[Hanya fiksi]
•••
"Hyung bolehkah aku pulang ke rumah eomma?"
Manajer Seo menatap Jisung yang berdiri dengan tangan di depan, seperti sedang dihukum.
"Tentu saja Jisung-ah ... Ini masih hari liburmu. Tapi ingat, besok kamu harus pergi ke Jeju untuk merekam NCT Life."
"Jika ingin menginap, datanglah jam sepuluh siang ke perusahaan."
Jisung mengangguk. "Aku hanya akan berkunjung sebentar, aku tidak akan menginap kok Hyung."
"Kalau begitu pergilah. Apa kau perlu ku antar?"
Jisung menggeleng. "Aku bisa sendiri Hyung. Kalau begitu aku pamit!"
Jisung pun memakai maskernya, dan keluar dari perusahaan. Ia mungkin akan menaiki taksi saja.
Jisung berdiri di pinggir jalan. Tidak ada yang salah, sampai tiba-tiba seseorang menarik tubuh Jisung ke belakang hingga jatuh lalu sebuah mobil hitam lewat dengan cepat tepat di hadapan Jisung. Jisung memekik terkejut.
Jisung pun menoleh ke samping, melihat siapa orang yang menyelamatkannya.
Matanya terbelalak melihat laki-laki di sampingnya yang sekarang tengah meringis kesakitan karena sikutnya yang lecet.
"Akh ... "
"C-chenle?!"
Yang dipanggil menoleh, dan menatap kesal Jisung.
"Ku bilang jaga dirimu!"
Jisung mengerjapkan matanya. "Kenapa kau di sini?! Apa kau bermimpi aku tertabrak mobil tadi, dan langsung datang ke Korea?"
Chenle mendengus. "Kau kira aku sangat menyukai mu sampai setiap hari bermimpi tentang mu? Tentu saja tidak!"
Chenle bangkit, dan mengibas-ngibaskan celananya yang kotor. Ia melirik ke arah mobil hitam yang hampir menabrak Jisung. Mobil itu berhenti beberapa meter di depan. Kenapa orang itu tidak ada niatan untuk turun dan meminta maaf?
"Chenle-ya bagaimana kau bisa ke sini?"
Jisung menatap Chenle dari atas sampai bawah, membuat Chenle sedikit risih.
"Tentu saja dengan pesawat."
"Maksud ku, kenapa kau ke sini?"
"Wae? Andwae?"
"Chenle-ya bukan seperti itu—"
"Berbicara di dalam."
Chenle pun berjalan menuju parkiran perusahaan, tempat ia memarkirkan mobilnya. Jisung lagi-lagi membelalakkan matanya.
"Chenle-ya kau membawa mobil mu ke sini?"
"Ini? Ini mobil baru ku. Aku akan memakainya jika sedang di Korea."
Jisung berseru kagum. Ya, Presiden Chenle memang berbeda. Jisung pun masuk ke dalam mobil mewah itu.
"Chenle-ya kenapa kau di perusahaan? Apa yang kau lakukan? Sejak kapan kau di Korea? Kenapa kau tidak menghubungi ku kalau kau di Korea? Kau—"
"Diamlah. Kau tidak meneleponku, jadi aku tidak memberi tahu mu. Jika kau tidak tanya, ya aku tidak memberitahu."
"Kau bisa menelepon ku duluan, dan memberitahuku!"
"Naega? Naega wae?"
Jisung terdiam, tidak bisa berkata-kata. Sekarang ia kesal, karena Chenle tiba-tiba sudah di Korea tanpa mengabarinya. Dan, Chenle sama sekali tidak merasa bersalah.
"Kau tadi mau pergi ke mana? Aku akan mengantarmu."
Jisung menyilangkan tangannya, dan mengerucutkan bibirnya.
"Aku bisa pergi sendiri."
"Arraseo. Keluarlah," ucap Chenle santai.
"Yaa!!"
Chenle pun tertawa puas. Chenle melirik Jisung yang terlihat kesal padanya, tapi juga ikut tertawa.
Hanya beberapa minggu atau beberapa bulan terpisah, ternyata Chenle sangat senang saat kembali bertemu Jisung.
"Kalau kau tidak memiliki tujuan, apa kau mau ke rumahku? Aku akan membuatkan mu malatang."
Jisung melebarkan matanya dengan senyum lebar. "Jinjja?!"
"Kau masih suka malatang?"
"Tentu saja!"
Chenle menggelengkan kepalanya, dan ia mulai menyalakan mobilnya.
"Jisung-ah ambilkan air minum di dashboard."
Chenle fokus pada mobilnya, untuk berbelok dan keluar dari parkiran. Sementara Jisung berusaha membuka dashboard. Tapi tidak bisa terbuka.
Setelah berhasil sampai di jalan raya, Chenle melihat Jisung yang sedang kesusahan dan menghela napasnya. Kapan Jisung dewasa?
Chenle menyetir dengan satu tangan, dan tangan lainnya membuka dashboard mengambil air minum.
"Kapan kau dewasa, Park Jisung?"
Jisung mengerucutkan bibirnya. "Aku sudah dewasa."
"Siapapun tidak akan percaya itu," ucap Chenle diakhiri tawanya.
Mereka terus menggoda satu sama lain, dan menjahili. Dunia rasa milik berdua. Tenang saja, mereka hanya sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 2. I'm Tired : Park Jisung
Fanfiction[Lengkap] Dengan Chenle menyelamatkan Jisung setelah melihat mimpi buruknya, apakah itu memang hal yang terbaik untuk Jisung? Ini tentang Jisung yang lelah dengan permainan takdir untuk hidupnya. Kenapa hidupnya sangat rumit? Benar-benar melelahkan...