Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Eagle, sudah berapa keluarga yang kau bunuh?" tanya seorang perempuan dengan topeng kelincinya.
Yang dipanggil Eagle itu menghitung menggunakan jari. "Hm ... sekitar lima keluarga yang sudah kubasmi. Beberapa lainnya sedang dalam masa pengawasanku," jelas Eagle.
"Bunuh yang tua-tua bau tanah, sedangkan para keturunannya cuci otak mereka. Gunakan mereka untuk menghancurkan keluarga mereka yang lainnya."
"Heh, itu terlalu kejam Honey."
"Ck! Jangan memanggilku dengan sebutan Honey. Itu menggelikan!"
"Yahahaha, aku tak akan memanggil lagi. Tapi tak janji."
"Kau-"
"Aku akan pergi."
Eagle beranjak dari duduknya, tapi sebelum menggapai pintu dia teringat sesuatu. "Ah iya. Seseorang sedang mengawasi kita, tapi tak berbahaya." Setelah berkata, dia membuka pintu dan keluar dari ruangan tersebut.
"Ayo kita lihat, bagaimana jika marga Parker manghilang dari dunia?" gumam Eagle sembari terkekeh.
_____
"Wah, sudah ketahuan rupanya ya? Ummm, dasar bocah itu."
Seseorang itu terkekeh, menatap seorang perempuan yang duduk di kursi kebesarannya. "Kau terlalu kejam untuk seukuran manusia. Jika di dunia ini ada iblis, maka raja iblisnya adalah dirimu Azura," gumamnya.
"Lakukan semaumu, aku akan membantu dari balik layar."
Dia menutup matanya dan kembali di buka, pikirannya berkelana pada masa lalu.
Seorang gadis kecil bergaun biru langit sedang memetik bunga di taman rumahnya. Saat asik memetik bunga, seorang pria mengangkat dan menggendong nya.
"Aaa!" pekik gadis kecil itu.
"Paman! Paman menganggetkan Ajula!" seru gadis kecil itu dengan menampilkan ekspresi galak. Tapi di mata pria itu malah terlihat lucu.
"Langit paman, apa tak merindukan paman hm?" tanya pria itu dan di balas anggukan semangat Azura kecil. Dia masih kesal dengan pamannya itu.
"Heeeh? Jadi tak merindukan paman begitu? Yasudah, buku yang paman belikan untuk Zero saja."
"Hhh?! Danan! Buat Ajula aja! Jelo ndak cuka baca!" pekik Azura kecil. Dia dengan cepat turun dari gendongan pamanya dan berlari masuk kedalam rumah.
Pria itu menatap dengan gemas dan mengikuti Azura kecil masuk kedalam.
"Gadis kecil yang dulunya sangat menggemaskan kini menjadi iblis haus akan darah."
_____
"Kita jalankan rencana malam ini?" tanya seorang perempuan dengan topeng rubah putih bercampur bercak merah.
"Iya."
"Oke."
Kedua gadis itu sudah siap dengan perlengkapan mereka. Walau hanya menyapa, tak bisa mereka pastikan nanti nya tak ada pertarungan yang terjadi. Hanya berjaga-jaga saja.
"Eagle, ikut?" tanya Fox sekali lagi.
"Tidak. Dia tak tau, aku tak memberitahukannya tentang hal ini," jawab Rabbit.
"Bukankah jika dia tau, mungkin saja akan menjadi pen-"
"Tidak, aku tidak akan membiarkan dia menjadi penerus. Biarkan dia menjadi penerus perusahaan Abraham, lagi pula cucu laki-laki yang diinginkan nenek tua itu belum tentu dia masih melihatnya. Mungkin saja nenek tua itu sudah lenyap dari muka bumi," kata Rabbit seraya mengikat rambut hitamnya agar nanti tak menganggu pergerakannya.
"Oke, let'sgo!"
_____
Setelah melakukan perjalanan cukup jauh, kedua gadis itu sampai di tempat tujuan. Di sebuah toko terbengkalai di pinggiran kota.
"Alat yang kita gunakan sebelumnya sangat membantu. Aku pikir itu adalah alat buatanku yang gagal, tapi ternyata tidak," ujar Fox dengan berbangga diri.
Bagaimana kedua gadis itu bisa sampai disini? Mereka berdua meletakkan sebuah alat, alat itu seperti seekor lalat tapi memiliki kamera dan sayap hingga dapat terbang mengikuti seseorang dan mengintai.
"Aku tau, temanku tak pernah gagal membuat suatu alat canggih. Aku berterima kasih padamu," kata Rabbit sambil menepuk pundak Fox.
"Aaaa ... aku baper!"
Rabbit memutar bola mata malas. Lihatlah, baru saja dipuji, gadis yang pandai memanipulasi ini sudah terbang ke angkasa.
"Ayo masuk."
Kedua gadis itu masuk dengan berjalan santai, jebakan yang ada di sana di lewati dengan mudah. Seseorang yang yang sedang memantau mereka sedari tadi bergegas membertitahu anggota lainnya kalau ada yang menyusup dia markas mereka.
"Siapa kalian?!" tanya seorang laki-laki yang keluar dari dalam bangunan itu bersama dua orang lainnya. Rasanya sangat aneh ada yang datang di markas tersembunyi mereka.
Rabbit dan Fox saling pandang. Gadis bertopeng kelinci itu maju selangkah kedepan. "Apa ada Leader kalian di dalam? Aku ingin bertemu dengannya," ujar Rabbit agak datar.
"Ada urusan apa dengan Leader kami?" balas salah seorang dari mereka.
"Hanya menyapa saja," kata Rabbit.
"Jika tak ada urusan yang penting, lebih baik kalian berdua pergi dari sini!" tekan laki-laki pertama.
"Heh? Kami mempunyai urusan dengan Leader kalian, dan kalian tak berhak menyuruh kami pergi," timpal Fox dengan memilin rambutnya.
"Serang!"
Tanpa babibu mereka menyerang kedua gadis itu. Rabbit dan Fox pun dengan lihai menghindar dari serang mereka.
Dor!
"Bangsat!"
Satu tembakan di pelaskan kearah Fox, untung saja gadis itu dengan cepat menghindar. "Mau bermain di belakang? Itu adalah keahlian ku sayang," kata Fox dengan senyum miring dari balik topengnya.
Fox menarik kedua belatih di pinggangnya, menyerang membabi buta lawannya. Tapi mengingat kata Rabbit jangan membunuh, maka dia hanya akan membuat lawanya luka-luka atau ... sekarat mungkin?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.