku dan cintaku. Makanya saat kau pergi, sampai saat ini aku masih hancur. Kini aku paham apa yang dirasakan Kinasihku.

Dinda, putri kita sudah menikah dengan seorang pria terbaik. Seorang raja yang bijaksana bagi rakyatnya. Cucumu laki laki, Dinda.

Dinda, sejak pertama aku bertemu denganmu hatiku sudah memilihmu. Kau gadis baik yang mengasihani pemuda fakir sepertiku. Namun saat itu aku belum memahami hatiku sendiri bahwa aku mulai terpikat olehmu.

PRABU SILIWANGI RAJA PADJAJARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang