CEUMEUNG

747 34 10
                                    

Hallo kawan pembaca semua...

Terima kasih telah bersedia meluangkan waktu untuk membaca cerita kami. Kami sangat bersyukur atas dukungan kalian selama ini. Mohon maaf untuk hal hal yang membuat pembaca menjadi tidak berkenan dan kesalahan penulisan atau bahasa yang masih banyak tersebar dalam cerita. Kami memohon dukungannya dan juga saran dan masukan untuk menjadikan kedepannya yang lebih baik.

Dikarenakan minggu sebelumnya tidak update, maka minggu ini kami update dua kali... Selamat menikmati semuanya...

Happy membaca semua...😘

Terima kasih

Nacha 98

****************

CEUMEUNG

"Kita harus segera lari, Rangga!" ujarnya di sela sela pelariannya. Ia masih menggenggam erat tangan adiknya sambil berlari bersama menghindari kakaknya yang masih terus mengejar.

"Kejar mereka! Tangkap!" teriak Galuh Kesit atau yang dikenal juga dengan nama Astunalarang semakin dekat.

Raden semakin cemas dengan adiknya yang sudah nampak kelelahan. Nafas keduanya sudah tersengal sengal namun mereka harus terus berlari menghindari Astunalarang dan pasukannya.

"Raka aku lelah..."Keluh Rangga Pupuk namun ia masih terus berlari.

"Raka paham Rangga, namun kita tidak boleh berhenti disini!" nasihat Raden Pamanah Rasa. Beberapa kali ia menoleh kearah belakang untuk memastikan bahwa pasukan Astunalarang masih jauh keberadaannya.

"Hahaha... Mau lari kemana kalian?" ucap Astunalarang dengan pogah. Ia menambah kecepatannya dan usahanya pun berhasil. Kudanya berhasil menghadang Raden Pamanah Rasa dan adiknya.

Kedua bersaudara itu terkepung oleh belasan prajurit yang berpihak pada kakaknya. Seringai sombong Astunalarang membuat Raden cemas pada keselamatan adiknya. Ia menarik Rangga Pupuk kedalam dekapannya.

"Raka tolong jangan lakukan ini!" pinta Raden dengan sangat memohon sementara Rangga Pupuk hanya menangis.

Astunalarang tertawa terbahak bahak melihat kedua adiknya yang sudah tersudut. Ia menarik paksa Rangga Pupuk dari dekapan Pamanah Rasa dan melempar anak itu pada salah satu prajuritnya.

Ia menarik kerah Pamanah Rasa dan menatap tajam pada anak itu. Tatapannya penuh amarah dan dendam pada anak itu. Pamanah Rasa cemas namun ia bukan cemas pada dirinya, ia malah cemas pada adiknya yang kini meronta ronta dalam pegangan prajurit.

"Raka, tolong lepaskan kami. Apa salah kami hingga kau tega melakukan ini pada kami?" tanya Raden lembut.

Amarah Astunalarang memuncak mendengarnya. Ia menarik kuat kuat kerah adiknya hingga Raden sedikit terangkat. Secara fisik, Astunalarang lebih besar darinya. Wajar, perbedaan usia mereka hampir 11 tahun.

"Kelahiranmu sudah merupakan kesalahan terbesar dalam hidupmu!" bentak Astunalarang tepat dihadapan Pamanah Rasa.

"Raka, maafkan aku jika kehadiranku membuatmu marah. Aku tidak pernah tau apa yang dikehendaki oleh Para Dewa." bela Raden, matanya sesekali melirik adiknya yang menangis ketakutan.

"Aku tidak akan memaafkanmu walau kau mati sekalipun!" teriak Astunalarang dipuncak rasa kesalnya. Ia mengangkat tinggi tinggi kujang pada tangan kanannya dan mengarahkan kujang itu pada adiknya. Pamanah Rasa menutup matanya menerima apapun yang akan terjadi padanya.

Pamanah Rasa tak merasa sakit pada tubuhnya walaupun suara tusukan sudah ia dengar. Harusnya kujang itu sudah menancap pada tubuhnya jika ia tak salah ingat.

PRABU SILIWANGI RAJA PADJAJARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang