18

12.2K 1.1K 68
                                    

"Bahhhh, Janda kesayangan kau rupanya."

Cibiran dari Pramana membuat Kalingga mendengus sebal, selama nyaris beberapa waktu ini Kalingga berhasil menghindar dari Nadya yang  begitu gigih menggunakan Carita dan Caraka sebagai dalih, tapi kali ini ponselnya terus menerus bergetar walau Kalingga sudah berulangkali menolak panggilan.

Kalingga tidak mau lagi di olok-olok oleh Pramana sebagai suami curang yang lebih mementingkan orang lain di bandingkan istrinya sendiri, lebih dari olok-olok Pramana, Kalingga sudah sadar akan kesalahannya yang sudah melukai Alana, dan sekarang seperti yang di minta Alana.

Alana mau memperbaiki semuanya dengan Kalingga asalkan Kalingga menyingkirkan semua hal yang melukai Alana dan Kalingga akan melakukannya. Sudah cukup simpati yang dia berikan kepada Nadya dan anak-anaknya menghancurkan hidupnya sendiri, simpati berlebihan yang rasanya tidak akan setimpal jika di tukar dengan Alana.

Memikirkan akan kehilangan wanita yang sudah mengandung dua buah hatinya akan pergi meninggalkannya karena muak saja sudah membuat Kalingga benar-benar merana, apalagi jika benar Lingga tidak bisa memperbaiki apa yang dia rusak, mungkin Lingga akan menjadi gila karena perasaan bersalah.

"Angkatlah Ngga teleponnya, kalo benar kau nggak ada apa-apa sama Nadya, kenapa mesti was-was angkat telepon di depanku."

Gerungan kasar keluar dari Kalingga, ingin rasanya Kalingga menendang pria gempal yang merupakan wakilnya ini yang pintar sekali menyulut emosinya. Tidak cukup hanya mengangkat panggilan dari Nadya walau Kalingga benar-benar sudah tidak ingin berhubungan dengan mantan pacarnya tersebut, Kalingga menloudspeaker panggilan tersebut.

"BANG LINGGA, TOLONGIN NADYA, BANG! TOLONG! HUHUHUHU!"

Serbuan tangisan Nadya langsung memberondong Kalingga saat panggilan sudah tersambung, bahkan Kalingga belum sempat bertanya apa yang sudah membuat ibu dua orang anak tersebut menangis di antara suara yang begitu berisik, Nadya sudah kembali menyambarnya seolah takut Lingga akan memutuskan panggilan jika Nadya diam lebih lama.

"NADYA DI BAWA KE KANTOR SECURITY MALL GARA-GARA MBAK ALANA, BANG. TOLONG BANTUIN NADYA, KASIHAN ANAK-ANAK NANGIS BANG! MEREKA TAKUT."

Bukan tangis Nadya yang membuat Lingga kalut, bukan pula aduan tentang anak-anak Rizky yang membuat Lingga beranjak menanyakan di mana Nadya berada, namun nama Alana yang di sebutlah yang membuat Lingga bangkit pergi menuju tempat Nadya berada.

Lingga ingat, dia pernah sekalut sekarang ini saat dia mendapatkan kabar Alana keguguran untuk kedua kalinya, berkendara dengan kecepatan tinggi di antara kemacetan kota Jakarta, Lingga memacu motornya sekencang yang dia bisa, satu keajaiban Lingga bisa sampai di pusat perbelanjaan mewah tengah kota Jakarta tersebut tanpa ada korban jiwa dan nyawanya tidak melayang.

Tidak perlu di jelaskan bagaimana gerak Lingga hingga sampai di kantor Security, tapi di kantor Security tersebut Lingga tidak hanya menemukan istri dan mantan pacarnya saja, ada dua orang sosok asing yang mendampingi Alana hingga Lingga merasa dia baru saja di paksa untuk menelan pahitnya empedu.
Di sana, di tempat yang seharusnya menjadi tempat Kalingga untuk berdiri mendampingi Alana, ada Kaindra dan putrinya.
Masalalu yang kini berputar di saat Kalingga bertekad untuk memperbaiki kesalahannya yang membuat Kalingga merasa berkaca, takdir kini memutar tempat dan membuat Kalingga melihat betapa buruknya apa yang sudah dia lakukan terhadap istrinya.

***

"Bang Lingga!!!"

Tanpa aba-aba sama sekali Nadya menghambur memeluk Lingga, menangis tersedu-sedu seolah baru saja dia mengalami kematian, tangisan heboh Nadya bahkan bersaing dengan tangisan anak-anaknya yang turut menghambur memeluk kaki Lingga, tentu saja hal ini membuat riuh kantor Security tempat di mana mereka berada.

Mendapati apa yang ada di depan matanya membuat Kaindra terkejut, Kaindra beberapa saat lalu sudah di buat jantungan dengan ulah dua wanita yang terikat hubungan dengan Kalingga yang nyaris merontokkan rambut satu sama lain, dan sekarang, apa yang di dengarnya tadi terlihat  tepat ada di depan matanya.

Berbeda dengan Alana yang hanya berdesis jijik melihat drama keluarga benalu yang di mainkan oleh Nadya, Kaindra benar-benar tercengang dengan ulah Kalingga yang nampak lebih dekat dengan mantan pacarnya di bandingkan dengan istrinya sendiri. Kaindra kira semua kemarahan yang terucap dari Alana tadi hanyalah bentuk dari kecemburuan semata.

Tanpa sadar Kaindra meremas bahu Alana yang tengah duduk dengan tenang memangku Kaila, Kaindra benar-benar bersyukur tadi dia berkeras meyakinkan Alana untuk tetap tinggal menemaninya. Tidak bisa Kaindra bayangkan bagaimana sesaknya Alana jika melihat apa yang terjadi sekarang sendirian.

Menyadari sentuhan dari Kaindra yang menguatkannya membuat Alana mendongak, menatap wajah pria satu putri tersebut dengan senyuman tipis seolah ingin mengatakan jika Alana baik-baik saja, senyuman yang membuat hati Kaindra semakin meradang ingin sekali meninju wajah menyebalkan Kalingga. Baik-baik saja-nya seorang yang sakit hati adalah titik puncak sebuah kesabaran.

"Nggak apa-apa, Bang Kaindra. Tiap hari saya selalu lihat drama Mama Papa menggelikan kayak gini, kok."

Ucapan di sertai kikik tawa pelan Alana membuat perhatian seisi ruangan ini teralih padanya, bukan hanya Kaindra yang mendapatkan senyuman dari wajah Alana, namun Kalingga juga yang langsung beringsut mundur menjauhi Nadya.

Andaikan saja Alana tidak muak dengan Lingga, pasti Alana melihat bagaimana Lingga menghindar, sayangnya Alana sudah terlampau enggan walau hanya sekedar untuk melihatnya.

"Alana." Panggilan lemah dari Kalingga sama sekali tidak membuat Alana bergeming. Yang Kalingga dapatkan justru repetan dari Nadya yang mengadukan banyak hal yang membuat kepala Kalingga berdenyut nyeri, dan semakin sakit saat melihat kemeja pink lembut milik Alana nampak kecoklatan seolah habis tersiram sesuatu.

"Aku di serang Mbak Alana, Bang. Dia ngatain Caraka, anak aku cuma anak kecil Bang, Raka nggak seharusnya dapat hinaan dari Mbak Alana kalo dia benci sama aku."

"Eeehhh, ngefitnah kamu ya, Nad!" Potong Kaindra keras, gemas sekali rasanya Kaindra ingin menoyor janda dua anak tersebut yang nerocos seperti kereta api.

"Aku nggak fitnah, Kai. Lihat, Mbak Alana Jambak aku sampai pitak! Kamu nggak usah belain Mbak Alana, mentang-mentang kamu naksir dia kamu nutup mata sama sikapnya yang arogan ke aku."

Masih dengan bercucuran air mata Nadya menunduk, memperlihatkan kepalanya yang pitak pada semua yang ada di ruangan ini termasuk Security yang nampak mulai gerah dengan tangisan dan amukan Nadya.

"Ehhh, Nad....."

"Apa? Mau belain dia terus? Lihat, nggak cuma Jambak aku, Mbak Alana juga dorong aku sampai aku jatuh, nih lihat lebam lenganku, Kai." Tidak hanya memperlihat kepalanya yang pitak, Nadya menunjukkan lengannya yang memar, memang luar biasa kekuatan Alana sampai bisa melukai Nadya separah itu hanya dengan dorongan.

Masih banyak kata yang di ucapkan Nadya dengan berapi-api, mengadukannya pada Kalingga mencari dukungan dan simpati tidak memberi kesempatan pada Alana menunjukkan pembelaan hingga Nadya sama sekali tidak memperhatikan jika Kalingga sama sekali tidak menyimaknya, mata Kalingga hanya tertuju pada satu pusat di mana Alana sekarang tengah duduk dengan tenang memangku seorang gadis kecil yang Kalingga yakini adalah putri Kaindra sembari menatap lurus tanpa ekspresi.

Sampai akhirnya semua ocehan Nadya berhenti saat Kepala Security yang jengah dengan aduan Nadya yang tidak ada habisnya mengeluarkan suara kerasnya memperingatkan.

"MBAK, TOLONG TENANG!"

KALANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang