49. Last Goodbye

7.3K 1.1K 82
                                    

Sudah seminggu setelah aku main ke kos Dicky untuk mengakhiri hubungan kami. Sekarang, semua orang di kelasku sudah tahu tentang kabar berakhirnya hubungan kami. Bahkan sepertinya gosip tentang ini sudah menjalar ke mana-mana sampai sepejuru fakultas. Wajar saja, mengingat Dicky kan punya banyak teman dari berbagai jurusan.

Sebenarnya tidak ada pernyataan jelas soal berakhirnya hubunganku dengan Dicky. Teman-temanku menyimpulkannya sendiri. Bagaimana tidak curiga, Dicky yang biasanya paling berisik di kelas, mendadak berubah menjadi kebalikannya. Bahkan aku nyaris lupa bagaimana suaranya, saking jarangnya dia bicara kalau tidak penting-penting amat.

Awalnya teman-temanku mengira kalau Dicky terlihat lemas karena baru sembuh setelah sakit. Namun, sikap dingin Dicky bertahan lebih lama dari perkiraan. Membuat mereka terus bertanya-tanya apa alasannya.

Lalu tatapan matanya yang terang-terangan menghindariku, menjawab semuanya. Apalagi aku dan dia tidak pernah pulang atau berangkat bareng lagi.

"Kalian putus?" Akhirnya Tyra berani menyuarakan rasa penasarannya. Meski aku yakin, sebetulnya dia sendiri juga sudah tahu apa jawabannya.

"Atau cuma berantem?" tambah Vika ikut penasaran.

"Putus," jawabku tanpa keraguan.

"Kenapa? Dia belum tobat ya? Dia nyakitin lo? Sumpah ya, dia tuh! Waktu itu dia bilang ke gue udah tobat beneran! Bahkan sok-sok bilang nggak bisa liat cewek lain lagi, selain elo! Dasar buaya! Goblok banget sih, Dicky tuh!" Tyra langsung misuh-misuh.

"Dia selingkuh, Ren?" tanya Vika dengan hati-hati.

Aku menggeleng. "Bukan cuma Dicky yang salah kok. Gue juga. Ya, namanya pacaran kan hubungan dua arah. Gue sakit, dia juga. Kita sama-sama saling nyakitin, jadi nggak bisa dilanjut lagi."

Tyra masih tidak yakin dengan ucapanku. "Beneran? Nggak ada kasus perselingkuhan kan?"

Lagi-lagi aku menggeleng dengan lebih tegas, berusaha meyakinkan mereka.

Vika dan Tyra sama-sama diam. Sementara Nana yang sejak tadi menyimak di sebelah Tyra menampakkan ekspresi menyebalkan yang membuatku ingin menamparnya. Melalui tatapannya, Nana seolah sedang mengatakan, "Apa coba gue bilang? Dicky tuh brengsek! Elo sih, udah gue kasih tau dari awal ngeyel banget!"

Sebelum aku kelepasan menampar Nana, lebih baik aku segera menarik diri dari perkumpulan ini. Aku hendak berpamitan pulang dengan alasan supirku sudah menjemput.

Namun, sebelum aku bersuara, Nana sudah lebih dulu bicara. "Gue kan waktu itu udah bilang, dia nggak bisa dipercaya. Waktu itu, temen gue deket sama Dicky, udah kayak pacaran. Dicky ngobral omongan manis gitu deh, seakan-akan udah cinta mati sama temen gue. Nyatanya, itu cuma bertahan dua bulan. Malah nggak ada dua bulan! Tahu-tahu Dicky ngilang gitu aja, nggak bales chat, reject telepon, dan dia keliatan santai aja gitu, seolah nggak pernah terjadi apa-apa. Sementara temen gue udah stres banget, karena bertanya-tanya kenapa tiba-tiba Dicky begitu. Dia udah terlanjur jatuh cinta sama dia, tapi dibuang gitu aja kayak sampah. Lo beruntung aja, Ren, durasi lo lebih lama. Hampir setahun, kan?"

Emosiku mendidih. Kali ini keinginanku untuk menampar wajahnya semakin membeludak. Aku mengepalkan tangan untuk mencegah semuanya.

"Lo nggak ada simpatinya sama sekali sih, Na? Orang lagi patah hati, malah lo katain gitu! Hati-hati karma!" sinis Vika.

"Kalau pacaran sama cowok brengsek gitu mah, namanya patah hati yang disengaja!" balas Nana tidak mau kalah.

Meski emosiku makin menjadi-jadi, dalam hati kecilku membenarkan ucapan Nana. Tentu sejak awal aku sudah bisa menduga bahwa suatu saat hal ini akan terjadi. Tidak ada hubungan yang mulus tanpa masalah. Aku juga sudah tahu track record Dicky seperti apa. Namun, aku sama sekali tidak mengira masalah seperti ini yang akan menimpaku.

Heartbreak Girl (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang