[Hanya fiksi]
•••
"Park Jisung!!"
Laki-laki berkulit putih pucat itu berseru keras membuat seorang laki-laki lain yang memakai hoodie tidak jauh darinya itu membalikkan tubuhnya.
"Hwaiting!"
Sekali lagi ia berseru dengan senyumnya, dan mengepalkan tangannya kuat memberi semangat.Jisung, laki-laki itu tersenyum lebar mendengar kata-kata semangat yang jarang ia dengar dari Chenle. Sedikit malu dengan kelakuan sahabatnya itu, mengingat sekarang mereka di bandara. Di tempat umum.
Meski begitu, Jisung tersenyum lebar,
Ia pun melambaikan tangannya pergi dengan berlari kecil untuk check in.Chenle, laki-laki itu tersenyum sendu menatap punggung lebar Jisung mulai menghilang di kerumunan bandara. Ia juga ingin berlari bersama Jisung, dan terbang ke Korea.
Lari kecil yang lucu dari Jisung sedikit menghiburnya. Chenle akui, Jisung memang imut tapi ia enggan mengatakannya. Anggap saja, canggung?
Chenle pun membalikkan badannya, berjalan menuju mobilnya. Hampir saja ia membuka pintu mobil, tiba-tiba tubuhnya oleng dan pandangannya berputar.
Brukk
Orang-orang di sekitar langsung memekik panik. Mereka menghampiri Chenle, dan bertanya apakah ia baik-baik saja. Tapi, yang Chenle dengar adalah suara dengung. Telinganya berdengung.
Susah payah, Chenle mencoba bangkit dengan dibantu orang-orang di sana. Chenle mengibaskan tangannya pelan, dan memaksakan senyumnya.
"A-aku tidak apa-apa. Terima kasih," ucapnya terbata.
Sebenarnya sulit untuk berbicara, sekarang kepalanya benar-benar sakit berdenyut serasa ingin pecah. Dan, suara dengung di telinga tidak kunjung berhenti.
"Kau sungguh tidak apa-apa, nak? Apa kau tidak ingin pergi ke rumah sakit? Wajahmu sangat pucat."
"Tidak apa-apa, terima kasih."
Sedikit paksaan, akhirnya orang-orang yang mengerumuni Chenle pun pergi. Chenle mencoba memfokuskan pandangannya di mana Jisung tadi pergi. Semoga saja Jisung tidak mendengar pekikan orang-orang dan berbalik. Dan sepertinya, memang tidak.
Chenle menghela napasnya lega, lalu membuka pintu mobilnya. Ia mengatur napasnya, dan meminum obat yang ada di dashboard mobilnya. Setelah tenang, ia pun melajukan mobilnya. Ia bersikap seolah tidak ada yang terjadi.
•••
"Aku tidak pernah pergi ke Amerika atau MIT, Jisung-ah ... "
Jisung menatap Chenle yang sedang berdiri mematut dirinya di cermin, merapikan penampilannya.
"Jadi, selama ini kau berbohong padaku?"
Chenle memakai lip tint, lalu berbalik balas menatap Jisung. Ia sudah menyelesaikan dengan penampilannya.
Make up tipis, kaus hitam tipis berwarna hitam dibalut jaket hitam, dan celana jeans biru dongker.
"Kau ingat, hari di mana kau datang ke rumah ku di Shanghai? Bukankah aku baru saja pulang dari suatu tempat bersama Papa?"
"Itu, aku baru pulang dari rumah sakit. Saat itu aku sedikit ketakutan setelah mendengar vonis dokter ku tentangku. Tapi, kau datang dan bermain denganku. Ya, kau cukup menghibur ku."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 2. I'm Tired : Park Jisung
Fanfiction[Lengkap] Dengan Chenle menyelamatkan Jisung setelah melihat mimpi buruknya, apakah itu memang hal yang terbaik untuk Jisung? Ini tentang Jisung yang lelah dengan permainan takdir untuk hidupnya. Kenapa hidupnya sangat rumit? Benar-benar melelahkan...