[Hanya fiksi]
•••
Sudah hampir dekat dengan comeback membuat Jisung sangat sibuk. Ia tidak sempat ke rumah Chenle hampir seminggu, bahkan tidak ada waktu untuk bertelepon.
Tapi hari ini, akhirnya Jisung memiliki waktu untuk berkunjung ke rumah Chenle. Jisung menaiki elevator menuju apartemen Chenle.
Saat sudah sampai di depan pintu rumah Chenle, Jisung hendak membunyikan bel tapi pintu di buka dari dalam. Jisung melebarkan matanya, sedikit terkejut. Tapi kemudian ia membungkuk hormat.
"Annyeonghaseyo," sapanya dengan sopan.
Papa Chenle tersenyum, dan menepuk pundak Jisung dua kali. "Masuklah, Chenle ada di kamarnya."
Papa Chenle kemudian pergi, meninggalkan Jisung yang kebingungan. Jisung langsung masuk, dan mencari Chenle ke kamar.
Ia dapat melihat Chenle yang tidur di tempat tidurnya. Jisung mengernyit, ini masih terlalu sore untuk tidur.
"Chenle-ya, apa kau tidur?"
Laki-laki yang berkulit pucat itu membuka matanya pelan, melirik laki-laki yang berdiri tidak jauh darinya.
Jisung mendelik, dan menghampiri Chenle dengan panik."Chenle-ya apa yang terjadi? Gwenchana? Apa kau sakit?"
Chenle memang putih, tapi Jisung tau sekarang wajah Chenle pucat.
Chenle menepis pelan tangan Jisung yang ditempelkan pada keningnya."Aku hanya demam, tidak perlu berlebihan."
"Bagaimana bisa??? Chenle, apa yang terjadi? Ah, kenapa Papa mu di sini?"
Chenle menatap Jisung sinis. "Wae? Apa Papa tidak boleh ke sini?"
Jisung menggelengkan kepalanya cepat. "Bukan itu maksudku. Aku— hahhh ... "
Bagaimana cara Jisung menjelaskan?"Kenapa kau ke sini?" Chenle balik bertanya.
"Aku? Aku hanya ingin menanyakan kabar mu. Terakhir kali, aku meninggalkan mu di rumah sakit. Aku tidak menemani mu saat pulang dari rumah sakit. Karena itu aku datang untuk bertanya kabar mu."
Chenle mengibaskan tangannya. "Aku baik-baik saja. Hari ini aku hanya sedikit lelah, dan demam. Itu saja. Kau pulanglah, karena aku malas menerima tamu."
"Apa aku tamu?"
"Lalu apa?"
"Aku temanmu, Zhong Chenle!!"
"Jadi, kau bukan tamu? Apa kau pemilik rumah?"
Jisung menghela napasnya lagi. Chenle sedang sakit, kenapa masih suka berdebat?
"Ngomong-ngomong, kau tidak perlu khawatir tentang A Yeong. Aku sudah membereskannya."
Jisung kembali mengernyit. Apa maksud dari kata membereskannya bagi Chenle? Bukan membunuh 'kan? Tidak! Chenle bukan psikopat.
"Maksudmu?"
"A Yeong sudah berjanji tidak akan mengganggumu."
"Dan, alasannya melakukan semua ini padamu adalah karena dia bersenang-senang dan karena kau bodoh."
Jisung tidak terima, menatap kesal Chenle. "Mwoyaaa??"
"Dia sendiri yang mengatakannya. Dia bilang, dia berada di kamar mu untuk memasang kamera spy di kamar mu. Tapi kau tidak menyadari keberadaannya."
"Dia menggantung sepatu mu di lemari, dan kau sekali lagi tidak menyadari keberadaannya."
Jisung membelalakkan matanya, tangannya menutup mulutnya. Bagaimana mungkin itu terjadi? Kenapa ia tidak menyadari keberadaan seseorang di kamarnya??
"Jinjja?? Yaa jangan bohong."
"Tidak percaya, ya sudah."
"Yaaa ini sungguhan?! Bagaimana ini mungkin?? Kenapa aku tidak tau??"
"Karena kau bodoh tentu saja," jawab Chenle santai.
"Yaaa, dia saja yang terlalu pandai bersembunyi."
Chenle mengangguk, mengiyakan. Ia sudah malas berdebat.
"Keundae Chenle—"
Drrtt drrttt
Ucapan Jisung terpotong saat ponsel di sakunya bergetar. Seo manajer menelepon.
"Nee Hyung?"
"..."
"Emm, harus sekarang?"
Jisung melirik Chenle yang kembali memejamkan matanya. Tiba-tiba ia merasa benar-benar khawatir. Wajah Chenle memang benar pucat."..."
Jisung menghela napasnya, kemudian mengangguk. "Arraseo, aku akan datang. Lima menit aku sampai."
Jisung menutup panggilan itu, lalu memasukkan ponselnya ke sakunya. Ia menghampiri Chenle, dan menaikkan selimut Chenle hingga ke dada.
"Mianhae Chenle-ya, aku harus pergi. Semoga kau cepat sembuh, sampai jumpa."
Tanpa mendengar jawaban, Jisung pun pergi dari rumah Chenle. Ia berlari kecil, buru-buru kembali ke perusahaan. Bukan masalah besar sebenarnya, hanya saja semua orang sudah menunggu Jisung.
"Jisung-ah!"
Jisung menoleh saat ia akan mencari taksi, seseorang memanggilnya. Wajahnya berbinar melihat siapa yang ada di dalam mobil dan menghampirinya. Jisung sedikit merindukan orang itu.
"Hyung!"
"Masuklah," ucap Jungwan dengan senyum manisnya.
Jisung tersenyum, lalu masuk ke dalam mobil kakaknya. "Bagaimana Hyung bisa di sini?"
"Hanya lewat saja. Kau mau kemana? Perusahaan?" Jisung mengangguk, Jungwan pun menjalankan mobilnya.
"Bagaimana hubungan mu dengan kakak ipar mu? Apa kalian sudah dekat?"
Jisung mengernyit, sementara Jungwan terkekeh. "Aku sengaja menyuruhnya untuk mendekatimu. Kau tau, aku sangat gregetan melihatmu canggung bersama istriku."
Jisung menggaruk belakang kepalanya. Sekarang ia tau alasan ia sering bertemu kakak iparnya.
"Ngomong-ngomong, istriku penggemar Mark. Apa kau tau?"
Jisung menganggukkan kepalanya. "Em, beberapa kali Noona bertanya tentang Mark hyung."
"Jja sudah sampai. Syukurlah jika kalian sudah dekat."
"Sekarang pergilah, dan jangan lupa istirahat."
Jisung mengangguk, lalu membuka pintu mobil. "Kalau begitu aku masuk dulu Hyung. Gomawo tumpangannya."
Jisung pun berlari kecil masuk ke perusahaan."Kenapa dia suka sekali berlari," gumam Jungwan seraya menggelengkan kepalanya lalu Jungwan melajukan mobilnya, pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 2. I'm Tired : Park Jisung
Fanfiction[Lengkap] Dengan Chenle menyelamatkan Jisung setelah melihat mimpi buruknya, apakah itu memang hal yang terbaik untuk Jisung? Ini tentang Jisung yang lelah dengan permainan takdir untuk hidupnya. Kenapa hidupnya sangat rumit? Benar-benar melelahkan...