🌙 XVIIII 🌙

59 13 9
                                    

Suara cicitan burung terdengar sangat keras hingga memekakkan telinga, beterbangan menembus udara dingin di sore yang agak mendung ini. Tepat di bawah langit itu ada sebuah gedung rumah sakit terbesar di Amerika. Bisa kita lihat mobilitas orang - orang berlalu lalang keluar masuk rumah sakit. Di dalamnya pun sama, hilir mudik orang - orang memasuki satu ruangan menuju ruangan yang lain.

Jgleek

Suara pintu di buka menegakkan pandangan seorang pria yang sedari tadi menunduk sembari menangkupkan kedua tangan di ruang tunggu. Hatinya was - was, cemas sampai sesekali dahinya mengkerut karena jantungnya tak berhenti berdetak sangat kencang. Rasanya campur aduk antara ingin menangis dan baik - baik saja.

Sang dokter menatap tubuh tinggi seorang pria yang masih mengenakan seragam SMP, dari vibesnya sangat terlihat ia barusan pulang sekolah. Pikirannya kalang kabut sehingga ia tidak berpikir untuk mengganti dulu seragamnya. Wajahnya amat pucat, seperti menahan sesuatu yang membuncah dalam hatinya.

"Apa anda anak dari tuan Park Seohyun?" Suara dokter membuat Jisung berdiri dari tempat duduknya sembari menunduk hormat. Sang dokter tersenyum melihat wajah Jisung yang tampak sangat tegang.

Jisung menelan ludah, hingga sang dokter menghela napas. "Rileks," ujarnya mengerti betapa tegangnya atmosfer yang Jisung ciptakan dalam jiwanya.

Sang dokter melirik arloji di tangannya, ternyata sudah sore menjelang malam. Ia sedikit memijit keningnya, memejamkan mata kemudian menghela napas. Jisung yang melihat gelagat sang dokter sungguh dag dig dug tidak karuhan. "Operasi berjalan lancar nak, ayah anda selamat."

Sungguh, Jisung sampai tak dapat berkata apa - apa. Kakinya lemas seperti jelly, namun hatinya seperti ada sesuatu yang membasahi sehingga yang tadinya panas dan perih menjadi lega seketika. Itu yang Jisung rasakan, ia bersujud syukur di depan sang dokter. Membuat dokter pria tersebut berjongkok menegakkan punggung Jisung. Air mata dari putra pertama tuan Park yang terhormat itu jatuh begitu saja. Membuat sang dokter hendak tertawa namun tertahan karena berusaha menghormati si anak sultan.

Suara orang berlarian terdengar mendekat pada mereka. Melihat keadaan Jisung berlinangan air mata dan dokter yang mencoba menopang tubuh Jisung membuat dua orang wanita yang barusan datang reflek menutup mulutnya di sertai tangis mereka. Sang dokter kaget hingga mengalihkan pandangannya menuju sumber tangisan baru itu.

"Dokter, apa yang terjadi pada suami saya dokter."

"Dokter!! Bilang! Papa gak papakan? Papa selamatkan? Papa masih hidup kan?" Suara Joy menyusul tangis pilu sang ibu.

Dokter menghela napas, sungguh drama pikirnya.

___________

Deg

Jantung seorang gadis berdetak sangat cepat, durasi yang tak pernah ia rasakan selain masa - masa ia sedang jatuh cinta. Perlahan gadis itu memegang dadanya yang terasa linu karena detakan jantung. Rasanya seperti ada suatu yang terhubung. Hingga sebuah tepukan pelan di punggung menyadarkannya.

"Kak, mama papa dan ayah ibu datang." Ucapan Ningning melebarkan mata Ferlyn, gadis bermarga Huang itu langsung berlari turun untuk menemui ayah ibu yang sangat ia rindukan.

Brukkkk

Pelukan Ferlyn pada sang ayah sangat erat mengundang kekehan dari pria beranak tiga itu. Rasanya sudah sangat lama tak berjumpa dengan putri terakhirnya mengingat sangat banyak beban perusahaan yang ia jalankan. "Ferlyn, gimana kabarnya?" Pertanyaan ayah membuat tangis Ferlyn pecah.

"Ayaaaah, kenapa lama pulang? Gak sayang sama Ferlyn lagi kah?" Renjun yang melihat tingkah Ferlyn itu mendengus kesal.

"Halah, sok manja lu." Dengus Renjun menatap adik perempuan yang tengah terisak dipelukan sang ayah. Ferlyn melepaskan pelukannya kemudian kepalanya berputar menatap Renjun dengan kesal. "Apaan sih Lo? BACOT!"

"E..EE Ferlyn." Peringat sang ayah, namun hati Ferlyn sudah terlanjur mendidih karena ejekan dari kakak laki lakinya yang sangat menyebalkan. Ralat, bukan kakak tetapi lebih persis seperti musuh.

Sementara dari kejauhan putri semata wayang dari pasangan suami istri saudara ayah ibu Ferlyn tengah menatap mama papanya dengan penuh keraguan. Ia takut jika mama papanya masih kecewa. Ferlyn yang peka Ningning tampak gugup tersenyum kemudian menarik gadis itu ke arah mama papanya.

"Om, Tante tau gak sih. Ningning banyak perubahan loh disini. Dia udah bisa nyapu, nyuci piring, nyuci baju, jemur baju, ngelipet dan mulai bersih bersih kamar sendiri." Cerita Ferlyn dengan penuh semangat.

"Dan sekarang dia lagi belajar masak." Lanjut Ferlyn dengan semangat.

Sang mama terkekeh mendengar cerita keponakannya. Ia merentangkan kedua tangannya lebar - lebar menyambut kedatangan sang anak. Dengan linangan air mata Ningning memeluk sang mama sangat erat.

"Loh kok nangis?" Papa Ningning tertawa sembari membenarkan surai sang anak yang sedang dalam pelukan sang mama. Ningning sesegukan, sesekali ia terbatuk.

"Ning... Sksksk..Ning ttakuut. Hikss hiks."

Renjun menahan ngakak brutalnya luar biasa melihat gadis yang biasanya tsundere dan bar - bar kini menangis sesegukan di pelukan wanita yang telah melahirkannya. Ferlyn yang peka dengan ekspresi Renjun tanpa ampun menyentil dahi mulus itu. CTAKKK

"ANJIR! SAKIT BEGO!" teriakan Renjun tertahan, ia masih menghargai momen keluarga yang sedang dalam tontonan mereka semua.

Ferlyn tersenyum menang, menatap Renjun yang tampak mengelus dahinya yang memerah, membuat kulit putih itu kontras karena sentilan nya yang cukup kuat.

Gadis itu berbisik tepat didepan kuping Renjun. "Gue tau, kalau kejadian Chenle kemaren cuma skenario abal - abal." Bisikan Ferlyn membuat mata Renjun membulat. Pria itu meneguk ludahnya. "So? Lo mau bilang itu semua ke Ningning gitu?"

Ferlyn tertawa sembari menggeleng. "Nggak, setidaknya dia mencoba deket sama seorang cowok. Lo sadar gak sih dia kek gak punya cinta atau sejenis crush." Mendengar ucapan Ferlyn Renjun mati - matian menahan tawa besarnya.

Renjun menatap adik perempuannya sembari tersenyum. "Lo baca wa grup gue ya? Oh iya, Jisung nitip salam buat Lo."

Ekspresi wajah Ferlyn langsung berubah. Ia mengepalkan tangan, kemudian berlari masuk ke dalam kamarnya. Renjun yang melihat adiknya ngambek tiba - tiba itu hanya menghela napas. "Aelaah, perawan perawan. Ngambekan!" Gumam Renjun sembari mengelus dahinya.

🌙 Verus Amor 🌙

Chapter ini sangat pendek karena pikiran sedang sangat stuck!
Doakan agar ke stuckan ini segera memulih dan aku mendapatkan inspirasi atau imajinasiiii 💚

Verus Amor || Park Jisung || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang