🌙 UNUS 🌙

407 48 67
                                    

Panas, satu kata yang menggambarkan cuaca hari ini. Sangat panas, matahari seperti sedang menampakkan kehebatannya. Berkali - kali aku mengusap peluh di dahiku sambil terus berjalan menelusuri jalanan beraspal. Sesekali aku berhenti sambil membenarkan posisi tasku yang berat. Seberat batu mungkin.

Sampai di tikungan aku putar balik, melihat ada peringatan perbaikan jalan. Rasanya aku ingin menangis, di cuaca sepanas ini aku harus jalan lebih jauh lagi untuk sampai kerumahku. Aku masih SD, dan aku sedang pulang sekolah sekarang.

Dari kejauhan aku melihat ada 3 orang laki - laki, kulebarkan mataku saat melihat seorang lelaki bertubuh mungil tampak tak berdaya. Sementara yang lainnya tampak puas membullynya. Aku segera berlari sekuat tenaga sambil mengangkat tasku.

TAP TAP TAP TAP....

"Hey,, ada jagoan kesiangan." Teriak bocah lelaki dengan senyuman menyebalkannya membuat wajahku semakin memerah menahan emosi.

"Apa yang akan kau lakukan gadis kecil?" Tanya bocah lelaki satunya lagi. Aku masih terus berlari kemudian melempar tasku dan.

BRAAAAAKKKKK..... Keduanya jatuh tersungkur. Aku sudah seperti seorang penyelamat sekarang.

"Pergi!!!!" Teriakku lantang membuat dua bocah lelaki itu berlari dengan langkah takut. Tasku sangat berfungsi.

Pandanganku beralih pada lelaki kecil yang terlihat tersungkur di aspal. Aku segera menunduk dan menggoyangkan bahunya yang ringkih.

"Hey, lo gak apa apa kan?" Tanyaku sambil menepuk pelan pipinya. Ia tampak sangat lemas. Dengan pelan aku membantunya berdiri. Tidak tega melihat lututnya terluka.

"Lutut lo luka, ayo diobati dulu." Ujarku sambil membantunya berjalan dengan langkah putus - putus.

Sampai di teras rumahku, aku membantunya duduk sambil meluruskan kakinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sampai di teras rumahku, aku membantunya duduk sambil meluruskan kakinya. "Lo gak papa kan?" Tanyaku kesekian kalinya. Bocah kecil yang tampak seumuranku itu menggeleng pelan. Ia tampak meringis menahan sakit, darah masih mengalir di lututnya. Aku segera masuk rumah untuk mengambil P3K yang berada di ruang tamu rumahku.

"Siapa kak?" Tanya ibu yang muncul tiba - tiba. Aku menengok ke arah ibu. "Anak ini terluka bu," ujarku sambil membersihkan lututnya dengan tisu basah. Sebelum duduk tadi aku menyuruhnya mencuci kaki dengan air mengalir.

"Astaga nak, kau tidak apa - apa?" Ibu tampak khawatir. Anak laki - laki itu mengangguk. "I..iya saya tidak apa - apa." Ujarnya, kali ini ia mau bersuara. Aku tersenyum lembut menatapnya. Sambil tanganku masih sibuk mengobati lukanya.

"Selesai," ujarku sambil memplaster perban yang membalut lututnya.

"T..terimakasih ya," ujarnya sambil menunduk. Aku tersenyum sambil mengangkat wajahnya. "Santai aja, oh iya nama lo siapa?" Tanyaku. Ia tak langsung menjawab masih menunduk. Apa ia memiliki penyakit takut?

"Kenalin nama gue Huang Ferlyn? Lo siapa?" Tanyaku lagi memancing perkenalan agar ia menyebutkan namanya.

"P...Park Jisung." Ujarnya sambil membalas uluran tanganku dengan lemas.

Jadi, namanya Park Jisung. Dia manis, hanya saja tampak sangat penakut.

_________

KRIIIIIIING bel masuk sekolah terdengar sangat nyaring, aku berdecak kesal karena tidak jadi sarapan. Padahal aku sedang mengantre membeli pie susu kesukaanku didepan sekolah.

"Pak, bisakah saya memesan tapi ambilnya nanti saat istirahat?" Ujarku sambil memberikan uang seharga pie susu yang aku beli. Bapak penjual itu mengangguk.

"Tentu nona kecil, kau sudah mengantre dari tadi. Ingin beli berapa?" Tanya bapak itu. Aku tersenyum lebar, seperti seorang anak yang mendapatkan sebuah hadiah besar.

"Lima ya pak, kalau begitu saya masuk kelas dulu. Sampai jumpa pak." Aku melambaikan tangan kepada bapak penjual itu. Kemudian berlari kecil menyusuri jalanan area sekolah.

Sampai di lorong menuju kelas aku segera berlari karena melihat Ibu guru sudah berjalan dari ujung tangga sana.

"Hey Ferlyn, habis kemana? Kenapa ngos ngosan?" Tanya Chenle. Aku segera duduk disebelahnya seperti biasa.

"Pie susu, lo tahu Chen? Gua udah ngantri dari tadi tapi gak dapat akhirnya gue mesen untuk nanti." Ujarku sambil mengatur napasku.

Chenle tertawa sampai matanya menyipit. Menyebalkan sekali, aku dengan tidak tanggung - tanggung memukul lengan kurusnya.

"Hey,, kenapa mukul aku!! Dasar psikopat sejak dini. Harusnya tadi kamu panggil aku,kalau ada aku  gak akan ada antrian panjang karena aku akan memborongnya." Ucap Chenle sambil mengambil sebuah tisu.

"Keringatmu," ujarnya sambil menyodorkan tisunya yang sangat mahal perhelainya saja seharga sepatuku.

Tiba - tiba semua siswa hening, yang tadinya ramai sekarang mendadak sangat sepi. Pandanganku beralih ke depan kelas, seketika mataku melebar.

TBC

Verus Amor || Park Jisung || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang