"Kenapa kau, Ngga? Kusut kali muka kau?"
Sapaan dari Mayor Inf Pratama Mulya yang usianya jauh lebih senior dari Kalingga membuat Kalingga mendongak mengalihkan perhatiannya dari ponselnya ke arah sosok pria kelahiran Semarang tersebut, tanpa beralih dari kursi kebesaran seorang Komandan Batalyon, Kalingga menatap Wakilnya tersebut sekilas tanpa minat, hatinya tengah berkecamuk dengan banyak perasaan pribadi hingga sebenarnya dia lebih suka di tinggalkan sendiri.
"Ada masalah? Kena tegur apa gimana?" Kembali Pratama melemparkan pertanyaan karena Kalingga tidak kunjung menjawab. Sekali pun di sini Lingga merupakan pemimpin tertinggi, dalam obrolan santai seperti ini Lingga menaruh hormat pada seorang yang lebih tua darinya ini hingga obrolan informal bukan masalah.
"Biasa, Bang. Masalah rumah." Jawab Lingga pendek, membuat Pratama mengangguk paham, sembari menyesap rokoknya dengan khidmat Pratama menatap pada juniornya tersebut.
"Alana atau Nadya yang bikin kamu semrawut kayak gini, Ngga?"
Mendengar pertanyaan tersebut membuat Lingga mendongak, terbelalak karena pertanyaan yang Lingga rasa terlalu lancang sekaligus mempermalukannya.
Senyuman mengejek terlihat dari pria berusia 40an tersebut, sudah menjadi rahasia umum jika Pratama adalah Perwira yang sedikit Rebel hingga membuatnya mengalami penundaan kenaikan tingkat satu kali. Namun Kalingga tidak menyangka jika Pratama akan menodongnya dengan nama Nadya seolah dia merupakan peselingkuh seperti yang selalu di tuduhkan Alana.
"Nggak usah syok, Ngga. Kamu ini Danyon, Dharmawan pula, nggak ada yang heran kalau kamu punya dua istri, yang satu yang bisa menunjang karier walau nggak becus punya anak, yang satu pintar ngangetin ranjang. Benar atau benar? Jadi siapa yang bikin kamu mumet, Alana atau Nadya?"
Rasa marah menjalari tubuh Kalingga, sudah berhari-hari ini dia merasakan pusing karena Alana yang tidak pulang ke rumah di tambah dengan berondongan pesan dari Nadya yang bilang kalau Caraka dan Carita mogok tidak mau makan karena ingin bertemu dengannya, sekarang Pratama hadir di hadapannya mengatakan jika dia wajar mempunyai dua istri?
Alih-alih tersanjung, Kalingga justru merasa terhina. Bukan hanya Alana yang terus menuduhnya berniat menjadikan Nadya istri kedua, rekannya juga melakukan hal yang sama. Entah apa yang salah di dalam otak Alana dan Pratama sampai berpikir sedemikian rupa, oke Kalingga menikmati perannya menjadi seorang Ayah untuk Caraka dan Carita yang malang karena kehilangan Rizky di usia mereka yang masih kanak-kanak, tapi lebih dari itu, apalagi menikah dengan orang yang tidak di restui oleh orangtuanya, Kalingga masih waras untuk tidak mau kualat, membayangkan saja Kalingga tidak mau.
Lebih dari itu, perasaan Lingga terhadap Alana lebih besar daripada apa yang di rasakannya dulu terhadap Nadya, mendapati Alana bersikap dingin kepadanya lengkap dengan semua kalimat bernada menyerah dan juga tidak peduli membuat Lingga benar-benar kalang kabut.
Mood Lingga yang sudah menurun drastis karena mendapati Alana sama sekali tidak mengirimkan pesan padanya bahkan tidak pulang ke rumah, seolah Lingga bukan lagi seorang suami yang wajib tahu kemana pun dia pergi, semakin di buat jengkel dengan celaan dari Pratama barusan.
"Tentu saja yang buat mumet itu Alana, dia satu-satunya istriku, Bang. Nggak ada hubungannya sama Nadya. Apa-apaan nyoba merembet kesana, sikap baikku ke Nadya cuma sekedar simpati dan kasihan karena dia istri Rizky, nggak kurang dan nggak lebih."
Mendapati nada ketus dari Lingga justru membuat Pratama terkekeh geli, selama ini Pratama di buat gedeg mendapati simpati Lingga terlalu berlebihan terhadap mantan pacar sekaligus istri almarhum sahabatnya, dan rasanya satu kenangan tersendiri bisa mengusik ketenangan Lingga. Apa yang terucap dari Pratama barusan adalah sarkas yang Pratama harapkan bisa menyadarkan bagaimana perasaan Lingga jika istrinya sendiri di cemooh orang.
Dan sepertinya keusilan Pratama berhasil. Walau ada jarak tak terlihat di antara Lingga dan Alana semenjak mereka kehilangan calon bayi mereka dan semakin keruh dengan kehadiran Nadya, Lingga tidak bisa kehilangan Alana.
"Oohh, Nadya sama sekali nggak berarti lain sekarang, Ngga. Kirain ada cinta lama belum kelar kalau ngeliat kau lebih banyak ngabisin waktu kau sama Nadya. Kau tahu Ngga, dengan semua sikap kau ke Nadya dan anak-anaknya bikin semua orang punya pikiran yang sama kayak aku sekarang."
Di balik sikap dingin Kalingga sekarang dia merasa gelisah mendengar apa yang di katakan Pratama seakan ada kotak tinju tak kasat mata yang menonjok mukanya kuat-kuat menyadarkannya akan alasan kenapa Alana bisa menjadi sebrutal sekarang.
Bukan Alana yang berubah, tapi Kalingga yang keterlaluan. Kalingga mengacuhkan Alana terlalu lama, sikap dinginnya melukai istrinya dan semakin buruk saat Kalingga yang bersimpati terhadap Caraka dan Carita hingga mengacuhkan perasaan Alana.
Beberapa waktu ini takdir seakan menyadarkan Kalingga dari kesalahan, di mulai dari perasaan bersalah karena sudah menampar istrinya yang membuat perasaan dingin di hatinya meluntur seketika berganti rasa takut kehilangan dan sekarang semua olok-olok Pratama seakan menelanjanginya, menunjukkan betapa buruknya sikapnya selama ini terhadap istrinya sendiri.
"Dengan semua sikapmu yang terlalu dekat dengan Nadya dan anak-anaknya, aku heran istrimu sama sekali tidak terganggu, Ngga. Dia masih baik-baik saja bahkan mendampingimu setiap penugasan dengan sempurna." Lidah Lingga terasa kelat, ucapan Pratama semakin jauh semakin menohoknya membuat asam lambungnya seolah naik tanpa ampun sampai di tenggorokan, "jika aku yang memberikan perhatian berlebih pada Janda lain dan anak-anaknya, mungkin Sukma akan mendepakku dari rumah, kamu tahu bahkan beberapa kali kesempatan Sukma hampir memukulmu dengan tongkat Komando saking keselnya lihat kelakuanmu ke Alana."
Senyuman Lingga begitu kecut menanggapi cerita Pratama tentang istrinya, sindiran yang terucap dari seniornya tersebut begitu mengena, Alana selama ini memang bersikap begitu baik ke Lingga, menjaga nama baik Lingga dengan begitu sempurna dan yang di lakukan Lingga justru semakin mengecewakan Alana.
Lingga baru menyadari betapa sempurnanya Alana sekarang ini setelah di tonjok kanan kiri dengan semua ucapan sarkas Pratama. Di saat kemarahan dan kebencian begitu besar di rasakan Alana atas kecewa yang dia torehkan, Alana masih bisa menjaga harga diri seorang Lingga. Sedangkan Lingga, bahkan karena panas mendengar Alana terus mengumpat Lingga melayangkan tangannya.
"Aku keterlaluan ya, Bang?"
Susah payah Lingga membuka suaranya, dan apa yang di ucapkan oleh Lingga ini membuat seringai penuh ejekan terlihat di wajah Pratama.
"Banget. Andaikan aku ini dokter Mahesa, mungkin aku akan membunuhmu, Ngga. Tega-teganya kau sama anak perempuan dia satu-satunya."
Dan jawaban ini semakin menusuk Kalingga, Alana bukan hanya menjaga citranya di hadapan umum, bahkan Alana menjaga citranya di hadapan keluarga mereka sendiri, Kalingga yakin kepalanya tidak ada di tempat sekarang ini jika sampai Ayah dan Papa mertuanya tahu kelakuan edannya yang sudah melukai Alana.
"Lalu apa yang harus aku lakuin, Bang? Alana bahkan nggak pulang ke rumah, nggak ada balas pesanku?"
Sungguh Kalingga kini benar-benar kehilangan Alana, sepertinya kini dia mulai merasakan karma atas perbuatannya, selama ini dia yang bersikap dingin terhadap Alana, dan sekarang dia nyaris membeku saat Alana berlaku sama untuk membalasnya.
Kenapa perlu satu setengah tahun untuk menyadarkan Kalingga betapa buruk sikapnya yang dingin terhadap Alana. Sekarang semuanya seolah terlambat untuk di perbaiki oleh Kalingga.

KAMU SEDANG MEMBACA
KALANA
Romance"Dokter anak tapi tak kunjung punya anak, apalagi usia yang sudah menginjak angka tiga puluhan, mungkin takdirmu hanya sebagai penyelamat bukan sebagai seorang yang menimang." "Gelarmu boleh indah di belakang nama, tapi sayang gelar tertinggi sebaga...