"Lo tahu sendiri Ran tuh orang nggak tahu diri banget, Nadya tuh sering banget bawa anak-anaknya ke rumah selesai tuh anak pre school, dia sama anak-anaknya main di rumah gue tanpa rasa sungkan gue nggak ada di rumah, nggak cukup main nggak ingat waktu, dia minta Lingga bayarin kontrakan, dia minta duit biar anaknya biar bisa makan enak, dia minta Lingga sekolahin anaknya di tempat bagus, emang tuh Nadya nggak minta secara langsung tapi dia minta secara tersirat dan yang bikin gedek dia pakai dapurku, dan anaknya, anaknyar bilang kalau aku jahat udah rebut Ayah Lingganya."
".........."
"Katakan, dengan semua hal itu kamu masih tanya kenapa aku marah ke Lingga?"
Aku paham sekali Ranti hanya berusaha menengahi masalah rumah tanggaku dari sudut pandang orang luar hubungan kami, tapi Ranti tahu dengan benar jika ada banyak hal yang tidak bisa di maafkan dengan mudah.
"Mungkin kalau kamu yang ada di posisiku sekarang, aku yakin kamu akan bunuh tuh Janda gatel sama anak-anaknya sekalian, jangankan ngasih fasilitas, si Tian cuma ngambilin kunci mobil cewek lain yang jatuh pas papasan aja udah Lo musuhin sampai Tiara SMP. Gaya Lo nasehatin orang."
Ranti meringis, membuatku mencibir kelakuan dari temanku yang kini menatapku dengan prihatin, memang mudah bagi setiap orang berkomentar, ringan berkata bahwa saat seorang suami berpaling tentu ada kesalahan yang ada di diri si istri, aku pun tidak menampik jika aku memang melakukan kesalahan, aku ceroboh tidak bisa menjaga kandunganku dan hingga kini pun aku menyesali kebodohanku tersebut, tapi haruskah kesalahan yang aku perbuat tersebut di balas dengan ketidakpedulian?
Bukankah seharusnya saat kita salah seharusnya pasangan kita membimbing hingga benar? Bukan justru membawa seorang yang di rasanya lebih baik dari kita memperunyam segalanya.
"Aku nggak nyangka kalau Lingga sampai main tangan, Lan. Kenapa dia jadi sepengecut ini? Sehebat itu ya pengaruh janda gatal itu ke Lingga sampai laki Lo mau-mau aja ngidupin mereka?"
Aku mendengus keras, setiap kali mengingat Nadya ingin sekali aku mengumpat takdir yang harus mempertemukan kembali Lingga dengan mantannya tersebut, di antara berjuta manusia di bumi ini kenapa Nadya harus menikah dengan sahabat Lingga dan kenapa juga Rizky harus meninggal di saat tugas, jika Rizky masih hidup tentu Nadya tidak akan masuk kembali ke dalam hidup Lingga dan rumah tanggaku.
"Aku juga nggak tahu sehebat apa Nadya sialan itu dalam mengaruhi Lingga, tapi mudah di tebak orang-orang culas yang sembunyi di balik sikap lemah mereka, pertama jual rasa kasihan pakai anak-anak, lalu jual diri, ujungnya kepengen jadi istri, lagu lama kaset busuk para perusak rumah tangga orang."
Aku bahkan nggak peduli lagi jika semua ucapanku terdengar kasar, hal yang sangat bukan seorang Alana yang menjunjung tinggi adab, rasa marah dan kecewaku mengalahkan segalanya. Selama ini aku diam saja dan mereka semuanya bukannya sadar malah semakin menginjak-injak harga diriku, apalagi Nadya sendiri begitu lancang memperlihatkan ingin merebut apa yang aku miliki.
"Lo nggak ada laporin aja ke polisi, Lan? Laporin laki Lo biar dia kapok! Nyaho dah tuh kalau sampai kesangkut kasus, hancur kariernya yang mentereng."
Aku melempar senyum getir ke arah sahabatku, andai hidupku hanya berisi aku dan Lingga mungkin aku tidak akan berpikir dua kali untuk membalas tamparan Lingga dengan tinjuan atau tendangan yang membuatnya tersungkur hingga tidak bisa bangun lagi, sayangnya ada dua keluarga yang berdiri di belakang kami yang menjadi pertimbanganku dalam mengambil langkah.
"Untuk sekarang aku belum mau ngapa-ngapain ke Lingga, Ran. Semua bukti visum aku simpan siapa tahu satu waktu nanti aku membutuhkan. Lagi pula aku melihat penyesalannya saat merengek meminta maaf tadi pagi."
"Lalu gimana tanggapanmu? Lo mau maafin dia gitu? Aneh banget dah Pak Danyon, malamnya dia ngegibeng Lo, tapi pagi-pagi dia malah minta maaf."
Ranti yang sebelumnya nampak begitu kesal mendengar penuturanku kini tampak tertarik dengan seorang Lingga yang meminta maaf, jarang sekali seorang yang sudah buta dan merasa benar sanggup melontarkan maaf, ekspresi Ranti sama persis seperti ekspresiku tadi pagi saat mendengar permohonan maaf Lingga.
Ekspresi tidak menyangka dan tidak percaya di saat bersamaan.
"Ya kalau dia mau nyingkirin semua benalu itu lengkap ke akar-akarnya sekalian, semuanya termasuk anak-anaknya yang jadi tameng buat ngemis simpati itu, ya aku maafin dia lah!"
Yah, mudah bukan bagi Lingga mendapatkan maaf dariku dan memulai semuanya dari awal lagi, singkirkan segala hal yang aku benci dan menodai rumah tangga kami, tidak sulit, bukan? Mungkin aku terkesan kejam tapi semuanya aku lakukan untuk mempertahankan rumah tanggaku.
"Lo nggak izinin Lingga buat nolongin anaknya Sahabatnya sendiri? Kalau Laki Lo nggak mau nurutin maunya Lo? Kalau dia kekeuh nggak tega sama anak-anak itu? Kenapa Lo mesti nyangkutin anak-anak sih, nggak kasihan apa?"
Ada banyak kalau, dan aku hanya memandang jauh ke depan serasa berpikir keputusan apa yang akan aku ambil jika benar Lingga tidak bisa abai pada anak-anak Rizky yang notabene sahabatnya, mengingat Lingga sendiri adalah penyayang anak kecil sama sepertiku, tapi kembali lagi, Nadya dan anak-anaknya adalah sebuah pengecualian yang ingin aku singkirkan jauh-jauh.
Cara mereka bermain drama untuk menjerat perhatian Lingga, bahkan Raka yang begitu kecil saja sudah pandai berbohong membuatku sudah tidak bisa aku toleransi lagi.
"Ya karena yang menjadi awal dan jalan masuk Nadya ke dalam rumah tanggaku adalah simpati Lingga ke anak-anaknya, Ran. Nadya akan terus berputar di sekeliling Lingga selama Lingga masih peduli pada anak-anaknya. Jika Lingga ingin maaf dariku dan memulai semuanya dari awal, maka Lingga harus tega membuang mereka yang bukan tanggungjawabnya. Caraka dan Carita anak Rizky, aku nggak akan larang jika Lingga memberikan bantuan sewajarnya, bukan bermain Mama Papa menggelikan seperti yang dia lakukan sekarang."
Ranti menatapku ngeri aku berkata begitu santai saat mengeluarkan kalimat yang begitu kejam. Mereka menginginkan bahagiaku untuk di rebut, jangan salahkan aku jika aku juga melempar kesengsaraan kepada mereka.
Nadya pikir diamku dengan kata menyerah akan membuatnya menang dan mulus dalam mewujudkan drama Mama Papanya dengan Lingga menjadi kenyataan, aah, tidak semudah itu, Nadya. Menyerahku adalah awal aku bisa dengan mudah mematikan rasa sebelum membalas setiap sakit hatiku sebagai istri yang coba dia singkirkan.
Aku cuma perempuan biasa yang berusaha mempertahankan rumah tanggaku dari para pengganggu, Ranti. Jika ingin memotong benalu yang melekat, maka kita harus memotong semuanya tanpa ada yang bersisa tanpa ada belas kasihan. Jika aku harus membakar diriku untuk menghukum Lingga, maka akan aku lakukan."
".........."
"Nadya ngajarin anaknya buat nyebut kalau aku ini jahat, ya sudah sekalian saja aku kasih lihat ke mereka bagaimana Alana dalam bentuk seorang penjahat."
"..........."
"Membuat karir Lingga hancur, dan membuat Nadya terusir dari masyarakat semudah menjentikkan jari untukku, Ran. Aku punya status istri sah di sini, sementara dia? Nadya cuma pelakor yang mengemis simpati Lingga menggunakan anak-anaknya."
![](https://img.wattpad.com/cover/314342016-288-k961694.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KALANA
عاطفية"Dokter anak tapi tak kunjung punya anak, apalagi usia yang sudah menginjak angka tiga puluhan, mungkin takdirmu hanya sebagai penyelamat bukan sebagai seorang yang menimang." "Gelarmu boleh indah di belakang nama, tapi sayang gelar tertinggi sebaga...