Jilin

897 116 9
                                    


Anonim

📽
Kau adalah penyebab
kecelakaan itu Jisung.
Aku akan datang padamu
dan membalaskan dendam padamu.
Kau tau aku 'kan?
Aku, Renjun

"Aaishh!"

Chenle mengumpat kasar, dan membanting ponsel Jisung. Si pemilik membelalakkan matanya.

"Yaa itu ponselku!"

Chenle menatap tajam Jisung, berdecak kasar. "Apa itu penting sekarang?"

"Park Jisung, apa kau percaya padaku?"

Jisung menatap ragu Chenle. Ia ingat benar, selama ini Chenle telah membohonginya tentang hematoma. Tidak menutup kemungkinan jika ... .

"Jadi kau tidak percaya padaku?"

"Kau sudah lihat video cctv itu 'kan? Tidak ada orang yang bisa hidup setelah mengalami kecelakaan itu Park Jisung!"

"Tidak ada yang tidak mungkin. Buktinya, kau dan Mark Hyung bisa selamat."

Chenle membuang napasnya kasar. Ia sudah muak jika membahas kecelakaan itu. Kecelakaan itu adalah ingatan terburuknya, tapi orang-orang terus mengungkitnya. Apalagi Park Jisung, sahabatnya sendiri.

"Arraseo! Kau, tanyakan pada manajermu. Aku akan mengajakmu ke rumah Renjun Hyung besok, jadi mintalah ijin manajer."

"Kau akan percaya padaku setelah sampai di Jilin."

Chenle kesal. Ia keluar dari kamar rawat Jisung dengan kaki dihentakkan dan menutup kasar pintunya, tidak lupa sebelum keluar Chenle memakai masker dan topinya.

Jisung mengambil ponselnya yang dilempar Chenle, dan meringis pelan.

"Aku harus minta ganti rugi pada Chenle," gumamnya.

•••

Jisung benar-benar merasa bersalah kepada 127 member.
Setelah sembuh dari demam, perjalanan ke Jeju kembali di tunda. Jisung beralasan ingin menginap di rumah eomma untuk istirahat, yang nyatanya sekarang sedang di pesawat bersama Chenle menuju Jilin, China.

"Chenle-ya, jika bukan Renjun lalu siapa yang mengirim pesan itu?"

Chenle menoleh ke bangku samping. Ia masih sedikit kesal.

"Aku akan bertanya padamu, Park Jisung."

"Kau mengenal Renjun hyung bukan? Jika memang benar itu Renjun hyung, bukankah seharusnya Renjun hyung mengirim pesan 'annyeong Jisung-ah, jaljineso?' seperti itu?"

"Kenapa Renjun Hyung malah mengancam mu? Bahkan Renjun hyung lebih menyayangi mu daripada aku."

Jisung menundukkan kepalanya. Itu juga tidak mustahil, mengingat Mark dulu juga menyalahkannya.

Chenle berdecak.

"Aniya! Park Jisung angkat kepalamu. Dengarkan!"

"Malam itu kau sedang di melakukan isolasi mandiri di hotel, kami baru menyelesaikan makan malam. Kami melakukan jadwal tanpa kau, jadi kau tidak terlibat apapun."

"Jaemin, Jeno, Haechan, Renjun meninggal. Aku hidup, dan Mark Hyung hidup. Apa kau masih kurang jelas? Ini kenyataannya Park Jisung. Kau tidak perlu mengindahkan teror-teror seperti itu, dan membuatmu sakit."

Hahhh

Chenle memalingkan wajahnya. Ia benar-benar lelah menjelaskan hal-hal seperti itu kepada Jisung.

"Mianhae—"

"Diamlah! Kau akan percaya padaku, saat kita sampai."

Mereka berdua pun memutuskan untuk tidur. Besok, setelah pulang dari Jilin Jisung harus pergi ke Jeju bersama yang lainnya jadi Jisung tidak boleh terlalu lelah.

Kurang lebih tujuh jam, akhirnya mereka sampai di bandara. Dengan mudah, Chenle menghentikan taksi dan menuju rumah Renjun. Ya, tidak kesulitan seperti saat Jisung pergi ke Shanghai karena tidak pandai bahasa China.

Chenle menekan bel pintu gerbang. Jisung menatap kagum rumah di depannya. Rumah Renjun ternyata besar juga. Ya, tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan rumah Chenle tapi rumah Renjun termasuk besar juga.

"Chenle!"

Seorang wanita paruh baya keluar dari pintu, dan kemudian membuka pintu gerbang.

"Kau datang lagi—"

"Eoh, Jisung?!"

Jisung membungkuk hormat. Tentu Jisung tau siapa wanita itu. Beliau adalah Mama Renjun.

Mama Renjun menuntun Chenle, dan Jisung ke dalam menyuguhi teh khas China.

"Bibi, apa Bibi bisa ceritakan tentang Renjun Ge kepada Jisung? Baru-baru ini Jisung mendapat teror dari nomor tidak dikenal, mengatakan kalau dia adalah Renjun Ge."

Mama Renjun menutup mulutnya dengan tangannya, tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Kenapa seseorang menggunakan nama putranya.

"Jisung tidak bisa bahasa China, jadi aku akan menerjemahkannya. Bibi ceritakan apapun agar Jisung percaya bahwa, maaf ... Bahwa Renjun Ge sudah meninggal."







Berbeda dengan Chenle yang dijemput oleh Papa Chenle sendiri dengan helikopter pribadi yang di dalamnya sudah ada dokter profesional, Renjun dikirim ke Jilin oleh SM. Perjalanan tujuh jam, tentu tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tubuh Renjun sudah sangat dingin, dan hanya bisa menangis melihat luka di sekujur tubuh putra satu-satunya.

Mama, Papa Renjun langsung mengkremasi Renjun karena ingin putra mereka itu beristirahat dengan tenang. Tidak ada yang istimewa.

Kremasi disaksikan banyak orang, karena Renjun adalah idol tentu saja. Percaya tidak percaya, Renjun sudah meninggal. Sekarang, abu Renjun ada di meja kamar Renjun.

"Ini abu Renjun Hyung," ucap Chenle.

Mama Renjun membawa Chenle dan Jisung ke kamar Renjun. Sebuah guci diletakkan di meja dan ada bingkai foto Renjun juga.

"Apa kau masih tidak percaya padaku? Kau ingin membuka tutupnya dan melihat abunya?"

Jisung menggeleng kuat, ia sudah menangis. "Mianhae hiks ... "

Chenle menepuk pundak Jisung. "Gwenchana."

"Jisung-ah ... Seseorang sepertinya sangat dendam padamu dan meneror mu. Kau harus hati-hati."

"Dan jangan berpikir, orang itu adalah Mark Hyung atau Hyung yang lain."

"Jangan khawatir, aku akan mencari tau siapa orang itu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✓] 2. I'm Tired : Park Jisung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang